Konsep Belajar dan Mengajar dalam Islam
A.
Pengertian Belajar Mengajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[1]
Sedangkan menurut al ghazali, belajar adalah
proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya
melalui berbagai ilmu pengetahuan yang di sampaikan dalam bentuk pengajaran
yang teerhadap, dimana proses proses pembelajaran itu menjadi tanggung jawab
orang tua, dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada allah menuju manusia
sempurna.[2]
Dari
pengertian diatas dapat kita cermati sebagai berikut :
1. Belajar adalah
proses memanusiakan manusia.
2. Waktu belajar
adalah seumur hidup, dimuli sejak lahir hingga akhir hayat.
3. Belajar adalah
proses pengalihan pengetahuan dari guru kepada murid.
Sedangkan Mengajar pada
dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.
Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Disamping itu ada beberapa difinisi lain, yang dirumuskan secara rinci dan
tampak bertingkat. Dalam pengertian yang luas, mengajar diartikan
sebagai suatau aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkunagn
sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi ynag kondusif untuk
berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan
sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani
maupun rohani, baik fisik maupun mental.[3]
B.
Ayat-Ayat dan Hadist Tentang Kewajiban Belajar Mengajar.
Hukumbelajarataumenuntutilmuadalahwajib seperti sabda Rasululla Saw :
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ
مُسْلِمَةٍ
Rasulullah Saw bersabda : Menuntut ilmu hukumnya wajib
bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan.
Dari penjelasan hadist di atas sudah sangat jelas
bahwasanya hukum menuntut ilmu bagi kaum muslim maupun muslimat yaitu fardu
(wajib) dan Ilmu yang wajib di pelajari adalah Ilmu yang di perlukan untuk
menghadapi tugas atau kondisi dirinya misalkan kita di wajibkan menjalankan
sholat,maka wajib bagi kita memiliki ilmu yang berkaitan dengan sholat,
secukupnya guna menunaikan kewajiban tersebut, Wajib pula mempelajari Ilmu-ilmu
lain yang menjadi sarana dalam menunaikan kewajibannya.[4]
Begitu pentingnya ilmu hingga
allah berfirman dalam surat al-alaq yang mana merupakan surat pertama yang di
turunkan allah kepada nabi muhammad saw melalui perantara malaikat jibril as.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ
Yang
berarti :
1.
Bacalah dengan ( menyebut) nama tuhanmu yang
menciptakan.
2.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah,dan tuhanmulah yang maha pemurah.
4.
Yang mengajar ( manusia) dengan perantara qalam.
5.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak di ketahui.
Dari wahyu yang pertama ini allah memberikan petunjuk, sejatinya melalui
perantara alat tulis manusia memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
mendokumentasikan hukum-hukum, menyampaikan surat sebagai ganti dirinya,dan
berbagai keperluan. Tentu semua ini merupakan nikmat besar dari allah saw,sebab
seandainya tidak ada keterampilan membaca dan menulis maka agama tidak akan
tegak dan kehidupan manusia tidak berjalan dengan baik, dengan demikian terjadi
transformasi dari kegelapan (kebodohan) menuju pencerahan (cahaya Ilmu Pengetahuans).
Berbagai aktivitas pendidikan di mulai dari aktivitas baca tulis dan hampir
semua ahli dalam semua bidang memulai aktivitasnya lewat baca tulis.[5]
Sedangkan Hukum mengajar dalam
agama islam sendiri adalah wajib seperti disebutkan dalam firman
Allah SWT.
بسم
الله الرحمن الرحيم
وَمَا كَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Yang artinya, “Tidak sepatutnya bagi mukmin ini tupergi semuanya
(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Ada beberapa riwayat tentang penafsiran ayat ini,
dan penetapan kelompok yang pergi untuk memperdalam agama
dan nantinya memberi peringatan kepada meraka ketika kembali kepada mereka.
Dalam penafsiran Ibnu Abbas ra- dan dari penafsiran Hasan Al-Bashri,
pilihan Ibnu Jarirath-Thabari, serta pendapat Ibnu Katsir, adalah bahwa agama
ini adalah “manhaj haraki”, yang takdapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang
berharakah didalamnya. Oleh karena itu, orang-orang yang keluar untuk berjihad memperjuangkan
agama ini adalah orang-orang yang berpotensial untuk memahaminya,
karena mereka telah melihat secara langsung atas ayat-ayatnya dan implementasi praktisnya ketika mengusung harakah
agama, sehingga mereka lebih banyak menyingkap banyak rahasia dan makna agama ini.
Dan orang-orang yang berdiam di dalam negeri, mereka adalah
orang-orang yang membutuhkan penjelasan dari orang-orang yang berharakah.
Karena mereka takmenyaksikan apa yang disaksikan oleh orang-orang yang keluar,
takmemahami apa yang mereka pahami, dan takmencapai rahasia-rahasia agama
ini seperti yang dicapai oleh orang-orang yang berharakah.
Apalagi jika keluarnya bersama Rasulullah, keluar bersama beliau secara umum lebih mendekatkan seseorang untuk memahami dan mengerti
agama ini.
Mungkin penafsiran ini berbeda jika dilihat secara diametral dengan yang
diduga secara elementer pertama kali oleh kebanyakan orang, bahwa orang-orang yang
berdiam, tak ikut berperang, takberjihad, dan takberharakah itulah yang
harusnya mengkhususkan dirinya untuk mendalami agama. Tapi ini hanya ilusi saja,
dan taksesuai dengan sifat agama ini. Karena harakah adalah pokok agama ini. Sehingga
yang betul-betul memahami agama ini adalah yang turut serta berjihad,
bergerak dengannya berjuang membumikan panji islam dalam kehidupan manusia dengan harakah amaliah,
dan memenangkannya atas kejahiliahan. Sementara itu, hal itu taktampak pada orang-orang yang
tenggelam dalam buku-buku dan hanya berinteraksi dengan kertas-kertas.
[6]
Melihat asbabun nuzul ayat ini, Ibnu al-
Hatim meriwayatkan dari dari I’krimah bahwa ketika turun ayat, “Jika kamu
tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan
azab yang pedih...(At-taubah: 39), padahal waktu itu sejumlah oramg tidak
ikut berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada
kaum meraka- maka orang-orang munafik mengatakan, “Ada beberapa orang dipadang
pasir tinggal (tidak berangkat perang). Ccelakalah orang-orang padang pasir
itu.” Maka turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya orang-oang mukmin itu
semuanya pergi (ke medan perang)...........(At- taubah: 122)”
Ibnu Katsir (2/528) menulis bahwa mujahidah
mengatakan, “Ayat ini turun tentang beberapa orang sahabat Rasulullah yang
pergi ke padang pasir, lalu mereka mendapat perlakuan yang baik dari
penduduknya, dan mereka memanfaatkan kesuburan daerah itu, serta mendakwahi
orang-orang yang merka temui. Penduduk setempat berkata kepada mereka, “ Kami
lihat kalian telah meninggalkan para sahabat kaliandan kalian mendatangi kami.”
Kalimat itu mendatangkan rasa tidak enak dalam hati mereka. Lalu mereka
semuanya meninggalkan daerah padang pasir untuk menghadap Rasulullah. Maka
Allah menurunkan Firman-Nya, (فَلَوْلَا نَفَرَ..).[7]
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan
bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang lain
tentang ilmu agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga,
mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib
diketahui oleh setiap mukmin.
[1]. Suhardan,Dadang,
Supervisi Provesional. Bandung: alfa Beta, 2010
[2]. Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam. Surabaya:
Pena Salsaila, 2015. Hlm, 98
[3]. Sudirman,a,m, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar .
Jakarta: raja Grafindo Persada, 2008, Hlm, 47
[4]. Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim. Kudus:Menara Kudus,
2007, Hlm 5
[5]. Hanafi Muchlis, Pendidikan,Pembangunan
karakter dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Aku Bisa, 2012,
Hlm, 19
[6] Sayyid Quthb, Tafsir FI Zilalil Qur’an jilid 6, (Jakarta, Gema Insani
Press, 2003) hlm 63-64
[7] Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-qur’an, Jakarta, Gema
Insani, 2008, hlm 308-309
Tidak ada komentar:
Posting Komentar