Sabtu, 07 April 2018

Shalat menurut Madzhab Empat ( Maliki, Hanafi, Syafi'i, Hambali)

              
SHALAT DALAM PANDANGAN ULAMA EMPAT MADZHAB
A.    شروط الصلاة
Shalat secara bahasa berarti berdo’a. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Adapun Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu[1]:
1.     Suci dari hadas (kecin dan besar) dan suci dari najis
2.     Menutup aurat
3.     Tempat sholat yang suci
4.     Masuk waktu sholat
5.     Menghadap ke kiblat
B.    أركان الصلاة
Sedangkan rukun dalam sholat menurut imam madzab;
1.     Niat
Niat secara etimologi berarti menyengaja. Menurut terminologi, niat oadalah menyengaja dan bersungguh-sungguh melakukan sesuatu bersama’an dengan perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhoi-Nya[2]. Madzhab empat sepakat bahwa niat pada shalat lima waktu itu hukumnya Wajib. Akan tetapi mereka beda pendapat tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
Madzhab Syafi’I dan Maliki sepaham bahwa niat itu menjadi rukunnya sholat. Namun Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi rukun daripada shalat lima waktu, tapi bukan syarat.
2.     Berdiri bagi yang mampu
Seluruh madzhab telah sepakat bahwa berdiri bagi yang mampu/kuat berdiri dalam sholat wajib adalah termasuk rukun. Maka orang tidak kuasa berdiri boleh shalat sambil duduk, kalau tidak kuasa duduk maka boleh dengan berbaring, dan kalau tidak kuasa berbaring boleh dengan melentang, dan kalau masih tidak kuasa juga maka shalatlah dengan sebisanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat tidak ditinggalkan selama nyawa dan iman masih ada. Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukunnya sholat. Tetapi pada shalat sunnat berdiri itu tidak menjadi rukun.[3]
3.     Takbiratul Ihram
Shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW ;
مفتاح الصلاة الطّهور, وتحريمهاالتّكبير وتحليلهاالتسليمس
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan shalat) adalah takbir dan penghabisannya adalah salam” (HR. Ahmad)
Takbiratul ihram adalah ucapan Allahu Akbar. Menurut Maliki, Hambali dan Syafi’I, tidak boleh diganti dengan lafadhz lain namun boleh berubah jika akbar-Nya hanya ditambah “al” (dengan memakai alif dan lam menjadi Allah al-Akbar / Allah al-Akbar). Dan Hanafi berpendapat boleh diganti dengan kata lain yang sesuai atau yang sama artinya dengan kata-kata tersebut. Seperti “Allahu al-A’dzam” dan “Allahu al-Jalil[4].
4.     Membaca Surat Al-Fatihah
Menurut Hanafi, membaca al-Fatihah dalam shalat fardlu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari al-Qur’an itu boleh, berdasarkan al-Qur’an surat Muzammil ayat 20, “Bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Qur’an”. Membaca al-Fatihah hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama saja. Boleh meninggalkan basmalah karena ia tidak termasuk bagian dari surat.
Menurut imam Syafi’I, membaca al-fatihah itu wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya. Baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir. Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah itu bagian dari surat yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW:
لاصلاة لمن لم يقرأبفاتحة الكتاب
Tidalah shalat bagi seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah
Imam maliki berpendapat bahwa membaca al-fatihah itu harus pada setiap rakaat, baik poada rakaat pertama maupun pada rakaat terakhir, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah bukan bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.[5]
Imam Hambali berpendapat wajib membaca surat al-fatihah pada setiap rakaat dan sesudahnya disunnahkan membaca surat surat al-Qur’an pada dua rakaat yang pertama. Basmallah merupakan bagian dari surat tapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan dan tidak boleh dibaca dengan keras.
5.     Ruku’ serta thuma’ninah
Semua Ulama sepakat bahwa ruku’ adalah wajib dilakukan di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tantang wajib atau tidaknya berthuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam.
Imam Hanafi: yang mewajibkan semata-mata membungkukkan badan dengan lurus dan tidak wajib thuma’ninah.Madzhab-madzhab yang lain: wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan diwajibkan berthuma’ninah dan tidak bergerak ketika ruku’.[6]
6.     I’tidal serta thuma’ninah
Imam Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni I’tidal dan dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.Madzhab-madzhab lain; wajib mengangkat kepalanya dan ber’itidal serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan “samiallahu liman hamidah
7.     Sujud dua kali serta thuma’ninah
Semua Ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. Apakah yang menempel itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung jari kaki) atau hanya sebagian.
Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi: yang wajib menempel hanya dahi, sedangkan yang lainnya adalah sunnah. Namun Hanafi berpendapat yang wajib dalah dahi atau hidung.
Hambali : yang diwajibkanitu semua anggota yang tujuh secara sempurna, bahkan Hambali menambah hidung, sehingga menjadi delapan.Ulama empat mazhab pun berbeda pendapat dalam hal apakah kedua telapak tangan wajib dibuka saat sujud seperti dahi dan hidung. Mazhad Hanafi dan Hambali berpendapat tidak wajib. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat wajib. Adapun mazhab Syafi’I ada dua pendapat (wajib dan tidak), namun yang paling shahih dari mazhab Syafi’I adalah yang berpendapat wajib.
8.     Duduk di antara dua sujud serta thuma’ninah
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa duduk diantara dua sujud adalah masyru’ (disyariatkan dalam shalat), namun mereka berbeda tentang hukumnya; apakah wajib atau tidak.
Imam Malik berpendapat sunnah. Adapun mazhab Syafi’I dan imam Ahmad dan Abu Hanifah berpendapat wajib, hanya saja Abu Hanifah tidak mensyaratkan harus lurus tegak duduk (cukup dengan setengah duduk yang condong pada duduk; tidak condong pada sujud).
9.     Duduk tasyahud akhir
Tahiyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian. Pertama yaitu tahiyat yang terjadi setelah dua rakaat yang pertama dari shalat magrib dan isya’, dhuhur dan ashar dan tidak di akhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyat yang di akhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga atau empat rakaat.[7]
Imam Hambali: tahiyat yang pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah, bukan wajib.
Imam Syafi’I, Hambali: tahiyat yang akhir adalah wajib sedangkan menurut Maliki dan Hanafi hanya sunnah, bukan wajib.
10.  Membaca do’a tasyahud akhir
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa membaca do’a tasyahud akhir adalah disyariatkan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam hal apakah wajib atau tidak.
Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat sunnah, sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
11.  Membaca sholawat pada Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir
Para ulama empat mazhab telah sepakat bahwa bershalawat pada Nabi Muhammad di do’a tasyahud akhir adalah masyru’ (disyariatkan). Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir.Namun mereka berbeda pendapat dalam hal kefardhuannya. Mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat tidak wajib (hanya sunnah) sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
Adapun membaca shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’I tidak wajib, melainkan sunnah, namun sebagian Ulama mazhab Syafi’I ada yang mewajibkannya. Adapun menurut mazhab Hambali adalah afdhol (lebih baik) jika juga bershalawat pada keluarga beliau.
12.  Mengucapkan salam
Mereka telah sepakat bahwa salam dimasyru’kan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam empat hal, yaitu tentang berapa jumlah salam, mana salam yang wajib, apakah salam termasuk bagian fari shalat atau sudah keluar dari shalat, dan apakah wajib niat keluar dari shalat saat mengucapkan salam.
Bilangan salam adalah dua kali menurut mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali. Sedangkan menurut mazhab Maliki, bilangan salam adalah satu bagi imam shalat atau orang yang shalat sendirian, namun bagi makmum ada tiga salam, yaitu selam ke kanan, lalu ke kiri dan kemudian lurus kedepan sebagai jawab bagi salamnya imam.Dan hukum mengucapkan salam menurut imam Syafi’I, Maliki dan Hambali adalah wajib sedangkan Hanafi tidak wajib.sedangkan bilangan salam yang wajib, menurut Imam Hambali wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan Imam-imam yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.
Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa salam salam termasuk dalam shalat, sedangkan mazhab Hanafi berpendapat sebaliknya (salam bukan termasuk bagian dari ibadah shalat).[8]
Mazhab Maliki, Hambali dan sebagian besar Syafi’iyah berpendapat wajib hukumnya niat keluar dari shalat saat salam. Sedangkan mazhab Hanafi dan sebagian Ulama Syafi’iyah berpendapat tidak wajib, dan niat keluar dari shalat itu tidak perlu diniatkan, tapi cukup dengan melakukan sesuatu yang membatalkan shalat setelah salam, maka sudah termasuk keluar dari shalat.
13.  Menertibkan semua rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan diatas. Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul ihram wajib didahulukan dari sujud, begitu juga seterusnya. Dan ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Ulama dan tidak ada perbedaan sama sekali.

Rukun dan Syarat Sholat
Maliki
Hanafi
Syafi’i
Hambali
Niat
ü 

ü   

Berdiri
ü   
ü   
ü   
ü   
Takbiratul Ihram
ü   
ü   
ü   
ü   
Membaca Al-Fatihah
ü   
ü   
ü   
ü   
Ruku’ (Sunnah membaca Tasbih)
ü   
ü   
ü   
ü   
I’tidal/Bangun dari Ruku’
ü   

ü   
ü   
Sujud
ü   
ü   
ü   
ü   
Duduk antara 2 sujud
ü   

ü   
ü   
Duduk Tasyahud Akhir
ü   
ü   
ü   
ü   
Membaca Tasyahud Akhir
ü   

ü   
ü   
Membaca Shalawat Nabi
ü   

ü   
ü   
Salam
ü   

ü   
ü   
Tertib
ü   

ü   
ü   
Tuma’ninah
ü   

ü   
ü   


[1] Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Tausyeh ala Fathul Qarib al-majid, Hal. 55
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Bandung: al-Ma’arif, 1988, Hal. 286
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam Tinjauan Antar Madzhab, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, Hal. 54-55
[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz 1,Mekah: Darul Kutub al-Islami, tt.Hal. 88
[5] Ibnu Rusyd, Ibid, Hal.  91
[6] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op.Cit, Hal. 59
[7] Muhammad Jawad Mughaniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2013, Hal. 111
[8] Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab terjemah Rahmah al-Ummah Fi Ikhtilaf al-A’immah, Bandung: Hasyimi, 2013, Hal. 60

2 komentar:

  1. min, apa bedanya antara di syariatkan dan diwajibkan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. syari'at adalah segala sesuatu yang telah di atur allah SWT dalam melalui nabi berupa al-Qur'an. syriat berisi aturan segala hal meliputi tuntunan didunia maupun akhirat. termasuk didalamnya hukum wajib, haram, sunah, haram dll

      Hapus