Sabtu, 28 September 2019

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMULIA TANAMAN DALAM HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN


      I.          
1. Latar Belakang
Negara Indonesia bagaikan surga bagi keanekaragaman hayati dengan sumber daya alam yang melimpah dan begitu beraneka ragam, membuat negara lain iri dan terus melirik untuk bisa memiliki yang negara mereka tak memilikinya. Namun tak kekayaan alam indonesia membutuhkan perlindungan dan juga pengembangan sehingga dapat menciptakan varietas baru yang lebih bagus dan menyesuaikan perkembangan keadaan.
Faktanya negara lain yang kekayaan hayatinya lebih sedikit dibanding indonesia justru malah dapat menciptakan varietas unggul, sebab ketertinggalan Indonesia dari berbagai faktor yang kurang mendukung dalam penelitian pemuliaan varietas tanaman, dari segi tekhnologi Indonesia tertinggal maupun dari segi regulasi hukum yang masi tertinggal dan kurang menguntungkan bagi peneliti Indonesia.
Undang-undang yang sudah ada di Indonesia dalam menjaga hak varietas tanaman yaitu UU No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Terhadap Varietas Tanaman, dalam UU tersebut telah memberikan jaminan perlindungan terhadap pemulia tanaman yaitu orang yang telah menemukan dan menghasilkan varietas baru serta orang yang menerima hak dari pemulia tanaman.
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) pada hakikatnya merupakan pelaksanaan dari berbagai kewajiban internasional yang harus dilakukan oleh Indonesia, khususnya berkaitan dengan World Trade Organization/Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (GATT/TRIPs), yang antara lain mewajibkan kepada tiap negara anggota mempunyai dan melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) termasuk perlindungan varietas tanaman.[1]
    II.          Rumusan Maslah
1.     Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Pemulia Tanaman Dalam Hak Perlindungan Varietas Tanaman?
2.     Bagaimana Upaya Hukum Untuk Melindungi Hak Pemulia Dalam Perlindungan Varietas Tanaman?
  III.          Metode Penelitian
Metode yang digunakan  dalam penelitian ini yaitu metode Yuridis Normatif, fokus dalam metode ini adalah terhadap peraturan perundang-undangan yang memiliki korelasi terhadap permasalahan yang mejadi obyek penelitian. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan logika kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya[2].(Ibrahim 2007: 57).
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan yang bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh perundang-undang yang berlaku dan untuk mengetahui keberlakuan norma dalam kasus yang menjadi obyek penelitian.[3] (Marzuki 2007: 93-95).
  IV.          Konseptual
1.   Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
Pengertian varietas yang ada dalam UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, adalah Bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Sementara dalam UU No.29 Tahun 2000 varietas  sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Dua pengertian yang berbeda tersebut di atas pada dasarnya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang ada disebabkan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan pada waktu penyusunan UU No. 29 Tahun 2000.
Hak Perlindungan Varietas Tanaman biasa disingkat (PVT) adalah hak yang diberikan kepada pemulia dan atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu keterangan tersebut terdapat pada (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman). Perlindungan diberikan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.[4]
istilah yang sering digunakan dalam Perlindungan Varietas Tanaman antara lain:
a.   Perlindungan Varietas Tanaman, ini merupakan istilah paling populer dengan singkatan PVT
b.   Varietas tanaman, yang biasa disebut varietas, merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe.
c.   Varietas Hasil Pemuliaan merupakan varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman.
d.   Pemuliaan tanaman, adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas.
e.   Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
f.    Benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak  atau mengembangbiakkan tanaman.[5]
2.     Perlindungan Hukum Bagi Pemulia Tanaman Dalam Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
Tidak semua varietas Tanaman mendapat perlindungan  hukum, hanya varietas tanaman yang memenuhi persyaratan Undang-Undang PVT yang mendapat perlindungan hukum. Menurut Undang-Undang PVT, yang menjadi objek PVT adalah varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemulian tanaman.
3.     Upaya Hukum Untuk Melindungi Hak Pemulia Dalam Perlindungan Varietas Tanaman
    V.          Hasil Penelitian Dan Analisis
  VI.          Kesimpulan


DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Jhonny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . Malang.
Marzuki Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta Raja Grafindo Persada.


[1] Nina Nuraini, Perlindungan Hak Milik Intelektual Varietas Tanaman (Guna Peningkatan Daya Saing Agribisnis) (Bandung: Alfabeta, 2007), halaman 58.
[2] (Ibrahim 2007: 57).
[3] (Marzuki 2007: 93-95).
[4] Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1997), hal.23
[5] Muhammad Djumhana, Hukum dalam Perkembangan Bioteknologi, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1995), hal.111

Sabtu, 18 Mei 2019

KONSEP KEADILAN, KEPASTIAN, dan KEMANFAATAN dalam HUKUM


KONSEP KEADILAN, KEPASTIAN, dan KEMANFAATAN
Menurut Gustav Radbruch, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa,“hukum itu harus memenuhi berbagai karya sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.”[1] Ketiga nilai dasar tersebut selalu menarik untuk dikaji demi menemukan kontruksi yang tepat untuk mengkompromikan ketiga nilai tersebut tanpa menimbulkan ketegangan antara satu nilai dan nilai yang lainnya.
1.     Nilai Keadilan
Dalam mengartika keadilan, Plato sangat dipengaruhi oleh cita-cita kolektivistik yang memandang keadilan sebagai hubungan harmonis dengan berbagai organisme sosisal, setiap warga Negara harus melakukan tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat alamiyahnya.[2] Keadilan dalam pandangan plato bisa terwujud manakala setiap individu bergerak sesuai proposi dan tanggung jawab masing-masing, sehinggga terciptalah masyarakat yang berkeadilan karena tindakan masing-masing individu tersebut yang saling berhubungan.
Lain halnya dengan Aristoteles, menurutnya keadilan berisi suatu unsur kesamaan, bahwa semua benda-benda yang ada di alam ini dibagi secara rata yang pelaksanaanya dikontrol oleh hokum, menurut Aristotes keadilan dibagi menjadi dua. pertama keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yag menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal.[3]
Kelsen adalah tokoh yang berusaha mereduksi sejumlah teori keadila menjadi dua pola dasar, Rasional dan metafisik. Tipe rasional adalah yang berusaha mennjawab pertanyaan tentang keadilan dengan cara mendefinisikanya dalam suatu pola ilmiah atau Quasi ilmiah. Yang pada intinya rasional adalah berlandaskan pada akal. Tipe Metafisk merupakan realisasi sesuatu yang diarahkan kedunia lain di balik pengalaman manusia.[4]
Menurut John Rawls kebebasan dan kesamaan merupakan unsur yang menjadi bagian inti teori keadilan, Rawls menegaskan bahwa kebebasan dan kesamaan seharusnya tidak di korbankan demi manfaat social atau ekonomi, betapapun besarnya manfaat yang di dapat dari sudut itu.[5] Dalam pandangan Rawls keadilan tidak harus sama namun haruslah yang memberi keuntungan semua pihak.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Hemat penulis keadilan merupakan sebuah aksi individu atau kelompok dalam sebuah realita social yang  bisa diterima semua. 
2.     Nilai Kepastian
Kepastian hukum merupakan salah satu istilah yang banyak diperdengarkan di kalangan masyrakat umum. Kepastian hukum adalah kepastian mengenai hak dan kewajiban, mengenai apa yang menurut hukum boleh dan tidak boleh.[6]  Menurut Apeldoorn, kepastian Hukum mempunyai dua segi, yaitu[7]
1.     Soal dapat ditentukanya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal konkrit, yakni pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum ia memulai perkara. Menurut Roscoe pound ini merupakan segi predictability (kemungkinan meramalkan). Demikian menurut Algra et.al, aspek penting dari kepastian hukum ialah bahwa putusan hakim itu apat di ramalkan lebih dulu.
2.     Kepastia hukum berarti keamanan hukum, artinya perlndungan bagi para pihak terhadap kesewenag-wenangan hakim.
Kepastian hukummerupakan perlindungan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui legislasi yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pulah penerapanya. Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya. Akan tetapi  kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi.
3.     Nilai Kemanfaatan
Kemamfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya mamfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyrakat. Karena kalau  kita berbicara tentang  hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang trkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat.  Sesuai dengan prinsip tersebut diatas, saya sangat tertarik membaca pernyataan  Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap disamping yang lain-lain, seperti kemanfaatan (utility, doelmatigheid). Olehnya itu didalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.


[1]Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 19.
[2]Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 46
[3] Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis; Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam. Terjemahan oleh Yudian Wahyudi Asmin, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991) hlm. 36
[4] Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis… hlm 37
[5]Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 46. Lihat: J. Rawls, A theory of Justice, (Massachusetts: The Belknap Press of Havard Uiversity Press, 1971), hlm. 62.
[6]N.E.Algra et al, Mula Hukum, terjemahan J.C.T. Simorangkir dari Rechtsaanvang. (Jakarta: Binacipta,1983), hlm.44
[7]Apeldoorn, hlm 117

Minggu, 14 April 2019

Nafkah mut ah menurut para ulama dan hukum Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan suatu perbuatan yang begitu erat kaitanya dengan kehidupan kita, begitupun dengan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat pernikaha. Tidak akan ada habisnya permasalahan dalam pernikahan yang muncul beriringan dengan perkembangan zaman saat ini, setiap fenomena baru dalam kehidupan ini tentu harus dipecahkan dan ditemukan solusinya supaya dapat memberikan kemanfatan atau kemaslahatan dengan landasan hukum islam tentunya dengan al-Quran dan Hadis.
Ketika Islam datang dengan keagungannya, Islam membersihkan aib kebodohan yang melekat pada diri wanita melalui pemberian kembali hak-haknya untuk menikah serta bercerai. Islam mewajibkan bagi laki-laki untuk membayar mahar kepada kaum wanita. Islam sangat mengharga wanita, tak pernah berhenti memperjuangkan hak-hak wanita, bahkan hampir menyetarakannya dengan laki-laki walaupun tidak disemua lini.
Pernikahan memiliki tujuan yang mulia disamping sebagai sarana menyalurkan kebutuhan biologis, nikah juga bertujuan membina keluarga yang bahagia dan untuk meraih ridha Allah Swt. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dalam membina keluarga tentu masing-masing pasangan memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Ketika hak dan kewajiban tidak berjalan dengan seimbang dalam membina rumah tangga pertengkaran seringkali terjadi yang mengakibatkan putusnya suatu perkawinan. Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan untuk menjelaskan perceraian atau berakhirnya suatu hubungan antara seorang laki-laki dengan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Putusnya pernikahan diperbolehkan dalam hukum islam, namun hal tersebut dibenci Allah Swt, seperti yang telah termaktub dal al-Quran surah al-Baqaroh ayat 229:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”

Dalam perceraian tidak semena-mena dapat berpisah sesuka hati para pihak namun ada aturan tersendiri yang sudah Allah Swt jelaskan dalam Wahyunya, yaitu dalam al-Quran surat at-Talak ayat 1:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Rabb-mu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”

Putusnya perkawinan dalam istilah fiqh disebut dengan talaq atau furqah. Talaq adalah membuka ikatan membatalkan perjanjian. Sedangkan furqah adalah bercerai yaitu lawan arti dari berkumpul. Problem dalam pernikahan yang tidak bisa diselesaikan bersama maka jalan terahir adalah perpisahan. Dalam hukum islam perpisahan memberikan implikasi yang berbeda-berbeda sesuai dengan bentuk perpisahan pernikahan tersebut.
Ada beberapa bentuk putusnya perkawinan dari segi siapa yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu, yaitu sebagai berikut:
Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah satu suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir hubungan perkawinan tersebut.
Putusnya perkawinan atas kehendak suami dengan berbagai alasan dinyatakan dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam hal ini disebut dengan talaq.
Putusnya perkawinan atas kehendak istri karena melihat sesuatu yang mengakibatkan putusnya perkawinan, sedangkan suami tidak berkehendak atas itu. Kehendak putusnya perkawinan yang disampaikan istri dengan cara tertentu diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapan menjatuhkan talaq untuk memutuskan perkawinan itu, putusnya perkawinan semacam itu disebut dengan khulu.
Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan dilanjutkan.
Kewajiban-kewajiban sebagai suami tidak secara langsung menghilang pasca hilangnya ikatan pernikahan, namun masih melekat sebagian kewajiban yang menjadi hak istri yang harus dipenuhi, ketentuan tersebut terdapat dalam al-Quran surat at-Talak ayat 6:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Perintah pada suami yang menceraikan istrinya untuk memberikan tempat tinggal dan nafkah yang mana hal ini juga tersirat dalam  KHI pasal 158-160 telah di sebutkan atas kewajiban bekas suami untuk membayar mutah dengan syarat sebagai berikut(pasal 158 KHI) :
Belum ditetapkan mahar bagi istri bada ad-dukhul
Perceraian itu atas kehendak suami.
Tanpa kedua syarat diatas (pasal 159 KHI) hukum pemberian suami yang bersifat Mutah menjadi sunnah, pembahasan besarnya Mutah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami tertera pada pasal 160 KHI. Dalam Al-Quran ketentuan tentang mutah juga telah dibahas sebagaimana terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 241 yang menjelaskan tentang kewajiban suami untuk memberikan mutah terhadap mantan istri yang telah diceraikannya. Mutah yang dimaksud disini adalah pakaian atau harta yang diberikan oleh suami kepada istri yang dia ceraikan.
Dalam masalah mutah para ulama berbeda-berbeda pendapat, Imam Malik mengatakan bahwa Mutah dengan adanya ketentuan dalam surat al-Baqarah ayat 241 yang menunjukkan bahwa kewajiban mutah itu dibatasi hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu, menurut Imam Malik, hanya sunnah. Sementara isteri yang berhak mendapatkan mutah itu, menurut ulama Malikiyyah, hanyalah yang maharnya adalah mahr al-mitsl dan ia diceraikan qabla al dukhul.
Menurut al-Turmudzy, Aṭa, dan al-Naẖa'i perempuan yang di-kẖulu tetap berhak mendapatkan mutah. Sementara menurut ulama ahlu al-ra`yi, perempuan yang dili'an juga tetap berhak mendapatkan mutah. Imam Hanafi mengatakan, suami yang menceraikan istrinya tidak mendapat apapun dari mahar, tetapi istri mendapatkan mutah saja. Mutah diwajibkan untuk setiap wanita yang dicerai sebelum digauli, sedang suami belum menentukan mahar untuknya.
Al-Malibari salah satu ulama Safiiyah, dalam kitabnya fathul Muīn menjelaskan bahwa : Suami wajib memberikan mut'ah kepada istrinya yang sudah dijima' walaupun ia seorang budak sebab adanya talak yang dijatuhkan dari pihak suaminya, bukan karena sebab kematian salah satu pihak. Mut'ah adalah sejumlah harta yang disepakati kedua belah pihak. Dalam satu pendapat disebutkan bahwa ukuran minimal mut'ah adalah harta yang boleh dijadikan mahar dan disunnahkan hendaknya tidak kurang dari 30 dirham.
Mayoritas ulama berpendapat hukum mutah adalah sunnah dan merinci dengan keadaan-keadaan yang ada pada suami ataupun istri, namun hal itu berbeda dengan pendapat ibn Hazm, yang menyatakan bahwa wajib mutah dalam keadaan apapun, pendapat beliau ini terdapat dalam kitab Al-Muhalla bi al-Asar, berikut teks dalam kitabnya:
المتعة فرض على كل مطلق واحدة أو اثنتين أو ثلاثا - أو آخر ثلاث - وطئها أو لم يطأها.
برهان ذلك قول الله تعالى: (وللمطلقات متاع بالمعروف حقا على المتقين) فعم عز وجل كل مطلقة ولم يخص، وأوجبه حقا لها على كل متق يخاف الله تعالى.
Artinya: Mut'ah hukumnya fardhu bagi setiap suami yang menceraikan istrinya, baik talak yang pertama, kedua atau talak yang ketiga, baik dia sudah menjima' istrinya atau belum. Argumentasi atas permasalahan tersebut berdasarkan firman Allah Swt (Kepada Wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mutah menurut yang maruf sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa. Q.S al-Baqarah ayat 241) Allah tidak Menghususkan (thalak bain maupun raji) dan Allah benar-benar mewajibkan bagi setiap orang yang bertakwa yang takut kepadanya.

Pendapat ibnu Hazm ini yang berbeda sendiri dengan pendapat ulama yang lain,

Perkembangan cryptocurrency

Perkembangan cryptocurrency


LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi yang sangat pesat membawa kemajuan pada hampir seluruh aspek dalam kehidupan manusia (Sastrawidjaja 2002: 14). Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi ini, berkembang pula dalam kegiatan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat. Salah satu dampak dari perkembangan ekonomi yang ada adalah kegiatan e-commerce. Perkembangan e-commerce di dunia juga menimbulkan kebutuhan terhadap sisem pembayaran yang cepat, aman dan rahasia. Terhadap kebutuhan ini, satu masalah fundamental yang harus diperhatikan ialah kepercayaan (The Knowledge Engineering Review 2007: 3-35).
Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economics atau ekonomi digital. Keberadaannya ditandai dengan semakin maraknya kegiatan perekonomian yang memanfaatkan internet sebagai media komunikasi, kolaborasi, dan koorporasi. Perdagangan misalnya, semakin banyaknya mengandalkan perdagangan elektronik/ electroniccommerce (e-commerce) sebagai media transaksi.
Beberapa kalangan akademisi sepakat mendefinisikan e-commerce sebagai salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital. Sebagai suatu perdagangan yang berbasis teknoligi canggih, e-commerce telah mereformasi perdagangan konvensional. Interaksi antara konsumen dan pelaku usaha yang sebelumnya dilakukan secara langsung menjadi interaksi yang tidak lansung (Barakatullah 200: 33).
Perkembangan ecommerce juga telah mendorong berkembangnya alat pembayaran dari yang awalnya cash based intruments (alat pembayaran tunai) kini bertambah alat pembayaran baruyang dikenal non cash basedinstruments (alat pembayaran nontunai) yang mana non cash basedinstruments inipun telah berkembang sehingga tidak lagi berbasis kertas melainkan juga paperless (tidak kertas).
Transaksi jual beli e-commerce juga merupakan suatu kontrak jual beli yang sama dengan jual beli konvensional yang biasa dilakukan masyarakat. Perbedaannya hanya pada media yang digunakan. transaksi e-commerce, media yang dipergunakan adalah media elektronik  yaitu internet. Sehingga kesepakatan ataupun kontrak yang tercipta adalah melalui online (Barakatullah 200: 11).
Dewasa ini, para ahli matematika dan ilmu komputer menemukan penggunaan lain dari cryptography yang berpotensi untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam bidang jual beli dan mata uang digital yang disebut dengan cryptocurrency. Cryptocurrency adalah mata uang digital yang tidak diregulasi oleh pemerintah, dan tidak termasuk mata uang resmi. Konsep cryptocurrency inilah yang menjadi dasar untuk melahirkan mata uang digital, salah satuyang terkenal saat ini yaitu mata uang bitcoin yang digunakan sebagai alat pembayaran layaknya mata uang pada umumnya (Candrawati 2013: 7).
Respon Negara-negara di belahan dunia tidak semua menanggapi bitcoin dengan positif, sebut saja beberapa negara seperti Pemerintah China dan Islandia. Bitcoin sebenarnya berkembang dengan sangat cepat di China dan disambut dengan sangat luar biasa oleh warga negaranya. Investasi milyaran dollar dilakukan oleh para pebisnis China. Bahkan pada puncaknya di tanggal 30 November 2013, transaksi bitcoin mencapai 1 Trilyun per hari. Harga bitcoin melonjak tajam hingga 7.588 Yuan atau setara dengan 15 juta Rupiah per bitcoin di BTCChina (Exchange terbesar Bitcoin di China) (Darmawan 2014: 24).
Menanggapi dengan trend investasi model baru ini pemerintah China mengeluarkan berbagai peraturan untuk mencegah terlalu banyaknya uang Yuan mengalir ke bitcoin. Perbankan China tidak lagi diperbolehkan berhubungan dengan segala jenis transaksi bitcoin tetapi setiap individu diperbolehkan melakukan trading dengan menanggung resikonya sendiri sebagai sebuah komoditas. Hampir di semua negara telah diatur regulasi dalam penanganan komoditas dan e-komoditas. Hal ini memungkinkan bitcoin mendapatkan payung hukum secara lebih mudah untuk disesuaikan. Beberapa negara yang telah positif menerapkan bitcoin sebagai e-komoditas ini adalah Kanada, Singapura, Malaysia, China (Darmawan 2014: 10).
Sedangkan di Indonesia belakangan ini terjadi pro dan kontra terhadap penggunaan mata uang bitcoin sebagai alat transaksi pembayaran. Hal ini dikarenakan bitcoin belum memenuhi beberapa unsur dan kriteria sebagai mata uang yang berlaku di Indonesia. Seperti dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang MataUang Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: “mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah”.
Melihat realita di masyarakat, sudah mulai ada  penggunaan  bitcoin sebagai alat pembayaran, walaupun sudah mengetahui bahwasanya bitcoin bukan sebagai mata uang resmi. Oleh karena itu, penyusun tertarik untuk mengkaji permasalahan ini atas dasar pertimbangan untuk mendatangkan manfaat dan menghindari mafsadat terhadap praktik penggunaan mata uang bitcoin.

PANDUAN PENULISAN SEKRIPSISDAN KARYA ILMIAH FSH UIN WALISONGO SEMARANG

PANDUAN PENULISAN SEKRIPSISDAN KARYA ILMIAH FSH UIN WALISONGO SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Setiap mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Walisongo Semarang diharuskan merancang, menyusun dan melaksanakan penelitian dalam penulisan skripsi, karena merupakan salah satu syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana (S1).
Dalam penulisan skripsi, mahasiswa dihadapkan pada dua hal pokok, yaitu: masalah akademik dan masalah teknik. Masalah akademik meliputi penguasaan materi atau subtansi dan metodologi, sedangkan masalah teknik meliputi penggunaan bahasa (Indonesia, Arab, dan Inggris) yang baku dan benar, serta berkaitan dengan teknik dan konsistensi penulisan (format, notasi, tanda baca, catatan, dan sebagainya).
Pedoman penulisan skripsi ini merupakan penyempurnaan daribuku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam tahun 2013.Beberapa tambahan penyempurnaan dalam pedoman penulisan skripsi ini diantaranya regulasi, contoh-contoh abstrak (Indonesia, Inggris,dan Arab), contoh-contoh format dan sistematika berbagai jenis penelitian.
Berdasarkan tuntutan dan paradigma penelitian yang sudah mengalami perubahan, maka Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang memandang perlu untuk menerbitkan “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program Sarjana” bagi mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo Semarang.

Pengertian dan Status
Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dengan bimbingan dosen yang ditunjuk dalam rangka penyelesaian studi program sarjana strata 1 (satu). Skripsi ditulis berdasarkan hasil penelitian dalam rangka penyelesaian studi program sarjana  strata 1 (S1).  Bahan yang menjadi dasar penulisan skripsi dapat diperoleh melalui penelitian lapangan, laboratorium, dan atau kepustakaan.
Skripsi merupakan hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode berpikir ilmiah, seperti: objektif, empiris, logis, analitis, komprehensif, verifikatif, dan sistematis.
Skripsi merupakan karya mandiri mahasiswa yang ditulis dibawah bimbingan dosen yang ditunjuk. Skripsi harus ditulis dengan menggunakan bahasa ilmiah.Skripsi dapat ditulis dalam bahasa Indonesia, Arab atau Inggris.
Status penulisan skripsi bagi mahasiswa program sarjana hukumnya wajib sebagai tugas akhir dan untuk memenuhi standar kompetensi level 6 (enam) dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Bobot dan Syarat Kelulusan
Skripsimempunyai peran yang sangat penting sebagai instrumen kendali mutu (quality control) bagi calon alumni setiap program studi/jurusan dan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Bobot skripsi 6 sks dengan kriteria kelulusan memperoleh nilai rata-rata minimal 60 (C).
Syarat dan Mekanisme Pengajuan Judul Skripsi
Syarat pengajuan judul skripsi sebagai berikut:
Terdaftar sebagai mahasiswa aktif.
Telah menyelesaikan minimal 100 sks dengan IPK minimal 2,0 dibuktikan dengan kartu hasil studi semesteran mahasiswa.
Lulus mata kuliah Metodologi Penelitian (sesuai bidang kajian Prodi)  dan dengan nilai sekurang-kurangnya 60 (C/2.0).
Mekanisme pengajuan judul skripsi;
Mahasiswa mengajukan judul dan outline (kerangka) skripsi ke jurusan atau prodi.
Jurusan atau prodi menyetujui atau tidak outline yang diajukan mahasiswa.
Jurusan atau Prodi menunjuk calon pembimbing terhadap judul atau out line (kerangka) yang telah disetujui untuk diusulkan kepada dekan.
Dekan menetapkan pembimbing atas usul Jurusan atau prodi.
Tema Penelitian Skripsi
Tema penelitian skripsi diangkat dari permasalahan yang relevan dengan kajian atau kompetensi utama program studiyang terkait dengan syari’ah dan hukum.
Hukum Keluarga Islam; perkawinan, perceraian, wakaf, hibah, wasiat, waris.
Hukum Ekonomi Syari’ah; bank syari'ah; lembaga keuangan mikro syari'ah. asuransi syari'ah; reasuransi syari'ah; reksa dana syari'ah; obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah; sekuritas syari'ah; pembiayaan syari'ah; pegadaian syari'ah; dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan bisnis syari'ah.
Hukum Pidana Islam; tindak pidana hukum islam, hukum pidana islam, jarimah hudud, qishash-diyat, ta’zir, jinayah waqi’iyah (tindak pidana kontemporer), positivisasi hukum pidana Islam.
Ilmu Falak; penentuan awal bulan kamariah, penentuan waktu salat, penentuan arah kiblat, gerhana matahari dan bulan, fenomena alam dalam perspektif sains (astronomi) dan hukum Islam.
Ilmu Hukum; hukum pidana (pidana khusus, perbandingan hukum pidana, kapita selekta hukum pidana, viktimologi, kriminologi), hukum perdata, hukum perdata khusus, hukum ekonomi bisnis (hukum lembaga keuangan, hukum perbankan/syari’ah, hukum investasi, hukum kekayaan intelektual, kapita selekta hukum ekonomi).
Sistematika Proposal
Proposal penelitian dalam rangka penulisan skripsi harus memenuhi sistematika sebagai berikut:
Judul.
Latar belakang.
Rumusan masalah.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Kerangka Teori.
Kerangka teori berisi teori-teori yang terkait dengan fokus penelitian yang akan dijadikan alat analisis terhadap permasalahan penelitian.
Telaah Pustaka.
Telaah Pustaka memuat tentang kajian terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya (previous finding) yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Telaah pustaka ini terdiri dari minimal 5 (lima) kajian, 2 (dua) diantaranya yang termuat dalam jurnal ilmiah (salah satunya Jurnal Al-Ahkam). Adapun hasil penelitian yang dimaksud berupa skripsi, tesis, disertasi dan penelitian lainnya. Telaah pustaka diakhiri dengan pernyataan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum dibahas atau berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian terdiri dari; jenis penelitian, sumber data, bahan hukum, pengumpulan data dan analisis data yang akan digunakan dalam melakukan penelitian skripsi.
Jenis penelitan hukum meliputi;
Penelitian Hukum Normatif
Penelitian hukum normatif disebut sebagai penelitian hukum doktriner. Kajian penelitian hukum doktriner difokuskan pada kajian hukum normatif yang sumber datanya berupa data sekunder.
Penelitian Hukum Empiris
Penelitian hukum empiris disebut sebagai penelitian hukum non doktriner. Kajian penelitian hukum non doktriner difokuskan pada kajian hukum empiris yang sumber datanya berupa data primer dan data sekunder.
Penelitian Hukum Normatif-Empiris
Penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yakni:
1). Non judicial Case Study
Merupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
2). Judicial Case Study
Pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian (yurisprudensi)
3). Live Case Study
Pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.
Daftar Pustaka (minimal 20 judul buku dan 3 jurnal, salah satunya Jurnal Al-Ahkam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Walisongo, diutamakan  yang berbahasa asing, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris).
Rancangan Outline (Sistematika Isi).

Jumat, 29 Maret 2019

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (VARIETAS TANAMAN)


HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
(VARIETAS TANAMAN)
1.     Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Perlindungan varietas tanaman yang dalam bahasa Inggris bisa disebut dengan Plant Breeder’s Rights adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh  Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan Kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Sementara itu pengertian varietas yang ada dalam UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, adalah Bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Sementara dalam UU No.29 Tahun 2000 varietas  sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.  Dua pengertian yang berbeda tersebut di atas pada dasarnya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang ada disebabkan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan pada waktu penyusunan UU No. 29 Tahun 2000.
Hak Perlindungan Varietas Tanaman biasa disingkat (PVT) adalah hak yang diberikan kepada pemulia dan atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu keterangan tersebut terdapat pada (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman). Perlindungan diberikan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.[1]
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Perlindungan Varietas Tanaman antara lain:
1)      Perlindungan Varietas Tanaman, ini merupakan istilah paling populer dengan singkatan PVT, adalah perlindungan yang diberikan oleh negara secara khusus yang diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2)      Varietas tanaman, yang biasa disebut varietas, merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
3)      Varietas Hasil Pemuliaan merupakan varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman.
4)      Pemuliaan tanaman, adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
5)      Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
6)      Benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.[2]

2.     Proses Mendapatkan Perlindungan Varietas Tanaman
Proses untuk mendapatkan hak  PVT suatu varietas harus dimohonkan atau didaftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementrian Pertanian. Berdasarkan prosedur permohonan hak PVT yang dikeluarkan oleh Pusat PVTPP, ketentuan untuk mengajukan permohonan hak PVT adalah sebagai berikut:
1.     Ketentuan Umum
a.    Permohonan hak PVT diajukan ke Pusat PVTPP secara tertulis dengan mengisi seluruh formulir aplikasi dalam Bahasa Indonesia. Besarnya biaya per varietas yang dimohonkan sebesar Rp.150.000,-. Biaya pendaftaran dibayarkan langsung ke kas negara melalui Bank Pemerintah dengan pengisian blanko Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSBP), KPPN Jakarta V, Kode Kementrian Pertanian Pusat Perlindungan Varietas Tanaman 1801, Uraian Penerimaan Kode MAP 423144 dan Bukti Penyetoran diserahkan ke Pusat PVTPP.
b.   Varietas yang dapat diberi PVT adalah varietas yang memnuhi syarat BUSS dan diberi nama.
c.    Permohonan PVT dapat diajukan oleh pemulia; orang atau badan hukum yang memperkerjakan pemulia; ahli waris; penerima hak lebih lanjut hak atas PVT; dan konsultan.
d.   Permohonan PVT yang diajukan oleh : orang atau badan hukum atau konsultan PVT harus disertai surat kuasa bermaterai 6000 dengan mencantumkan nama dan alamat kuasa; ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris; penerima hak lebih lanjut atas hak PVT disertai bukti penerima hak; pemulia atau badan hukum yang memperkerjakan pemulia yang memesan varietas dari pemulia, penerima hak lebih lanjut atas varietas yang bersangkutan atau ahli waris yang pemohonnya tidak berkedudukan tetap di Indonesia harus melalui konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa.
e.    Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.
2.     Tahapan Permohonan
a.      Pemohon mengajukan secara tertulis permohonan hak PVT ke Pusat PVT dengan kelengkapan sebagai berikut:
b.     Mengisi formulir hak PVT yang diberi materai 6000 berdasarkan pertaturan yang berlaku sebanyak dua rangkap (Contoh formulir terdapat dalam Lampiran 1).
c.      Setiap permohonan dilampiri deskripsi varietas baru beserta persyaratannya sesaui dengan ketentuan peraturan yang berlaku untuk setiap jenis permohonan dalam rangkap dua. Contoh formulir deskripsi dapat dilihat dalam Lampiran 2. Deskripsi disertai dengan foto untuk memperjelas deskripsinya, terutama karakter unik yang menjadi identitas dari varietas yang akan dimohonkan di atas kertas Dof. Foto mencakup varietas yang dimohonkan dan vaietas pembandingnya.
d.     Fotokopi surat penugasan atau surat pemesanan kepada pemulia apabila pemohon bukan pemulia aslinya.
e.      Foto kopi surat penerimaan hak lebih lanjut atas varietas apabila varietas tersebut telah dialihkan kepemilikannya.
f.      Surat kuasa kepada orang/badan hukum/konsultan PVT di atas kertas bermaterai 6000 jika permohonan diajukan melalui orang/badan hukum/konsultan PVT.
g.     Dokumen bukti ahli waris, apabila permohonan hak PVT diajukan oleh ahli waris.
h.     Surat Keterangan Aman Pangan dan Hayati dari instansi yang berwenang, jika varietas adalah hasil rekayasa genetik.
i.       Surat perjanjian dengan pemilik varietas asal jika varietas merupakan varietas turunan esensial.
j.       Permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas harus pula memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1)     Diajukan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal penerimaan pengajuan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar Indonesia;
2)     Dilengkapi salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali dan disahkan oleh yang berwenang di negara dimaksud pada butir diatas paling lambat 3 bulan;
3)     Dilengkapi salinan sah dokumen permohonan hak PVT yang pertama di luar negeri;
4)     Dilengkapi salinan sah penolakan hak  PVT bila hak PVT pernah ditolak.
Permohonan hak PVT dinyatakan diterima apabila semua persyaratannya telah dipenuhi secara lengkap dan benar.[3]


[1] Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1997), hal.23
[2] Muhammad Djumhana, Hukum dalam Perkembangan Bioteknologi, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1995), hal.111
[3] Mujiyono, Feriyono, Memahami dan cara memperoleh Hak Kekayaan Intelektual, (Yogyakarta: LPPM UNY, 2017), h., 51