KEWAJIBAN
MENUNTUT ILMU
A.
Pengertian Menuntut Ilmu
Ilmu berasal
dari kata علما-يعلم-علم yang artinya mengetahui, lawan dari kata جهل yang
artinya bodoh. Sedangkan menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik, karena pada
dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
Seseorang harus
memulai dengan ilmu sebelum beramal. Maksud dari beramal adalah melakukan
kegiatan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan manusia
dituntut mengetahui ilmunya dari pekerjaan tersebut. Karena dengan mengetahui
ilmunya pekerjaan akan lebih terarah dan tidak berantakan.
Demikian pula
perintah menuntut ilmu tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang
paling diharapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri
individu kearah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan
perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.
Perbedaan orang
yang berilmu dengan orang bodoh dalam Al-qur’an Allah SWT berfirman dalam QS.
Az-zumar:9.
اَمَّنْ
هُوَ قٰنِتٌ ءانَآ ء الَّيْلِ سَا جِدًا وَ قَآ ءِ مًا يَحْذَ رُ الاَ خِرَۃَ
وَيَرْجُوا رَحْمَۃَ رَبِّهَ ۗ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ اُولُوا الَا لْبٰبِ
Artinya
: (apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah
pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada azab akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya ?
Katakanlah, “apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui ?” sebenarnya hanya orang berakal sehat dapat menerima
pelajaran. (Az-zumar:9).
Allah membedakan antara orang yang berilmu dan orang yang jahil.
Keduanya tidak sama. Terlepas dari substansi ilmu pengetahuan, yang terpenting
adalah antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh jelas tidaklah sama.
Seperti halnya orang yang buta dan orang yang melihat, kegelapan dan cahaya, orang
yang hidup dan mati, manusia dan hewan, serta antara penghuni surga dan neraka.[1]
B.
Mengapa Manusia wajib menuntut Ilmu
Hukum menuntut ilmu sebagai mana disebutkan pada hadits berikut:
عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ ﷲ صلي ﷲ عليه و سلم اُطْلُبُوا الْعِلْمَ
وَلَو بِا لصِّيْنِ فَاءِ نَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَۃٌ عَلَي كُلِّ مُسْلِمٍ
اِنَّ الْمَلاَ ءِكَۃَ تَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَا لِبِ الًعِلْمِ رِضًا بِمَا
يَطْلُبُ (اخر حه ابن عبد البر)
Artinya:
Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda, “carilah ilmu walaupun
dinegeri Cina. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim.
Sesungguhnya malaikat mepetakan sayapnya bagi pencari ilmu karena ridha dengan
apa yang dicari.”(HR. Ibnu Abd al-Barr).
Mencari ilmu suatu kewajiban sekalipun dimana saja
dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang meninggalkan
ilmu atau tidak mencarinya. Makna walaw ((ولو
dalam bahasa arab menunjuk batas maksimal apapun yang terjadi (li al-ghayah).
Para Ulama memberi penjelasan makna walaupun dinegeri china dalam hadits
tersebut antara lain:
1.
Al-Manawiy
dalam kitab al-Taysir Syarah al-Jami’ al-Shaghir memberikan arti sekalipun
sangat jauh (Mubalaghoh fi al-bu’di) dengan alasan kewajiban menuntutnya
sebagaimana hadits lanjutannya.
2.
Faydh
Al-Qadir memberikan arti yang sama, yakni walaupun tercapainya ilmu harus
mengadakan perjalanan yang sangat jauh seperti perjalanan ke china dan sangat
menderita. Orang yang tidak sabar dalam penderitaan dalam mencari ilmu
kehidupannya buta dalam kebodohan dan orang yang sabar atasnya akan meraih
kemuliaan dunia akhirat.
3.
Abdullah
bin Baz dalam Majmu’ fatwanya; anjuran mencari ilmu walaupun ditempat yang
sangat jauh bukan berarti di china.
4.
Muhammad
Abduh dalam Al-Mannar, memberikan komentar mencari ilmu dengan siapa saja atau
dari mana saja sekalipun bukan negeri muslim.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa makna mencari
ilmu sekalipun dinegeri china adalah
sekalipun jauh dari tempat tinggal, sekalipun menderita dan sulit,
sekalipun datang dari non-muslim atau sekalipun dinegara minoritas muslim yang
sudah maju.
Hukum menuntut ilmu wajib bagi seluruh kaum muslimin baik laki-laki
maupun perempuan, makna wajib disini ada kalanya wajib ain dan ada kalanya
wajib kifayah. Hukum Education) sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa
menuntut ilmu sejak lahir sampai mati. Sebagian Ulama salaf berkata:
اُطْلُبُ
الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَي اللَّحْدِ
“Carilah ilmu dari ayunan sampai lubang kubur”.[2]
Maksud ilmu disini secara umum baik
ilmu syara’ maupun ilmu pengetahuan. Keduanya penting untuk mencari
kemashlahatan dunia dan akhirat. Sedang maksud ilmu yang wajib dituntut sebagai
mana hadis diatas adalah ilmu syara’ dan kewajibannya adakalanya fardhu’ ain
dan adakalanya fardhu’ kifayah. Ibn al-Mubarak ketika ditanya tentang makna
hadis diatas menjawab: maknanya tidak seperti yang mereka duga, tetapi apa yang
terjadi pada seseorang dari urusan agamanya akan dimintai pertanggung jawaban
sehingga ia harus mengetahui ilmunya. Al-Baydhawiy menjelaskan bahwa maksud
ilmu disini adalah ilmu yang tidak ada jalan lain kecuali harus mengetahuinya
seperti mengetahui Sang Pencipta Alam dan keesaanNya, mengetahui kenabian
Muhammad SAW dan mengetahui cara sholat, semua ini hukumnya fardhu’ ain.
Al-Ghazali dalam al-Manhaj menjelaskan bahwa mencari ilmu ada 3 ilmu sebagai
berikut:
1.
Ilmu
Tauhid, ilmu mengetahui pokok-pokok agama seperti mengetahui sifat-sifat tuhan
maha kuasa, maha mengetahui, maha hidup, maha menghendaki, dan maha mendengar.
Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat alam. Ilmu
ini juga mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan allah dan membenarkan segala
apa yang disampaikan.
2.
Ilmu
Sihirr, ilmu hati dan pergerakannya, yakni mengetahui kewajiban hati serta
mengetahui larangan2nya sehingga mendapatkan keikhlasan niat dan keabsahan
amal.
3.
Ilmu
Syariah, segala ilmu yang wajib diketahui untuk melaksanakan syariah dan
ibadah. Selain 3 diatas hukumnnya wajib kifayah.
4.
Diantara
ulama seperti al-Zarnuji dalam kitabnya ta’lim al-muta’alim, al-Ghazali dalam
kitabnya Ulum al-Dinn dan al-Manawi dalam al-Taysir bi Syarah al-jami’
al-Shaghir membagi hukum mencari ilmu adakalanya wajib, haram, sunnah, mubah,
dan makruh tergantung manfaat dan mudhoraatnya. Hukum wajib ain seperti ilmu
wudhu, sholat, puasa, dan lain-lain yang menyangkut amal wajib. Seorang
berharta wajib mengetahui ilmu zakat, seorang yang melakukan transaksi jual
beli wajib mengetahui hukum muamalah, seorang beristri wajib mengetahui
pergaulan dengan wanita dengan baik dan lain-lain.
و عن ابي امامۃ
رضي ﷲ عنه ان رسول ﷲ صلي الله عليه وسلم قال: فَضْلُ الْعاَ لِمِ عَلَي الْعَابِدِ
كَفَضْلِي عَلَي اَدْنَاكُمْ, ثم قال رسول ﷲ صلي الله عليه وسلم: " اِنَّ ﷲ و
مَلَاءِكَتَهُ وَاَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالَارْضِ, حَتَّي النَّمْلَۃَ فِي
جُحْرِهَا, وحَتَّي الحُوْتَ, لَيُصَلُّوْنَ عَلَي مُعَلِّمِ النَّاسِ
الْخَيْرَ" (رواه الترمذي, وقال حديث حسن)
Dari Abu Umamah
r.a. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Kelebihan ahli ilmu (‘alim) terhadap
ahli ibadah (‘abid) adalah kelebihanku terhadap orang yang paling rendah di
antara kamu sekalian”, kemudian Rasulullah SAW meneruskan sabdanya:
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya serta penghuni langit dan Bumi sampai
semut yang berada disarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada
orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia”. (HR. al-Turmudzi).[3]
Pada hadis ini
Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan orang ‘alim atas ‘abid. ‘Alim
artinya orang yang berilmu pengetahuan terutama ilmu syara’ sedang ‘Abid adalah
ahli ibadah saja. Keduanya diperlukan dalam beragama orang alim harus beribadah
sebagai manifestasi ilmunya yakni pengalaman ilmu. Demikian juga ‘abid harus
berilmu, karena ibadah tidak dapat diterima kalau tidak didasari ilmu.
Maksud orang
alim disini adalah orang yang banyak mengetahui ilmu syara’ dan sudah
melaksanakan ibadah yang wajib-wajib saja. Sedang ‘abid dimaksudkan orang ahli
ibadah setelah sekadar memperoleh ilmu-ilmu yang wajib. Keutamaan orang alim seperti
itu lebih utama dibanding ahli ibadah. Keutamaannya bagaikan keutamaan Nabi
dibandingkan dengan orang yang terendah diantara sahabat, Alangkah jauhnya
perbedaan keutamaan keduanya, keutamaan
Nabi dibandingkan dengan sahabat yang paling agung saja tak ada taranya, bagaimana
jika dibandingkan dengan sahabat yang terendah. Kalau orang ‘alim yang tidak
mengamalkan ilmunya sama sekali jelas tidak ada keutamaannya, demikian juga
orang ‘abid yang sama sekali tidak di dasari ilmu. Keduanya ditolak, tetapi kejahatan
orang alim lebih jahat dibandingkan dengan ‘abid. Imam Ruslan dalam kitabnya
al-Zubad berkata:
وَكُلُّ مَنْ
بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ # اَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَۃٌ لاَ تُقْبَلُ
فَعَالِمُ
بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ # مُعَذَّبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَثَن
Setiap orang yang beramal tanpa di dasari ilmu
Segala amalnya tertolak tidak diterima
Seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya
Tersiksa terlebih dahulu sebelum penyembah
berhala.[4]
Kejahatan orang alim yang tidak
mengamalkannya ilmunya lebih jahat daripada orang ahli ibadah yang tidak ada
ilmunya dan lebih jahat daripada penyembah berhala. Orang bodoh menjadi
penyembah berhala suatu kewajaran karena kebodohannya, tetapi orang alimyang
melanggar bukan suatu kewajaran, karena dia mengetahui pelanggaran itu tidak
benar.
Keutamaan ilmu dan
orang alim sebagaimana yang dimaksudkan dalam Hadis diatas meliputi eksistensi
keilmuan maupun pahala yang diterimanya:
a)
Keilmuan
bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan akan tetapi juga terhadap orang
lain dan masyarakat luas, sedang ‘abid (orang yang beribadah) manfaatnya hanya
untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
b)
Orang
yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar,menulis atau menyebarkan ilmu
dengan berbagai media pahalanya lebih besar daripada pahala ibadah sunah saja.
c)
Kedudukan
orang yang berilmu jauh lebih mulia dari pada orang tidak berilmu. Dalam QS.
Al-Mujadilah: 11 disebutkan bahwa orang
yang berilmu akan diangkat derajatnya.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْامِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ
اُوْتُواالْعِلْمَ ٰدَرَجٰتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya:
niscaya Allah akan mengangkat(derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap
apa yang kamu kerjakan.
d)
Kesaksian
orang yang berilmu disandingkan setelah esaksian Allah dan para Malaikat-Nya.
e)
Ilmu
akan mendatangkan khasyah (takwa).
f)
Perjalanan
mencari ilmu adalah berada di jalan Allah.
g)
Menemuh
jalan ilmu berarti menempuh jalan menuju surga.
h)
Ilmu
adalah bagian dari sedekah jariyah.
i)
Ilmu
adalah pilar dari segala kebaikan.
j)
Orang
berilmu dapat memberi syafaat atas izin Allah.
k)
Ilmu
lebih utama daripada solat sunah.
l)
Ilmu
adalah mencakup seluruh ibadah.
Tanpa
ilmu manusia akan tersesat.
[1]
Yusuf Qardhawi. AL-QUR’AN BERBICARA TENTANG AKAL DAN ILMU PENGETAHUAN,
(Jakarta, gema insane, 1998) hlm 93
[2]
Khon Abdul Majid. HADIS TARBAWI, (Jakarta; PRENADAMEDIA GROUP, 2015) hlm 143
[3] Ibid.hlm
133
[4] Ibid.hlm
135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar