Tinjauan Hukum (Pengertian,Tujuan, Fungsi)
A.
Pengertian Hukum
Para ahli hukum sampai sekarang
tidak atau belum sepakat tentang definisi hukum.[1]
Hampir semua ahli hukum berlainan pendapat tentang definisi hukum. Imanuel Kant
lebih dari 150 tahun yang lalu menulis “Noch
Suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht”, (tidak seorang ahli hukum pun yang
mampu membuat definisi tentang hukum). Ketidaksepakatan ini disebabkan
persoalan lahan hukum sangat luas dan rumit, yaitu menyangkut luas dan rumitnya
permasalahan kehidupan manusia. Kadang satu definisi memuaskan salah satu pihak
dan tidak memuaskan pihak lain.[2]
Untuk mendapatkan gambaran tentang
pengertian hukum, terlebih dahulu dapat ditelusuri dari makna secara etimologi.
Kata hukum berasal dari حكم – يحكم – حكما , yang artinya menghukum, memutus, menetapkan.[3] Dalam bahasa latin hukum dikatakan terdapat banyak
penyebutan, diantaranya:[4]
1.
recht yang berasal dari kata rectum yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan, atau
pemerintahan.
2.
Ius yang berasal dari bahasa latin Iubere yang artinya mengatur atau memerintah.
3.
Lex, yang berasal dari kata Lasere, yang artinya mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah.
Hukum dalam bahasa Inggris biasa
menggunakan istilah law yang menurut
Lawrence M. Friedman adalah a set of
rules or norms, written or unwritten, about right and wrong behavior, duties,
and rights, yang artinya seperangkat peraturan atau norma, tertulis maupun
tidak tertulis, mengenai perilaku benar dan salah, kewajiban-kewajiban dan
hak-hak.[5]
Sedang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, hukum memiliki arti: [6]
a.
Peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah;
b.
Undang-undang,
peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup mengatur pergaulan
hidup masyarakat.
Sedang menurut fuqaha’ hukum adalah
ان الحكم هو الخطاب المتعلق بأفعال المكلفين
بالإقتضاء او التخييراوالوضع,
Hukum adalah
khitab (kalam) yang mengatur hukum perbuatan-perbuatan mukallaf, baik yang
berupa iqtida’ (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk
meninggalkan, atau penetapan
sesuatu sebagai sebab atau syarat.[7]
Meskipun demikian, ada beberapa pakar hukum yang
memberikan definisi, diantaranya:[8]
1. Menurut Prof. Mr. E. M.
Meyers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditunjukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman
bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
2. Menurut Leon Duguit, hukum
adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersanma dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
3. Menurut Immanuel Kant, hukum
adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang
satu dapat meyesuaikan diri dari kehendak bebas dari orang yang lain menuruti
asas tentang kemerdekaan.
4. Menurut Utrecht, hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu.
5. Menurut S.M. Amin, SH, hukum
adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi dan tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
6. Menurut J.C.T. Simorangkir,
hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingakh
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib. Pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan dengan hukum tertentu.
7. Menurut M.H. Tirtaamidjaya,
SH, hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam aturan tingkah
laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti
kerugian jika melanggar aturan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Dari kesimpulan di
atas bahwa hukum terkandung unsur-unsur:
1.
Adanya peraturan diadakan oleh
badan-badan resmi yang berwajib dan tingkah laku manusia,
2.
Tujuan mengatur tata tertib
kehidupan masyarakat,
3.
Peraturan itu bersifat
memaksa, dan
4.
Adanya sanksi bagi pelanggaran
terthadap peraturan tersebut.
B. Hukum
obyektif dan hukum subyektif
Hukum
berdasarkan wujudnya dibagi menjadi dua, yaitu hukum obyektif dan hukum
positif. Namun, menurut Kansil pembagian hukum berdasarkan golongan ini jarang
digunakan orang.[9]
Adapun penjelasannya sebagai berikut:[10]
1.
Hukum Obyektif
Hukum
obyektif adalah kaidah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak
dimaksudkan untuk mengatur sikap tindak orang tertentu saja. Hukum obyektif
sebagai kaidah yang bersifat dan berlaku umum.
2.
Hukum subyektif
Hukum
subyektif adalah hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap
seorang tertentu atau lebih. Hukum subyektif ada juga yang menyebut sebagai
hak, dan ada yang mengartikan sebagai hak dan kewajiban. Hukum subyektif dalam
wujud hak dan kewajiban yang terbit bagi seorang tertentu atau lebih yang
terlibat dalam suatu peristiwa hukum, perbuatan hukum, dan hubungan hukum yang
memang telah diatur oleh hukum obyektif.[11]
- Hak
dan kewajiban
Hak adalah wewenang yang diberikan hukum obyek kepada
subyek hukum. Wewenang yang diberikan kepada subyek hukum contohnya wewenang
untuk memiliki tanah dan bangunan yang penggunanya diserahkan kepada pemilik itu
sendiri.ia bebas melakukan tanah tersebut sesuai dengan undang-uundang.[12]
Telah diketahui bahwa, hak itu ada manakala terjadi peristiwa hukum. Contohnya,
suatu perjanjian jual beli rumah. Perjanjian tersebut dapat menimbulkan hak dan
kewajiban jika kesepakatan itu terjadi mengenai harga, cara pembayaran, tempat
transaksi dan sebagainya antara penjual rumah dan pembeli.
Prof. Mr.L.J. van Apeldoorn menegtakan dalam buku yang
berjudul inleiding tot de studie van het
Nederlandse yang saya kutip dari buku Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia bahwa hak adalah hukum yang dihubungkan dengan seorang manuisa atau
subyek hukum tertentu dan dengan demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan dan
suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak.[13] Maka
dari itu jika diamati, suatu hak dapat timbul karena beberapa sebab:
1.
Adanya subyek hukum baru, baik berupa orang maupun badan
hukum
2.
Adanya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak
perjanjian
3.
Seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat
mutlak untuk memperoleh hak itu
4.
Kedaluarsa yang bersifat akuistif (acquistief
verjaring) yaitu yang dapat melahirkan hak bagi seseorang.
Adapun
hak dapat lenyap dari beberapa akibat:
1.
Pemegang hak tersebut meninggal dunia dan kebetulan tidak
didapati pengganti atau ahli waris yang ditunjuk, baik oleh si pemegang hak itu
sendiri maupun oleh hukum
2.
Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat
diperpanjang lagi. Misalnya sewa rumah yang telah habis masanya dan kebetulan
oleh yang punya rumah tidak disewakan lagi
3.
Telah diterimanya suatu benda yang menjadi obyek hak itu
sendiri. Misalnya seseorang yang mempunyai piutang pada orang lain. Hak menagih
yang ia punya akan lenyap manakala si debitur telah melunasi utangnya
4.
Kadaluarsa yang bersifat ekstingtif yaitu, kadaluarsa yang
menghapuskan hak. Misalnya sesorang yang mempunyai sebidang tanah yang
diterlantarkan. Tanah itu kemudian selama tiga puluh tahun dipelihara, digarap,
dan dikuasai oleh orang lain dan orang lain tersebut berhak atas tanah
tersebut.
Selain hak, ada istilah lain yaitu kewajiban. Pengertian
dari kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau badan
hukum. Misalnya, kewajiban seseorang pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan III ke
atas dan pengusaha untuk membayar pajak penghasilan setelah dikurangi penghasilan
tidak kena pajak (PTKP). Apabila diamati kewajiban itu timbul atas beberapa
sebab:
1.
Diperolehnya sesuatu hak yang dengan syarat harus
memenuhi kewajiban tertentu
2.
Adanya suatu perjanjian yang disepakati bersama
3.
Kesalahan seseorang yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain
4.
Telah menikmati hak tertentu yang harus diimbangi dengan
kewajiba tertentu
5.
Kadaluarsa, misalnya adalah kewajiban baru membayar denda
atas pajak kendaraan bermotor bagi yang telat membayar pajak.
Di samping timbul, kewajiban juga dapat hilang atas beberapa
sebab:
a.
Meninggalnya seseorang yang mempunyai kewajiban tanpa ada
yang menggantikannya, baik ahli waris maupun orang lain atau badan hukum yang
ditunjuk oleh hukum
b.
Masa berlakunya telah habis dan tidak dapat diperpanjang
kembali
c.
Kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh yang bersangkutan
d.
Hak yang melahirkan kewajiban telah hilang
e.
Ketentuan undang-undang
f.
Kewajiban telah dialihkan atau beralih pada pihak lain
g.
di luar kemampuan manusia sehingga manusia dapat memenuhi
kewajiban tersebut
D. Tujuan
hukum
Tujuan Allah mensyariatkan hukumnya adalah untuk
memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di
dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif, yang
pelaksanaanya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang utama, yakni alquran
dan hadits. Ada yang mengatakan bahwa
tujuan hukum Islam adalah mengambil maslahat dan mencegah kerusakan.
Adapun tujuan hukum Islam bila dilihat dari segi tingkat dan peringkat
kepentngannya bagi manusia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
Tujuan primer (ad-daruriy)
Tujuan primer hukum Islam adalah tujuan hukum yang harus
ada demi adanya kehidupan manusia. Apabila tujuan tersebut tidak tercapai, maka
akan menimbulkan ketidak ajegan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan
akhirat, bahkan merusak kehidupan itu sendiri. Kebutuhan hidup yang primer ini
hanya bisa dicapai bila terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yang disebut maqashid
as-syariah, lima tujuan utama hukum Islam yang telah disepakati oleh
seluruh agamawan. Kelima tujaun utama ini adalah:
b.
Memelihara agama
Tujuan primer dalam memelihara agama yaitu memelihara dan
melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat daruriyyat, seperti
melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu diabaikan maka terancamlah
eksistensi agama.
c.
Memelihara jiwa
Tujuan primer dalam memelihara jiwa, seperti memnuhi
kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan ini
diabaikan, maka akan berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia.
b.
Memelihara akal
Tujuan primer dalam memlihara akal, seperti diharamkan
meminum minuman keras. Jika ketentuan ini tidak diindahkan, maka berakibat
terancamnya eksistensi akal.
c.
Memelihara keturunan atau kehormatan
Tujuan primer dalam memelihara keturunan, seperti
disyariatkan menikah dan dilarang berzina.
d.
Memelihara harta
Tujuan primer dalam memelihara harta, seperti syariat
tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain
dengan cara yang tidak sah.
2.
Tujuan Sekunder (al-hajjiyyat)
Tujuan sekunder hukum Islam adalah terpeliharanya tujuan
kehidupan manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder hidup manusia
itu. Kebutuhan sekunder ini bila tidak terpenuhi atau terpelihara akan
menimbulkan kesempitan yang mengakibatkan kesulitan hidup manusia. Namun
kesempitan hidup tidak akan mngakibatkan kerusakan yang emnimbulkan kerusakan
hidup manusia secara umum. Kebutuhan hidup yang bersifat sekunder terdapat
dalam:
a.
Ibadah
Terpeliharanya tujuan sekunder hukum Islam dalam ibadah
umpamanya, dapat tercapai dengan adanya rukhshah shalat bagi mereka yang
sedang dalam perjalanan atau mereka yang tengah mengalami kesulitan, baik
katrena sakit atau karena sebab lainnya.
b.
Adat
Contoh tujuan hidup dalam bidang adat, seperti adanya
kebolehan berburu dan menikmati segala yang baik-baik selama hal itu
dihalalkan, baik berupa makanan, sandang, papan, dan sebagainya.
c.
Mu'amalah
Tujuan hukum sekunder dalam
bidang mu’amalah dapat tercapai antara lain dengan adanya hukum musaqah dan
salam. Musaqah merupakan sistem kerja sama dalam bidang pertanian, yakni
sistem bagi hasil yang dikenal dengan sebutan paroan sawah. Jual beli salam
merupakan sistem jual beli melalui pesanan dan pembayaran di muka atau di
kemudian hari setelah terjadi penyerahan barang yang diperjualbelikan.
e.
Bidang hukum pidana atau jinayah
Contoh dalam bidang hukum
pidana atau jinayah seperti adanya sistem sumpah dan denda dalam proses
pembuktian dan pemberian sanksi hukum atas pelaku tindak pidana.
3.
Tujuan tertier (at-tahsiniyyat)
Tujuan tertier hukum Islam
adalah tujuan hukum yang ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan
cara melaksanakan apa-apa yang baik dan paling layak menurut kebiasaan dan
menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat. Pencapaian tujuan tertier
hukum Islam ini biasanya terdapat dalam bentuk budi pekerti yang mulia atau akhlaq
al-karim.
E. Fungsi
hukum
Hukum Islam mempunyai fungsi Rahmatl lil Alamin.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk adanya aturan-aturan yang komprehensif di dalam
alquran. Fungsi tersebut juga lebih ditekankan pada upaya tercipta dan
terwujudnya ketertiban, keserasian, ketentraman, dan keamanan bagi setiapa umat
manusia.
Menurut
J.P. Glastra van Loon bahwa hukum mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu:
1.
Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup
2.
Menyelesaikan pertikaian
3.
Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan
aturan-aturan
4.
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka
penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, dan
5.
Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan
cara merealisasi fungsi di atas.
Sedangkan
menurut Sjachran Basah, fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat terutama di
Indonesia, mempunyai fungsi, yaitu:
a. Direktif,
sebagai pengarah dalam membangun untuk
membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan
bernegara;
b. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;
c. Substantif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan
penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat;
d. Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun
sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
e. Korektif, dalam
mendapatkan keadilan
Dalam perkembangan masyarakat,
fungsi hukum dapat terdiri dari:
1.
Sebagai alat pengatur tata
tertib hubungan masyarakat;
2.
Sebagai sarana untuk
mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat tersebut, maka hukum
dapat memberi keadilan adalah dapat menentukan siapa yang salah dan siapa yang
benar.
3.
Sebagai sarana penggerak
pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan
untuk menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat
ke arah yang lebih maju.
4.
Sebagai fungsi kritis
Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai
fungsi kritis yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan
pada aparatur pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan
aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya.
Dari penyebutan fungsi
hukum di atas, bahwa fungsi hukum adalah kadar kesadaran hukum masyarakat dan
pengayoman dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
[2]Kansil,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1980, hlm. 33
[5]Nur Syam, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2010, hlm. 37
[7]Abi Yahya Zakaria, Ghoyah al- Wusul, (Indonesia: Haramain,
2001), hlm. 6
[10]
Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar