Kamis, 19 April 2018

Sikap SABAR dan JUJUR


SABAR dan JUJUR
A.    Pengertian Sabar
Kata “sabar” berasal dari bahasa Arab yaitu sobaro yasbiru, yang artinya menahan, mencegah atau mengekang. Secara istilah sabar adalah menahan jiwa dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh-kesah, menahan diri dari segala sesuatu bentuk keusulitan, kesedihan atau menahan diri dalam menghadapi sesuatu yang tidak disukainya.[1]
Menahan jiwa dan mengekangnya oleh perangai dan sifat reflektif (spontanitas) untuk tidak memenuhi panggilan suatu perbuatan yang tidak baik, hal tersebut dinamakan shabara (sabar). Apabila memaksakan dan melatih kesabaran serta menengguk pahitnya, maka dinamakan tashabbar. Apabila seseorang memaksakan dan menuntut dirinya untuk berlaku sabar maka hal itu akan menjadi pembawaan; sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad S.A.W
وَمَنْ يَتَصَبَّر يُصَبِّرْهُ الله
“Orang yang memaksakan bersabar niscaya Allah menjadikannya orang yang sabar.” (H.R AL-Bukhari dan Muslim).
Dari segi kekuatan sabar, manusia dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama, kekuatan sabar untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat adalah lebih kuat daripada kesabaran menjauhi hal-hal yang membahayakan. Kedua,kekuatan sabar menjauhi larangan-larangan adalah lebih kuat daripada kesabarannya menghadapi beratnya kenyataan. Ketiga, adalah orang yang tidak bersabar pada dua hal tersebut. Hanya sedikit diantara kita yang bisa bersabar dalam kedua hal tersebut. [2]
Dalam firman Allah disebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat28:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاوَةِ وَ الْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ, وَلَا تَعُدْ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَوةَ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ اَمْرُهُ فُرُوْطًا (سورة الكهف : ٢٨)
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhan-Nya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya dan jangan lah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas (Q. S Al-Kahfi : 28 )[3]
Sabar ialah keteguhan yang membangkitkan motivasi akal dan agama dalam menghadapi faktor pembangkit keinginan dan hawa nafsu. Tabiat manusia itu menuntut sesuatu yang disukai, sedangkan pembangkit akal dan agama yang menangkalnya, hingga pertepuran berkecamuk dan kemenangan silih berganti, sedangkan medan pertempuran Bersabar dari bercepat-cepat dalam hal makanan atau mengkonsumsi seuatu yang adalah hati, kesabaran, keberanian, dan ketegaran.
 Sabar yang terpuji ialah kesabaran jiwa secara sukarela dari ajakan hawa nafsu yang tercela. Tingkatan dan nama-nama sabar itu sesuai variabelnya, dibedakan menjadi :
a.      Bersabar dari hasrat yang terlarang ialah ‘iffah
b.     Bersabar tidak mengeluarkan kata dan ucapan tidak baik ialah ‘kitman sir
c.      Bersabar menyikapi kelebihan penghidupan ialah zuhud
d.     Bersabar terhadap kecukupan duniawi ialah qona’ah
e.      Bersabar tidak memenuhi ajakan kemarahan ialah hilm

B.    Pengertian Jujur
Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Maka orang yang jujur bersama Allah dan bersama manusia adalah yang sesuai lahir dan batinnya. Karena itulah, orang munafik disebutkan sebagai kebalikan orang yang jujur[4], firman Allah pada surat Al-Ahzab ayat 24 :
لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ اِنَّ اللهَ غَفُوْرًا رَحِيْمًا  (سورة الكهف : ٢٤)
“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dia kehendaki , atau menrima taubat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  (QS. Al-Ahzab:24) [5]
Dan tatkala kejujuran mempunyai ikatan kuat dengan iman, maka Rasulullah S.A.W memaafkan (memakluminya) terjadinya sifat yang tidak terpuji dari seorang mukmin, namun beliau menolak bahwa seorang mukmin terjerumus dalam kebohongan, karena sangat jauhnya hal itu dari seorang mukmin. Para sahabat pernah bertanya:
و حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْم أَنَّهُ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَا(رواهمالك)
"Ya Rasulullah, apakah orang beriman ada yang penakut? Beliau menjawab,'Ya.' Maka ada yang bertanya kepada beliau, 'Apakah orang beriman ada yang bakhil (pelit, kikir).' Beliau menjawab, 'Ya.' Ada lagi yang bertanya, 'Apakah ada orang beriman yang pendusta?' Beliau menjawab, 'Tidak.’( HR Malik)[6]
Para ahli tasawuf mengartikan jujur adalah “keseimbangan antara lahir dan bathin, antara berbuat dan berkehendak” yakni kelakuannya tidak berlawanan dengan amalnya dan amalnya tidak berkelakuan dengan kelakuannya.”
Sedangkan dusta, yaitu memberikan sesuatu berlainan dengan sebenarnya, walaupun tidak disengaja. berdusta merupakan ciri-ciri orang munafiq. kalau berbicara dusta, tidak menepati janji, jika dipercaya khianat, tukang fitnah, melontarkan tuduhan tuduhan bohong, menipu, berdusta untuk mengelabui kebenaran. Berdusta merupakan perbuatan keji yang benar-benar bisa membawa kehinaan bagi si pelakunya. Bahkan dikatakan bahwa dusta memadamkan cahaya eksistensi manusia dan menyalakan api khianat dalam dada. Dusta menghancurkan ikatan persatuan dan keharmonisan diantara manusia.
Ungkapan : “Dusta yang bersifat membangun itu lebih baik daripada kebenaran yang menyakitkan”. Ini adalah racun masyarakat. ungkapan ini telah menjadi selubung untuk menutupi sifat-sifat buruk, dan banyak orang yang terpaksa mengambil jalan ini untuk membenarkan dusta-dusta mereka. Para pendusta itu menderita gangguan mental yang selalu menjauhkan diri mereka dari kata benar/jujur. Dusta adalah watak yang paling buruk dan paling menjijikkan, karna dusta adalah suatu perbuatan yang mengarah kepada segala sifat jahat lainnya. [7]
Oleh karna itu, manusia diperintahkan agar selalu jujur dengan memperhatikan prinsip kebenaran pada setiap problem yang dihadapinya dan dilaksanakan diatas hukum yang benar. Dan yang demikian itu merupakan tiang yang kokoh menurut akhlak islam.Manusia dituntut untuk selalu berpegang teguh kepada kejujuran karna kejujuran sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pergaulan dan membangun masyarakat islam, harus bersikap jujur, agar masyarakat akan melihat bahwa apa yang diharapkan oleh semua orang ternyata menuju kepada kebenaran yang hakiki.
Jujur itu di kategorikan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Jujur dalam perkataan, yakni mengatakan sesuatu sesuai dengan kandungan hatinya atau sesuai dengan kenyataan, bila menyatakan sesuatu yang sudah terjadi.
2. Jujur dalam aqidah, yakni mempercayai sesuatu-sesuatu dengan hakikatnya, misalnya percaya akan adanya tuhan dan tuhan itu hanyala Allah semata.
3. Jujur dalam perbuatan, yakni bentuk luar sesuatu perbuatan sama dengan yang didalam hatinya, misalnya shalat karena Allah semata bukan karena riya’.

Hadist tentang kejujuran membawa kebaikan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ فُجُورٌ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا (رواه مسلم)
Dari ['Abdullah bin Mas'ud] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu adalah kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan sesungguhnya dusta itu adalah kejahatan. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah." (HR Muslim)[8]
Hadist ini menganjurkan kita untuk selalu berlaku jujur dalam perkataan, ikhlas dalam berbuat, dan suci dalalm kelakuan. Dan mengandung pencelaan terhadap orang yang terus menerus berdusta. Dalam hadist diatas juga disebutkan bahwa orang yangbjujur akan mendapat petunjuk untuk selalu menempuh kebaikan-kebaikan, dan orang-orang yang baik tempatnya adalah surga. Orang yang selalu berbuat jujur akhirnya itu menjadi wataknya dan dengan demikian itu ia akan dicatat disisi Allah sebagai orang yang jujur.Sebaliknya dusta merupakan pangkal keburukan dan kehinaan. Orang yang suka dusta tidak akan dipercaya perkataannya dalam pergaulan, bahkan menjadi saksipun tidak dapat diterima persaksiannya. Oleh karena itu Rasulullah SAW melarang perbuatan dusta ini dan beliau menjelaskan bahwa dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan kejahatan, sebahaimana firman Allah : Al-infithar 14-15.
وَاِنًّ الْفُجَّارَ لَفِيْ جَحِيْمِ يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّيْن
Orang yang selalu berdusta akhirnya dusta itu menjadi wataknya dan dengan demikian ia dicatat disisi Allah sebagai pendusta dan dimasukkan kedalam golongan orang-orang munafiq.[9]
             Dalam hadist nabi diatas juga terkandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan, maka kejujuran akan menjadi karakternya. Barang siapa sengaja berdusta dan berusaha untuk dusta, maka dusta menjadi karakternya. dengan latihan dan upaya untuk memperoleh, akan berlanjut sifat-sifat baik atau buruk. Hadist diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya membawa orang masuk surga dan yang dusta ke neraka.


[1]Imam Syamsyudin Muhammad Ibn, Sabar dan Syukur, PUSTAKA NUUN, Semarang, hlm 11 & 15. 2010
[2] http:/Islamiyah.wibes.com

[3]Al-Qur’an dan Terjemahannya di terjemahkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Cv Penerbit Dipenogoro, Bandung, Q. S Al- Kahfi hlm 297. 2010.
[4]http:/tizar.72.blogspot.sg/2014/10/makalahjujur.html?m=1
[5]Al-Qur’an dan Terjemahannya di terjemahkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Cv Penerbit Dipenogoro, Bandung,Q. S Al-Ahzab hlm 421. 2010.
[6]Hadist Malik No 1571
[7]Fakrur Rozi, HADITS TARBAWI, Cv Karya Abadi, Semarang, hlm 40-47, 2015
[8]Hadist Muslim, Juz 13, Halaman 15, Hadist nomor 4720.
[9]Al-Qur’an dan Terjemahannya di terjemahkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Cv Penerbit Dipenogoro, Bandung, Q.S Al-Infithar hlm 14-15. 2010.

1 komentar: