Kamis, 29 Maret 2018

biografi imam madzhab ( imam Hanafi)



IMAM HANAFI
1.   Biografi Imam Hanafi
            Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit, lahir di Irak pada tahun 80 H/699 M pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yaitu pada masa Abdul Malik bin Marwan.[1]  Beliau diberi julukan Abu Hanifah, karena beliau seorang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah dan sungguh-sungguh mengerjakan kewajibannya dalam agama, karena “Hani@f” dalam bahasa Arab artinya cenderung atau condong kepada agama yang benar.[2] Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa beliau terkenal dengan sebutan Abu Hanifah, bukan karena mempunyai putra bernama Hanifah, akan tetapi asal nama itu dari Abu al-Millah al-Hanifah, diambil dari ayat Fattabi’u Millata Ibra@hi@ma Hani@fa@ ”.[3] (Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus. Ali Imran ayat 95).
            Imam Hanafi bukan orang Arab, tetapi keturunan orang Persia yang menetap di Kufah. Ayahnya dilahirkan pada masa Khalifah Ali. Kakeknya dan ayahnya didoakan oleh Imam Ali agar mendapatkan keturunan yang diberkahi Allah SWT. Pada waktu kecil beliau menghafal Al-QurĂ¡n seperti yang dilakukan anak-anak pada masa itu, kemudian berguru kepada Imam Ashim salah seorang Imam Qiro@’ah Sab’ah. Keluarganya adalah keluarga pedagang, oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila al-Nu’man pun kemudian menjadi pedagang.[4]
2.   Pendidikan Imam Hanafi
            Seorang guru yang mendorong Imam Hanafi untuk terjun mempelajari ilmu adalah Sya’bi, seorang ulama fiqih dan hadis. Ia melihat dalam diri pemuda Nu’man bin Tsabit tanda-tanda kecerdasan yang luar biasa, sehingga ia menasihatinya agar serius menuntut ilmu pengetahuan.[5] Imam Hanafi meriwayatkan sendiri tentang perpindahannya dari dunia perdagangan ke dunia ilmu, antara lain ia mengatakan, “Suatu hari saya berjalan di depan Sya’bi yang sedang duduk lalu ia memanggil saya. “Kemana kamu akan pergi?” saya berkata, “Saya akan pergi ke pasar.” “Bukan ke pasar yang saya maksud, tetapi kepada ulama siapa kamu belajar?” “Saya jarang sekali pergi ke ulama.” Ia berkata, “Jangan kamu sia-siakan umurmu. Belajarlah ilmu dari para ulama, karena sungguh saya melihat dalam dirimu kecerdasan yang luar biasa.” Lalu Imam Hanafi mengatakan, “Ternyata kata-kata Sya’bi tersebut menyentuh hatu saya. Maka, saya pun tidak mondar-mandir lagi ke pasar, dan sejak itu saya mulai belajar ilmu dari para ulama.”[6]
            Imam Hanafi mulai mendatangi berbagai halaqah para ulama dan belajar dari mereka berbagai cabang ilmu. Akan tetapi, beliau ingin mengambil spesialisasi ilmu tertentu hingga mahir didalamnya dan kelak bisa menempati kedudukan yang mulai. Imam Hanafi bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang disiplin ilmu yang hendak dipilihnya. Setelah beliau berfikir panjang dan membandingkan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya berikut dengan dampaknya masing-masing, akhirnya beliau memilih ilmu fiqh sebagai spesialisasi ilmu yang akan dipelajarinya secara mendalam. Alasan beliau memilih ilmu fiqh, karena dengan menjadi seorang faqih beliau dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan masyarakat mengenai suatu hukum. Menurut beliau tidak ada ilmu yang lebih bermanfaat daripada fiqh.[7]
            Adapun guru-guru Imam Hanafi yang terkenal diantaranya adalah al-Sya’bi dan Hammad bin Abi Sulayman di Kufah, Hasan Basri di Basrah, Atha’bin Rabah di Makkah, Sulayman dan Salim di Madinah. Dalam kunjungan yang kedua kalinya ke Madinah Imam Hanafi bertemu dengan Muhammad Baqir dari Syi’ah dan putra Imam Baqir yaitu ja’far al-Shiddiq. “Beliau banyak mendapat ilmu dari ulama ini.”[8]
            Dalam riwayat biografi yang lain, disebutkan bahwa Imam Hanafi beliau juga berguru kepada Anas bin Malik (sahabat Rasulullah) ketika beliau berkunjung ke Kufah. Disamping itu, beliau juga telah menimba ilmu kepada empat imam besar dari ahlul bait Rasulullah SAW, yaitu Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin seorang imam Zaidiyah yang mati syahid dalam perang melawan Bani Umayah bin Abdul Malik pada tahun 122 H. Ia juga berguru kepada Muhammad bin Ali sauda Zaid yang dikenal dengan nama Muhammad Baqir, lalu berguru pada putranya Imam Ja’far bin Muhammad, dan juga kepada Abdullah bin Hasan bin Hasan.[9]
            Imam Hanafi wafat pada paruh bulah Syawal tahun 150 H. Hasan bin Ammarah meriwayatkan bahwa ketika ia memandikan jenazah Imam Hanafi, beliau melihat sosok tubuh yang kurus disebabkan oleh banyaknya ibadah. Ketika selesai memandikan, Hasan memuji Imam Hanafi dan menyebutkan berbagai sifat mulianya, lantas mengucapkan kata-kata yang membuat seluruh orang menangis.[10] Imam Hanafi sebelumnya telah berwasiat agar dirinya dimakamkan di Khaiziran, maka jenazahnya dibawa kesana dan dihantar oleh banyak sekali pelawat, kurang lebih sekitar lima puluh ribu orang, dan dan dishalatkan sebanyak enam kali.[11]
3.   Hasil Karya Imam Hanafi dan Murid-muridnya
         Imam Hanafi adalah seorang ahli fiqh dan ilmu kalam, pada saat beliau hidup banyak yang berguru kepadanya. Dibidang ilmu kalam beliau menulis kitab yang berjudul “al-Fiqh al-Asg|ar” dan “al-Fiqh al-Akbar.” Akan tetapi dalam bidang fiqih tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Hanafi menulis sebuah buku fiqh sewaktu hidupnya.[12]
         Adapun kitab-kitab hasil karya murid-murid Imam Hanafi dalam bidang ilmu fiqh adalah:
a.    Kitab al-Kharaj oleh Imam Abu Yusuf
b.   Z{a@hir al-Riwa@yah oleh Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Kitab ini terdiri dari 6 jilid, yaitu al-Mabsu<t, al-Jami’, al-Kabir, al-Jami’as-Sagir, as-Siyar al-Kabir, as-Siyar as-Sagir dan az-Ziyadat.
c.    Al-Nawadir oleh Imam asy-Syaibani. Terdiri dari empat judul yang terpisah yaitu: al-Haruniyyah, al-Kaisniyyah, al-Jurjaniyyah dan ar-Radiyyah.
d.   Al-Mabsu<t{ adalah syarah dari al-Ka@fi yang disusun oleh Imam as-Syarkhasi.
e.    Bada<i’ S{ana<’i oleh Alauddin Abi Bakr bin Mas’ud bin Ahmad al-Kasani al-Hanafi.
f.    H{a<shiyah Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Darr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir al-Absar oleh Ibnu Abidin.[13]



[1]  Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam Madzhab-Imam Hanafi,  (Jakarta: Lentera Hati, Jil.1, 2013), hlm.2
[2] Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, cet. 5,  (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 19
[3] Hadi Hussain M. Imam Abu Hanifah Life and Work, Institute of Islamic Culture, (Pakistan: Lahore, 1972). Hlm. 10 dikutip dari A. Djazuli, Ilmu Fiqh “Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, cet. 9, 2013), hlm. 125
[4]  A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hlm. 126
[5]  Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hlm. 6
[6] Ibnu Abdi Rabbih, al-Aqd al-Farid, vol. II, hlm. 415, dikutip oleh Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hlm.7
[7]  Lihat Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hlm.9-10
[8]  A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hlm. 126-127
[9]  Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hlm.18-19
[10] Al-Muwaffaq al-Makki, Manaqib al-Muwaffaq, vol.II, hlm. 174
[11] Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hlm.203
[12] Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 340
[13]  Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid II hlm. 346

Tidak ada komentar:

Posting Komentar