Jumat, 30 Maret 2018

Biografi Imam Asy-Syirazi as-syafi'i




1.     Biografi Imam Asy-Syirazi
Nama lengkap beliau adalah Ibrahim bin ‘Ali bin Yūsuf Jamaluddin al-Firuzabadi al-Syirazi. Beliau adalah pemikir fiqh Al-Syafi’i, sejarawan dan sastrawan. Beliau lahir pada tahun 393 H di Firz Abaz, sebuah kota dekat Syiraz, Persia. Ketika beranjak dewasa beliau berpindah ke Syiraz[1]. Pada masa kecilnya beliau rajin menuntut ilmu. Dan dia menuntut ilmu pertama kalinya kepada abu abdillah Asy-Syirazi yaitu salah seorang sahabat dari abu hamid.
Pendidikan Imam al-Syirazi tergolong sangat panjang. Beliau mengembara ke beberapa daerah untuk mendengar, mengkaji, dan belajar kepada beberapa ulama. Pada tahun 410 H, beliau masuk di Syiraz dan belajar fiqh pada beberapa ulama besar, seperti Abu Ahmad Abdul Wahhab ibn Muhammad ibn Amin, Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Baidawi, Abu al-Qasim ibn Umar al-Karhi. Kemudian, beliau menetap di Basrah dan berguru pada al-Khuzi.[2]Tahun 415 H pindah ke Baghdad dan berguru ilmu ushul fiqh pada Abu Hatimal-Qazwaini dan al-Zajjaj.Sementara ilmu hadis diterimanya dari dari Abu Bakar al-Barqani, Abi ‘Ali bin Syāzān dan Abā Tayyib al-Tabari, bahkan menjadi asistennya.[3]
Abu Ishaq al-Syirazi adalah seorang ahli ushul fiqh bermazhab Syafi’iyyah. Beliau merupakan syaikh (guru) bagi madrasah an-Nizhamiyyah.
Az-Zarkali dalam kitabal-A’lamyang penulis kutip dalam buku “Sejarah Ushul Fikih” bertutur, “kecerdasan beliau tampak dalam bidang ilmu-ilmu syariat Islam. Beliau menjadi rujukan para penuntut ilmu, seorang mufti pada masanya dan dikenal sebagai sosok yang memiliki argumentasi kuat ketika berdebat.Wazir Nizham al-Mulk membangunkan untuk beliau Madrasah an-Nizhamiyyah di pinggir sungai Dajlah.Di situlah beliau mengajarkan ilmunya, hidup sebagai seorang fakir yang sabar. Tutur kata beliau sangat indah, wajahnya bersinar, bahasanya fasih, ahli debat ulung, dan senang membuat syair. Beliau memiliki banyak buah karya.”[4]
Nama Abu Ishaq al-Syirazipopular dimana-mana sebagai cendekiawan yang tangguh, bahasanya bagus, ahli berdebat dan berdiskusi dan pembela mazhab Syafi’iyyah. Beliau pernah menjadi dosen di Universitas Nizhamiyah di Baghdad, sebuah Perguruan Tinggi Islam yang didirikan oleh seorang wazir (Menteri) kerajaan Saljuk.[5]
Beliau menempati kedudukan tersendiri di hati Khalifah al-Muqtadi bin Amrillah, Ketika ia meninggal, Madrasah Nizamiyah sebuah perguruan tinggi yang dibangunnya dimana al-Syirazi juga mengajar, harus ditutup sebagai penghormatan dan rasa dukacita yang mendalam atas kematiannya.
Abu Ishaq adalah seorang master pada zamannya, dan merupakan poros keilmuan ulama’ pada masa itu. Orang-orang berbondong-bondong dan bertujuan menuntut ilmu kepada beliau. Sehingga mereka mendapatkan cahaya keilmuan sebab kezuhudan dan kewira’ian beliau.
Diantara murid-murid beliau yang masyhur adalah:
1.     Abu Ali Hasan bin Ibrahim bin Ali bin Barhun (w.527) pengarang kitab “ Al Fatawa wa al-Fawaid ala Al-madzhab
2.     Abu Qasim Ali Ahmad bin Ahmad bin Qasim al-Mahalli (w.493)
3.     Abu al-Fadlu Abdul Aziz bin Ali bin Abdul Aziz al-Asynahi (w.500) pengarang kitab faraid
4.     Abu Bakar, Ahmad bin Ali bin Tsabit, seorang Khatib di Baghdad. (w.463) pengarang kitab Tarikh Baghdadi
5.     Abu Abdillah Muhammad bin Abi Nasr al-Hamidi (w.488) pengarang kitab Jami’ Baina Shahihaini
Diatara karya-karya Imam Asy-Syirazi yaitu:
a.      Kitab al-Muhadzab fi madzhab syafi’i
b.     Kitab at-Tanbih
c.      Kitab an-Nukut fi Khilaf. Menjelaskan tentang perbedaan antara dua Imam. Yaitu imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah
d.     Kitab al-Luma’ fi Ushul Fiqih
e.      Kitab at-Tabshirah fi Ushul Fiqih
f.      Kitab Thabaqatul Fuqaha’
g.     Kitabul Ma’unah
h.     Kitabu nushhi ahlil ilmi
i.       Kitabu mulakhos fil hadits
j.       Kitabul Isyarah ila Madzhab ahlil haq[6]
Beliau meninggal di rumah Abu al-Muzaffar bin Rais al-Ruasa, malam Ahad Jumadil Akhir 476 H. Jenazahnya disalati oleh Khalifah al-Muqtadi bin Amrillah, setelah dimandikan oleh Abu al Wafā bin ‘Aqil al Hambali, kemudian dikubur di pemakaman Bāb al Harb, Baghdad.[7]



[1] Abdullah Mustofa al-Maraghi, Fath al-Mubi>n fi Tabaqa>t al-Ushu>liyyi>n: Pakar-pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Terj. Hussein Muhammad, (Yogyakarta: LKPSM, 2001),cet. 1, h. 159.
[2]Tapak Tilas 2011, Jendela Madzhab: Memahami Istilah & Rumus Madzahibu al-Arba’ah, Kediri: Lirboyo Press, 2001, h. 29
[3] Abdullah Mustofa al-Maraghi,........, hlm 159.
[4]Musthafa Sa’id al-Khin, Abhas Haula Ilm Ushul al-Fiqh; Tarikhuhu wa Tathawwuruhu, terjemahan  Muhammad Misbah & M. Hum dengan judul “Sejarah Ushul Fikih”, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014), hlm. 275.
[5] Sirajuddin Abbas, Thabaqa>t al-Sya>fi’iyyah, Ulama Al-Syafi’i dan Kitab-kitabnya dari Abad ke Abad, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1975), hlm. 128.
[6]An-Nawawi, Majmu’ ala Syarhil Muhadzad,(Beirut ,darul fikr, juz I, T.T) hlm. 11
[7] Ibnu Katsir, al-Bidayah wa An-Nihayah, terjemahan Misbah,( Jakarta: Pustaka Azzam, 2012), h. 39.

Biografi imam Ibnu Qudamah



1.     Biografi , Pendidikan dan Karya Ibnu Qudamah

Ibnu Qudamah lahir di Jama`il sebuah desa di pegunungan Nablus Palestina pada tahun 541-620 H / 1147-1224 M. Nama lengkap beliau Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah bin Miqdam bin Nasr bin abdillah al-Maqdisi. Pada tahun 551 tepatnya ketika Usianya 10 tahun, dia pergi bersama keluarganya ke Damaskus. Disana ia berhasil meghafal Al-Qur’an dan mempelajari kitab Mukhtashar Karya Al-Khiraqi dari para ulama Pengikut Mazhab Hambali.[1] Menurut para sejarawan Ibnu Qudamah termasuk keturunan Umar bin Khattab dari jalur Abdulloh bin Umar bin Khattab (Ibnu Umar)
Ibnu Qudamah mempelajari al-Qur`an dari ayahnya sendiri dan beberapa orang alim di desa jabal qasiyun di Lebanon. Pada usia 20 tahun, Ibnu Qudamah mulai mengembara ilmu khususnya di bidang fikih. Pada tahun 561 H Ibnu Qudamah berangkat dengan pamannya ke Irak untuk menuntut ilmu. Ia berada di Irak selama 4 tahun dan belajar kepada syeikh Abdul Qadir al-Jailany beserta beberapa syeh lainnya.[2]
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji, seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mugni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secara umum, dan khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam ‘Izzudin Ibn Abdus Salam As-Syafi’i, yang digelari Sulthanul ‘Ulama mengatakan tentang kitab ini: “Saya merasa kurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mugni”.
Ibnu Qudamah menikah dengan Maryam, putri Abu Bakar bin Abdillah Bin Sa’ad Al-Maqdisi. Dari pernikahannya itu dia di karuniai 5 orang anak : 3 orang anak laki-laki yaitu Abu Al-Fadhl Muhammad, Abu Al-‘izzi Yahya, dan Abu Al-Majid Isa, serta 2 orang anak perempuan yaitu Fatimah dan Syafiah.
Ibnu Qudamah termasuk ulama` besar dibidang ilmu fiqh bagi madzhab hanabilah. Beliau termasuk ulama' yang produktif dibidang tulisan. Terbukti dengan adanya pengakuan dari ulama` besar terhadap luasnya keilmuan ibnu qudamah. Hal ini dapat dibuktikan pada zaman sekarang melalui tulisan-tulisan yang ditinggalkannya.
Dalam perjalanan keilmuannya Ibnu Qudamah setidaknya berguru kepada 30 guru. Diantara mereka ada yang tinggal di Baghdad, Damaskus, Mousul, dan Mekkah. Disini penulis akan menyebutkan sebagian dari mereka:
1.       Abu Zur’ah Thahir bin Muhammad bin Thahi Al-Maqdisi di Baghdad (di Baghdad).
2.       Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Ahmad bin Ahmad yang dikenal dengan nama Ibnu Al-Khasysyab, seorang ahli nahwu pada masanya, serta seorang ahli hadist dan ahli fikih (di Baghdad).
3.       Jamaluddin Abu Al-Farj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad atau yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Jauzi, seorang penulis berbagai kitab terkenal (di Baghdad).
4.       Abu Hasan Ali bin Abdurrahman bin Muhammad Ath-Thusi Al-Baghdadi atau Ibnu Taaj, seorang qari’ dan ahli zuhud (di Baghdad).
5.       Abu Al-Fath Nashr bin Fityan bin Mathar atau yang dikenal dengan nama Ibnu Al-Mina An-Nahrawani, seorang pemberi nasehat tentang Agama Islam (di Baghdad).
6.       Muhammad bin Muhammad As-Sakan (di Baghdad).
7.       Ayahnya sendiri yaitu Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi (di Damaskus).
8.       Abu Al-Makarim Abdul bin Muhammad bin Muslim bin Hilal Al-Azdi Ad-Dimsyaqi (di Damaskus).
9.       Abu Al-Fadhl Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ath-Thusi (di Mousul).
10.    Abu Muhammad Al-Mubarak bin Ali Al-Hanbali, seorang imam dalam Mazhab Hanbali yang tinggal di Makkah, serta seorang ahli hadis dan ahli fikih (di Makkah).[3]
Tulisan Ibnu Qudamah bisa dikatakan sangat banyak. Meliputi beberapa disiplin ilmu, mulai dari fiqh, ushul fiqh, tauhid (ilmu kalam), hadis, dan lughoh. Adapun karya tulisan Ibnu Qudamah dalam bidang fiqh diantaranya adalah : (1) Al-Mugni  (2) Al-Kaafi (3) al-Muqni’ (4) Mukhtasar al-Hidayah (5) al-Umdah . Sedangkan karya tulis dalam bidang ushul fiqh adalah Raudhah an-Nazir wa Jannah an-Munazir[4]
Sekalipun Ibnu Qudamah menguasai beberapa disiplin ilmu tetapi yang paling menonjol sebagai ahli fiqh dan ushul fiqh. Keistimewaan al-Mugni adalah bahwa pendapat kalangan madzhab hanabilah sering sama dengan madzhab lainnya. Apabila pendapat madzhab hanabilah berbeda dengan pendapat madzhab lainnya, maka akan diberikan alasan dari al-Qur`an atau sunnah yang menampung pendapat madzhab hanabilah tersebut.
Kitab al-Mugni (fiqh) dan Raud}ah al-Na>z}ir (ushul fiqh) adalah dua kitab yang menjadi rujukan dalam Madzhab Hanabilah dan ulama`-ulama` lain dari kalangan madzhab selain hanabilah. Ibnu Qudamah wafat di Damaskus tahun 620 H pada waktu subuh, bertepatan dengan hari raya idul fitri. Janazahnya dimakamkan di jabal qasiyun.[5]



[1] Ibnu Qudamah, al-Mughny, Beirut : Dar al-Fikr, t.t., Juz 18, hlm. 11.
[2] Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakaarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm. 212.
[3] Ibnu Qudamah, Al-Mughni..., hlm. 20.
[4] Ibnu Qudamah al-Mughny..., hlm. 14.
[5] M. Ali Hasan, perbandingan Madzhab, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 282.

Biografi Imam Sahnun Al-maliki



       IMAM SAHNUN
1.      Biografi Imam Sahnun
Imam Sahun dikenal juga dengan Abu Sa’id Sahnun. Adapun nama lengkapnya adalah Abdussalam Ibn Sa’id Ibn Habib al-Tanukhi al-Arabi. Beliau bertempat tinggal di maghribi (Maroko). Beliau berasal dari Syam, tepatnya dari Humush. Imam Sahnun lahir pada tahun160 H (776/777 M.). Ayah beliau, Sa’id, adalah seorang tentara dari Syam dan beliau bukanlah seorang yang kaya, namun Sahnun muda sangat menikmati hidupnya dan pembelajarannya pada para ulama’ di kotanya yang sederhana tersebut.[1]Abu Sa’id datang bersama rombongan pasukan Humush. Julukan yang diberikan pada beliau adalah panggilan umumnya yakni “Sahnun”. Julukan tersebut diambil dari nama seekor burung yang cerdas dan berakal tajam. Hal ini disebabkan pemikiran Imam Sahnun yang terkenal sangat tajam dalam berbagai masalah.[2]
Imam Sahnun orang yang sangat terpercaya, jujur, wara’, tegas dalam kebenaran dan zuhud. Abu Bakar al-Maliki berkata, “Kendati demikian, ia tetap lembut hati, mudah berlinang air mata, khusyu’, tawaddu’, tidak banyak pura-pura namun sangat keras terhadap ahli bid’ah”. Asyhab pernah ditanya seseorang, “Siapa orang yang datang kepada kalian dari Maghrib?”. Beliau menjawab, “Sahnun”. Bukannya Asad Ibn Furad?” tanya seorang itu lagi. Ia menjawab, “Sahnun, demi Allah, ia lebih ahli fikih sembilan puluh sembilan tingkat dari Asad Ibn Furat”.[3] Asad Ibn Furad adalah salah seorang murid Imam Malik yang memiliki banyak bakat potensi. Selain seorang faqih ia juga ahli menunggang kuda. Beliaulah yang menjadi pimpinan pasukan muslim dalam menakhlukan Sisilia, dimana beliau gugur sebagai syuhada’.[4] 
Sahnun pernah menjadi hakim setelah sebelumnya dipaksa menjabat. Padahal tadinya ia menolak jabatan itu di tahun 234 Hijriah. Ketika itu usianya 74 Tahun. Jabatan hakim diembannya sampai ia meninggal di tahun 240 Hijriah, atau hanya selama enam tahun. Dalam mengemban tugasnya sebagai hakim, beliau tidak pernah mengambil gajinya, juga tidak mau berhubungan dengan sultan.[5] 
Imam Sahnun Abdul Salam Ibn Sa’id at-Tanukhi meninggal pada hari senin tahun 240 H. dalam usia 80 tahun.[6]

2.      Pendidikan Imam Sahnun
Imam Sahnun belajar fiqih kepada ulama’ Mesir dan Madinah hingga menjadi ahli fiqih dan tokoh terkenal pada zamannya. Beliau menulis kitab al-Mudawwanah dalam madzhab yang menjadi sandaran madzhab Maliki.[7]Pengembaraannya dalam mendulang ilmu tentang fiqh Imam malik berawal dari surat rekomendasi gurunya yakni al-Buhlul Ibn Rasyid kepada Ali Ibn Ziyad untuk mengajari murid kesayangannya yakni Sahnun di tunisia. Tanpa mengurangi rasa hormat Ali Ibn Ziyad kepada al-Buhlul, Ali datang untuk mengajari Sahnun muda tentang apa yang beliau pelajari dari Imam Malik. Proses pembelajaran ini yang membuat Sahnun muda semakin haus akan fiqh Imam Malik. Pada tahun 178 H., Sahnun muda mengembara ke mesir untuk mendalaminya dengan belajar kepada murid-murid terkemuka Imam Malik, seperti Ibnu Al-Qasim, Ibn Wahab dan Ashab. Pada saat itu Sahnun muda telah membawa beberapa bagian dari kitab al-Muwaththa’ yang telah dipelajarinya dari Anas Ibn Furat.[8]
Sebenarnya beliau sangat ingin belajar langsung kepada Imam Malik sebelum sang Imam Meninggal, namun ketika itu beliau belum memiliki cukup biaya untuk mengembara. Oleh sebab itu beliau hanya bisa belajar dan mendengar dari Ibnu al-Qasim, murid Imam Malik. Jawaban-jawaban Imam Malik terhadap masalah-masalah yang ada dibenak Sahnun, bisa didengar dan didapat dari Ibnu Al-Qasim.[9]
Imam Sahnun pernah berkata, “Aku tengah berada ditempat Ibnu Al-Qasim dan jawaban-jawaban Imam Malik terhadap berbagai masalah selalu ditanyakan kepadanya”. Kemudian Sahnun ditanya, “Mengapa kamu tidak mendengar langsung dari Imam Malik?” Imam Sahnun menjawab “Aku tidak memiliki banyak uang”. Pada kesempatan lain beliau menuturkan “itu karena kemiskinanku. Jika bukan karena kemiskinan, maka aku bisa belajar dari Malik”. Selain dari Ibnu Qasim, beliau juga belajar kepada Ibnu Wahab, Asyhab, Abdullah Ibn Abdul Hakam dan murid-murid Imam Malik lainnya.[10]
Setelah berbekal ilmu dari negeri Mesir dan kota-kota lainnya, ia kembali ke Maghrib. Disana, kepemimpinan ilmu diserahkan kepadanya. Pendapat-pendapatnya dijadikan sandaran. Imam Sahnun pun menulis kitab Al-Mudawwanah dan ia memiliki sejumlah murid dan sahabat yang tidak dimiliki murid-murid Imam Malik lainnya.[11]
Sebagai guru utamanya dalam mempelajari fiqh Imam Malik Abu Abdullah, Abdurrahman Ibnu al-Qasim (meninggal di Mesir pada than 191 H.) adalah seorang yang belajar ilmu fiqh dari Imam Malik selama 20 tahun. Dan dari al-Laits Ibn Sa’ad seorang ahli ilmu fiqh mesir (meninggal pada tahun 175 H.). Yahya Ibn Yahya menganggapnya sebagai seorang yang paling alim tentang ilmu Imam Malik dikalangan sahabatnya dan orang yang paling amanah terhadap ilmu Imam Malik. Beliau telah meneliti dan mentashih kitab al-Mudawwanah yaitu kitab terbesar dalam madzhab Malik. Imam Sahnun al-Maghribi mempelajari kitab ini dan kemudian menyusun ulang berdasarkan susunan fiqh Abu Abdullah.[12]
Abdurrahman Ibnu al-Qasim adalah murid Imam Malik yang paling hebat dan terkenal. Kedudukan Abdurrahman Ibnu al-Qasim dalam madzhab Malik seperti kedudukan Muhammad Ibn al-Hasan dalam madzhab Hanafi, karena keduanya adalah rawi dan pengusung madzhab guru-gurunya. Ibnu Qasim menjadi hujah dan fondasi utama madzhab Maliki. Banyak orang yang meriwayatkan darinya dan kepadanya segala masalah dan fatwa Imam Malik dirujuk.[13]

3.      Karangan Imam Sahnun
Kitab al-Mudawwanah adalah buku yang ditulis oleh Imam Sahnun dan diperiksa serta diteliti oleh Ibnu al-Qasim. Sehingga tidak jarang orang-orang menganggap Ibnu Qasim sebagai pemilik dan penulis al-Mudawwanah.[14]Brockelmann, dalam bukunya Arabic Literature, mengatakan bahwa Asad Ibn Furat dan Ibn Qasim memiliki tugas untuk menyebarkan madzhab Maliki di daerah barat. Namun, hal itu benar-benar terjadi berkat jasa Imam Sahnun karena telah mengarang kitab al-Mudawwanah, yang mana kitab tersebut berpondasikan kitab karangan Imam Malik yakni al-Muwaththa’. Sebelum era 1300-an, kitab ini sangat sulit dijumpai. Namun sejak tahun 1324 M. edisi pertama kitab ini telah diterbitkan di cairo dengan cetakan sebanyak empat volume. Dan edisi kedua pada tahun 1905 M. Sebelumnya kitab ini mulai beredar pada era 400-an dan kesemuanya disalin dengan tulisan tangan.[15] 
Kisah lain tentang kitab al-Mudawwanah diceritakan dalam sebuah kitab karangan Imam adz-Dzahabi yang menyebutkan bahwa asal muasal kitab al-Mudawwanah karangan Imam Sahnun adalah pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan oleh Asad Ibn Furat kepada Ibnu Qasim. Ketika Imam Sahnun pergi membawanya, beliau mentashihkan pengetahuannya akan kitab tersebut kepada narasumber utamanya yakni Ibnu Qasim. Ibnu Qasim lalu membetulkan kesalahan yang ada didalamnya, juga menggugurkannya. Kemudian Imam Sahnun menyusun kembali dan memberinya bab-bab. Beliau juga menyatukan dasar-dasar untuk jawaban yang ditanyakan dan beberapa diantara dasar-dasar tersebut adalah atsar-atsar yang diriwayatkannya sendiri.[16]



[1]E.J.Brill’s, First Encyclopedy Of Islam, (Laiden: Photomechanical reprint Vol VII 1987), hlm. 64
[2]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: Kisah Perjalanan dan Pelajaran Hidup Sang Imam Madinah, (Jakarta: Zaman 2012), hlm.287
[3]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm.288
[4]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: …., hlm. 283
[5]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: …., hlm. 288
[6]Adz-Dzahabi, As-Siyar A’lam An-Nubala’, Terj. Fathurrahman dan Abdul Somad (Jakarta: Pustaka Azzam Jil 3 2008), hlm 17, lihat juga E.J.Brill’s, First Encyclopedy Of Islam….,  hlm. 65
[7]Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr, Juz. 1), hlm. 34
[8]E.J.Brill’s, First Encyclopedy Of Islam….,  hlm. 64
[9]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm.287
[10]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm.287
[11]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm.287-288
[12]Wahbah Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr, Juz. 1), hlm. 32
[13]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm. 270-271
[14]Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik: ….,hlm. 268-270
[15]E.J.Brill’s, First Encyclopedy Of Islam …., hlm. 65
[16]Adz-Dzahabi, As-Siyar A’lam An-Nubala’, Terj. …., hlm. 17