SHALAT DALAM PANDANGAN ULAMA EMPAT MADZHAB
A. شروط الصلاة
Shalat secara bahasa berarti berdo’a. Sedangkan pengertian shalat menurut
syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai
dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah
bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan
perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud,
duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya
kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Adapun Hukum
sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa
atau akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah
perbuatan keji dan munkar.Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi dulu, yaitu[1]:
1. Suci dari hadas (kecin dan besar)
dan suci dari najis
2. Menutup aurat
3. Tempat sholat yang suci
4. Masuk waktu sholat
5. Menghadap ke kiblat
B. أركان الصلاة
Sedangkan rukun
dalam sholat menurut imam madzab;
1.
Niat
Niat secara etimologi berarti menyengaja.
Menurut terminologi, niat oadalah
menyengaja dan bersungguh-sungguh melakukan sesuatu bersama’an dengan perbuatan
karena mengikuti perintah Allah supaya diridhoi-Nya[2].
Madzhab empat sepakat bahwa niat pada shalat lima waktu itu hukumnya Wajib.
Akan tetapi mereka beda pendapat tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
Madzhab Syafi’I dan Maliki sepaham bahwa niat
itu menjadi rukunnya sholat. Namun Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa
niat itu menjadi rukun daripada shalat lima waktu, tapi bukan syarat.
2.
Berdiri bagi
yang mampu
Seluruh
madzhab telah sepakat bahwa berdiri bagi yang mampu/kuat berdiri dalam sholat
wajib adalah termasuk rukun. Maka orang tidak kuasa berdiri boleh shalat sambil
duduk, kalau tidak kuasa duduk maka boleh dengan berbaring, dan kalau tidak
kuasa berbaring boleh dengan melentang, dan kalau masih tidak kuasa juga maka
shalatlah dengan sebisanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat tidak
ditinggalkan selama nyawa dan iman masih ada. Pada shalat fardhu diwajibkan
berdiri karena berdiri adalah rukunnya sholat. Tetapi pada shalat sunnat
berdiri itu tidak menjadi rukun.[3]
3.
Takbiratul
Ihram
Shalat
tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini
berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW ;
مفتاح الصلاة الطّهور, وتحريمهاالتّكبير
وتحليلهاالتسليمس
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari
perbuatan sesuatu selain perbuatan shalat) adalah takbir dan penghabisannya
adalah salam” (HR. Ahmad)
Takbiratul
ihram adalah
ucapan Allahu Akbar. Menurut Maliki, Hambali dan Syafi’I, tidak boleh diganti
dengan lafadhz lain namun boleh berubah jika akbar-Nya hanya ditambah
“al” (dengan memakai alif dan lam menjadi Allah al-Akbar / Allah al-Akbar).
Dan Hanafi berpendapat boleh diganti dengan kata lain yang sesuai atau yang
sama artinya dengan kata-kata tersebut. Seperti “Allahu al-A’dzam” dan “Allahu
al-Jalil”[4].
4.
Membaca Surat
Al-Fatihah
Menurut
Hanafi, membaca al-Fatihah dalam shalat fardlu tidak diharuskan, dan
membaca bacaan apa saja dari al-Qur’an itu boleh, berdasarkan al-Qur’an surat
Muzammil ayat 20, “Bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Qur’an”.
Membaca al-Fatihah hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama saja. Boleh
meninggalkan basmalah karena ia tidak termasuk bagian dari surat.
Menurut
imam Syafi’I, membaca al-fatihah itu wajib pada setiap rakaat tidak ada
bedanya. Baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir. Baik
shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah itu bagian dari surat yang
tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Berdasarkan pada sabda Nabi
Muhammad SAW:
لاصلاة لمن لم يقرأبفاتحة الكتاب
“Tidalah
shalat bagi seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah”
Imam maliki
berpendapat bahwa membaca al-fatihah itu harus pada setiap rakaat, baik
poada rakaat pertama maupun pada rakaat terakhir, baik shalat fardhu maupun
shalat sunnah. Basmallah bukan bagian dari surat, bahkan disunnahkan
untuk ditinggalkan.[5]
Imam
Hambali berpendapat wajib membaca surat al-fatihah pada setiap rakaat
dan sesudahnya disunnahkan membaca surat surat al-Qur’an pada dua rakaat yang
pertama. Basmallah merupakan bagian dari surat tapi cara membacanya
harus dengan pelan-pelan dan tidak boleh dibaca dengan keras.
5.
Ruku’ serta thuma’ninah
Semua
Ulama sepakat bahwa ruku’ adalah wajib dilakukan di dalam shalat. Namun mereka
berbeda pendapat tantang wajib atau tidaknya berthuma’ninah di dalam
ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam.
Imam
Hanafi: yang mewajibkan semata-mata membungkukkan badan dengan lurus dan tidak
wajib thuma’ninah.Madzhab-madzhab yang lain: wajib membungkuk sampai dua
telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan diwajibkan
berthuma’ninah dan tidak bergerak ketika ruku’.[6]
6.
I’tidal serta thuma’ninah
Imam
Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni I’tidal dan dibolehkan
untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.Madzhab-madzhab lain; wajib
mengangkat kepalanya dan ber’itidal serta disunnahkan membaca tasmi’,
yaitu mengucapkan “samiallahu liman hamidah”
7.
Sujud dua kali
serta thuma’ninah
Semua
Ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap
rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. Apakah yang menempel itu
semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung
jari kaki) atau hanya sebagian.
Imam
Syafi’I, Maliki dan Hanafi: yang wajib menempel hanya dahi, sedangkan yang
lainnya adalah sunnah. Namun Hanafi berpendapat yang wajib dalah dahi atau
hidung.
Hambali
: yang diwajibkanitu semua anggota yang tujuh secara sempurna, bahkan Hambali
menambah hidung, sehingga menjadi delapan.Ulama empat mazhab pun berbeda
pendapat dalam hal apakah kedua telapak tangan wajib dibuka saat sujud seperti
dahi dan hidung. Mazhad Hanafi dan Hambali berpendapat tidak wajib. Sedangkan
mazhab Maliki berpendapat wajib. Adapun mazhab Syafi’I ada dua pendapat (wajib
dan tidak), namun yang paling shahih dari mazhab Syafi’I adalah yang
berpendapat wajib.
8.
Duduk di antara
dua sujud serta thuma’ninah
Ulama
empat mazhab telah sepakat bahwa duduk diantara dua sujud adalah masyru’ (disyariatkan
dalam shalat), namun mereka berbeda tentang hukumnya; apakah wajib atau tidak.
Imam
Malik berpendapat sunnah. Adapun mazhab Syafi’I dan imam Ahmad dan Abu Hanifah
berpendapat wajib, hanya saja Abu Hanifah tidak mensyaratkan harus lurus tegak
duduk (cukup dengan setengah duduk yang condong pada duduk; tidak condong pada
sujud).
9.
Duduk tasyahud
akhir
Tahiyat
di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian. Pertama yaitu tahiyat yang
terjadi setelah dua rakaat yang pertama dari shalat magrib dan isya’, dhuhur
dan ashar dan tidak di akhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyat yang
di akhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga atau empat
rakaat.[7]
Imam
Hambali: tahiyat yang pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya
sunnah, bukan wajib.
Imam
Syafi’I, Hambali: tahiyat yang akhir adalah wajib sedangkan menurut
Maliki dan Hanafi hanya sunnah, bukan wajib.
10. Membaca
do’a tasyahud akhir
Ulama
empat mazhab telah sepakat bahwa membaca do’a tasyahud akhir adalah
disyariatkan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam hal apakah wajib
atau tidak.
Mazhab
Hanafi dan Maliki berpendapat sunnah, sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali
berpendapat wajib.
11. Membaca
sholawat pada Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir
Para
ulama empat mazhab telah sepakat bahwa bershalawat pada Nabi Muhammad di do’a tasyahud
akhir adalah masyru’ (disyariatkan). Waktu membacanya ialah ketika
duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir.Namun mereka berbeda pendapat
dalam hal kefardhuannya. Mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat tidak wajib
(hanya sunnah) sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
Adapun
membaca shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’I tidak wajib, melainkan
sunnah, namun sebagian Ulama mazhab Syafi’I ada yang mewajibkannya. Adapun
menurut mazhab Hambali adalah afdhol (lebih baik) jika juga bershalawat
pada keluarga beliau.
12. Mengucapkan
salam
Mereka
telah sepakat bahwa salam dimasyru’kan dalam shalat, namun mereka
berbeda pendapat dalam empat hal, yaitu tentang berapa jumlah salam, mana salam
yang wajib, apakah salam termasuk bagian fari shalat atau sudah keluar dari
shalat, dan apakah wajib niat keluar dari shalat saat mengucapkan salam.
Bilangan
salam adalah dua kali menurut mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali. Sedangkan
menurut mazhab Maliki, bilangan salam adalah satu bagi imam shalat atau orang
yang shalat sendirian, namun bagi makmum ada tiga salam, yaitu selam ke kanan,
lalu ke kiri dan kemudian lurus kedepan sebagai jawab bagi salamnya imam.Dan
hukum mengucapkan salam menurut imam Syafi’I, Maliki dan Hambali adalah wajib
sedangkan Hanafi tidak wajib.sedangkan bilangan salam yang wajib, menurut Imam
Hambali wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan Imam-imam yang lain hanya
mencukupkan satu kali saja yang wajib.
Mazhab
Maliki, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa salam salam termasuk dalam
shalat, sedangkan mazhab Hanafi berpendapat sebaliknya (salam bukan termasuk
bagian dari ibadah shalat).[8]
Mazhab
Maliki, Hambali dan sebagian besar Syafi’iyah berpendapat wajib hukumnya niat
keluar dari shalat saat salam. Sedangkan mazhab Hanafi dan sebagian Ulama
Syafi’iyah berpendapat tidak wajib, dan niat keluar dari shalat itu tidak perlu
diniatkan, tapi cukup dengan melakukan sesuatu yang membatalkan shalat setelah
salam, maka sudah termasuk keluar dari shalat.
13. Menertibkan
semua rukun
Artinya
meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang
telah disebutkan diatas. Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul
ihram wajib didahulukan dari sujud, begitu juga seterusnya. Dan ini sudah
menjadi kesepakatan seluruh Ulama dan tidak ada perbedaan sama sekali.
Rukun dan Syarat Sholat
|
Maliki
|
Hanafi
|
Syafi’i
|
Hambali
|
Niat
|
ü
|
|
ü
|
|
Berdiri
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Takbiratul
Ihram
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Membaca
Al-Fatihah
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Ruku’
(Sunnah membaca Tasbih)
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
I’tidal/Bangun
dari Ruku’
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Sujud
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Duduk
antara 2 sujud
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Duduk
Tasyahud Akhir
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Membaca
Tasyahud Akhir
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Membaca
Shalawat Nabi
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Salam
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Tertib
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
Tuma’ninah
|
ü
|
|
ü
|
ü
|
[1] Muhammad
Nawawi bin Umar al-Jawi, Tausyeh ala Fathul Qarib al-majid, Hal. 55
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh
Sunnah, Bandung: al-Ma’arif, 1988, Hal. 286
[3] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam Tinjauan Antar Madzhab,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, Hal. 54-55
[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid Juz 1,Mekah: Darul Kutub al-Islami, tt.Hal. 88
[5] Ibnu Rusyd, Ibid,
Hal. 91
[6] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op.Cit, Hal. 59
[7] Muhammad Jawad
Mughaniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2013, Hal. 111
[8] Abdullah Zaki
Alkaf, Fiqih Empat Mazhab terjemah Rahmah al-Ummah Fi Ikhtilaf al-A’immah, Bandung:
Hasyimi, 2013, Hal. 60
min, apa bedanya antara di syariatkan dan diwajibkan?
BalasHapussyari'at adalah segala sesuatu yang telah di atur allah SWT dalam melalui nabi berupa al-Qur'an. syriat berisi aturan segala hal meliputi tuntunan didunia maupun akhirat. termasuk didalamnya hukum wajib, haram, sunah, haram dll
Hapus