Biografi Al-‘Imrony
a. Kelahiran dan kondisi lingkungan
Al-‘Imrony lahir pada tahun 489 Hijriyah. Seorang Syaikh (mahaguru)
pengikut aliran fiqih Syafi’i berkebangsaan Yaman ini mempunyai nama lengkap
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim bin Sa’id bin Abdillah bin Muhammad bin Musa
bin Imron Al-‘Imrony al-Yamany.[1] Nama Al-‘Imrony
dinisbatkan kepada beliau karena ia merupakan keturunan dari ṣahabat Imron bin
Rabi’ah.[2]
Beliau lahir di sebuah desa bernama Sair,[3] terletak di sebelah timur laut (syamāl syarq)
kota Janad. Kota Janad sendiri adalah sebuah kota setingkat kota kabupaten yang masuk
dalam wilayah kegubernuran Taiz, Yaman. Kota Janad terletak 21 km sebelah timur
laut kota Taiz. Sedangkan Taiz teletak di 1324 km sebelah barat Hadramaut.[4] Menurut penuturan Qodli Ismail al-Akwa’ dalam kitab Hijar
al-‘ilm wa Ma’āqilihi fī al-Yaman, Secara geografis desa tersebut merupakan
wilayah dataran rendah Yaman (al-Yaman al-asfal) karena letaknya berada
pada lembah Sair (wādy sair). Namun, Sair adalah desa yang masyhur
sebagai daerah terdidik, banyak alumninya yang menjadi tenaga pendidik, ahli
fatwa, ahli fiqih, dan lain sebagainya,[5] namun sayang tidak disebutkan siapa saja tokoh yang
lahir dari desa tersebut
b. Pendidikan
Pendidikam Al-‘Imrony tergolong sangat panjang. Beliau mengembara ke
beberapa daerah untuk mendengar, mengkaji, dan belajar kepada beberapa ulama,
diantaranya adalah:
1)
Imam Abu al-Futūh bin ‘Utsman Al-‘Imrony, beliau adalah
paman Abu al-Husain. kepadanya, Abu al-Husain belajar kitab At-Tanbīh dan Kāfy
al-Farāiḍ karya Syaikh Iṣaq bin Yusuf bin Ya’qub Aṣ-Ṣardlofī.
2)
Imam Zain bin Abdillah al-Yafa’i
3)
Abu al-Hasan Sirōjuddin ‘Ali bin Abi Bakr Himir al-Yamani
al-Hamdani, beliau adalah ahli hadits terkenal. Kepadanya, Abu al-Husain juga
belajar kitab Kāfy al-Farāiḍ dan At-Tanbīh lagi.
4)
Dan untuk kesekian kalinya, Abu al-Husain belajar lagi
kitab At-Tanbīh, kali ini dengan Imam Musa bin Ali As-Ṣa’by
5)
Kemudian atas permintaan dari masyāyikh bani
Imron, al-Faqīh Abdullah bin Ahmad az-Zabrani datang ke desa Sair, dan
darinya Abu al-Husain belajar kitab Al-Muhażżab, Al-Luma’ karya Abu Iṣaq,
al-Mulakhkhoṣ, al-Irsyād karya Imam Ibnu ‘Abdawaih, dan untuk kesekian kalinya
belajar lagi kitab Kāfy al-Farāiḍ karya Aṣ-Ṣardafi.
6)
Kemudian Abu al-Husain pindah ke Uhażah bersama al-Faqīh
Umar bin ‘Alqomah, di sana beliau menimba ilmu dari Imam Zaid bin Hasan
al-Fāyisyi. Kitab yang dikaji adalah Al-Muhażżab, Ta’līqat asy-Syaikh Abi Iṣāq
fī Uṣūl al-Fiqh, Al-Mulakhkhoṣ, Ghorīb al-Hadīts karya Abu Ubaid al-Harawy,
Mukhtaṣar al-‘Ain karya Imam al-Khawafy, Niżām al-Ghorīb karya Ar-Roba’i.
Ketika kembali lagi ke desa Żi as-Safāl, beliau belajar ilmu Nahwu (tata bahasa
Arab) dalam kitab Al-Kāfy karya Ibnu Ja’far Aṣ-Ṣaffār, dan kitab Al-Jumal karya
Az-Zijāji.[6]
c.
Pengakuan terhadap Al-‘Imrony
Imam Abu al-Husain Al-‘Imrony adalah ulama yang cerdas. Kecerdasan beliau
sudah mulai nampak sejak kecil. Belum genap berusia tiga belas tahun beliau
sudah hafal al-Quran. Di usia yang sama, beliau juga sudah membaca kitab
At-Tanbīh, al-Muhażżab, faraiḍ, dan banyak lainnya. Kedalaman ilmunya banyak
diakui, salah satunya adalah Imam Tājuddin As-Subuki, beliau mengatakan:
قال السبكي عنه: كان إماما زاهدا, ورعا خيِّرا, مشهور
الإسم, بعيد الصِّيت, عارفا بالفقه والأصول والكلام والنحو, يحفظ
"المهذب" عن ظهر القلب, وقيل: كان يقرؤه كل ليلة, كما يحفظ
"اللمع" و "الإرشاد", وغيرها.[7]
Artinya: Imam as-Subuky telah bercerita mengenai Imam Abu al-Husain Al-‘Imrony: “beliau adalah sosok imam
yang zuhud, wira’i, namanya masyhur, reputasinya tinggi, sosok yang mengerti
betul permasalahan fiqih, uṣul, teologi, dan tata kebahasaan. Beliau hafal
kitab Muhażżab di luar kepala, diceritakan bahwa setiap malam beliau selalu
membacanya. Beliau menghafal Muhażżab, sama seperti ketika beliau menghafal
kitab Luma’, al-Irsyād, dan kitab-kitab yang lain.
d. Karya-karya Al-‘Imrony
Kesaksian as-Subuky di atas bukanlah tanpa alasan, pasalnya kecerdasan dan
kealiman Imam Abu al-Husain Al-‘Imrony memang telah dibuktikan ke dalam
berbagai buah karya. Dan kitab “al-Bayān” merupakan master piece dari
sekian puluh karya beliau yang lain,[8] diantaranya: (1)
Az-Zawāid (517-520 H). (2) Al-Ahdāts. (3) Ghorōib al-Wasīṭ. (4) Mukhtaṣor
al-Ihyā’. (5) Al-Intiṣōr fī ar-Rodd ‘ala al-Qodariyyah al-Asyrōr. (6) Manāqib
al-Imām as-Syāfi’i. (7) As-Su`āl ‘ammā fī al-Muhażżab min al-Isykāl. (8)
Musykil al-Muhażżab (kitab ini menurut sebuah riwayat ditulis untuk memenuhi
permintaan muridnya, Muhammad bin Muflih, tahun 549 H). (9) Al-Fatāwa. (10)
Syarh al-Wasāil. (11) Al-Ihtirōzāt. (12) Maqāṣid al-Luma’. (13) Manāqib al-Imām
Ahmad. (14) As-Su`āl ‘ammā fī al-Muhażżab wa al-Jawāb ‘anhā. (15) Ad-Daur.
Selain dikenal sebagai seorang ‘Ālim (luas wawasan keilmuannya), Imam Abu al-Husain Al-‘Imrony juga dikenal sebagai pribadi yang santun, mempunyai rasa hormat yang tinggi kepada sesama, sehingga dari sini banyak orang yang akhirnya juga menaruh hormat dan cinta kepada beliau. Beliau juga dikenal sebagai sosok yang disiplin dalam menggunakan waktu, seluruh waktunya tidak boleh terlewat kecuali dengan selalu berżikir kepada Allah dan mużakarah (mengingat-ingat) pelajaran/ ilmu.[9]
Selain dikenal sebagai seorang ‘Ālim (luas wawasan keilmuannya), Imam Abu al-Husain Al-‘Imrony juga dikenal sebagai pribadi yang santun, mempunyai rasa hormat yang tinggi kepada sesama, sehingga dari sini banyak orang yang akhirnya juga menaruh hormat dan cinta kepada beliau. Beliau juga dikenal sebagai sosok yang disiplin dalam menggunakan waktu, seluruh waktunya tidak boleh terlewat kecuali dengan selalu berżikir kepada Allah dan mużakarah (mengingat-ingat) pelajaran/ ilmu.[9]
[1]Tajuddin Abi Naṣr ‘Abd al-Wahhāb bin ‘Ali bin ‘Abd al-Kāfy
as-Subuky, Ṭabaqāt as-Syāfi’iyyah al-Kubrō, Jeddah: Dār Ihyā’ al-Kutub
al-‘Arobiyyah, Juz VII, cet. Ke 5, t.ṭ., hlm. 336. Umar bin Ali bin Samuroh
al-Ja’idy, Ṭabaqāt Fuqohā’ al-Yaman, Beirut: Dār al-Qolam, t.ṭ., hlm.
174. Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān fī Maẓhab al-Imām
as-Syāfi, Damaskus: Dār al-Minhāj, Jilid I, cet. ke 1, 1421 H/ 2000 M, hlm.
120.
[2]Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz I, hlm.
121.
[3]Yāqūt al-Hamā, Mu’jām al-Baldān, Juz III, hlm. 296, dalam Abi
al-Husain Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz
I, hlm. 121.
[5]Qodli Ismail al-Akwa’, Hijar al-‘ilm wa Ma’āqilihi fī al-Yaman,
dalam Abi al-Husain Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān...,
Juz I, hlm. 121-122.
[6]Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz I, hlm.
123.
[7]Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz I, hlm.
122.
[8]Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz I, hlm.
129-130.
[9]Abu Muhammad Qōsim bin Muhammad bin ‘Ārif Agā an-Nūry, dalam Abi al-Husain
Yahya bin Abi Al-Khoir bin Salim al-‘Imrōny, Al-Bayān..., Juz I, hlm.
127.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar