Sabtu, 21 April 2018

Konsep Aqad Ijarah (sewa-menyewa) dalam Hukum Islam


Konsep Ijarah (sewa-menyewa)

A.    Pengertian Ijarah dan Landasan Hukumnya
Untuk dapat menggunakan kemanfaatan suatu benda yang tidak dimiliki, seseorang dapat melakukan akad ijarah dengan pihak lain yang kebetulan memiliki benda tersebut. Yang demikian ini telah diatur prosedurnya dalam kitab-kitab fiqih dan kebolehannya berpijak pada dustur al-islam (Al-Qur’an dan Hadits) serta beberapa sumber lain yang disepakati oleh para ulama.
Ijarah secara bahasa berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwadh (ganti, upah, atau menjual manfaat). Wahbah Zuhaily mengatakan bahwa transaksi sewa itu identik dengan jual-beli, hanya saja kepemilikan dalam akad sewa dibatasi dengan waktu.[1]
Secara etimologis al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadh yang arti dalam bahasa indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut Rahmat Syafi’I dalam fiqih Muamalah ijarah adalah بيع المنفعة  (menjual manfaat)[2]
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut:
1.     Menurut Hanafiyah
عقد يفيد تمليك منفعة معلومة مقصودة من العين المستأجرة بعوض
Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.
2.     Menurut Malikiyah
تسمية التعاقد على منفعة الآدمي و بعض المنقولان
Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan[3]
3.     Menurut Syafi’iyah
عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”[4]
Adapun beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti:
a.      Manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dikendarai.
b.     Manfaat yang berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur bangun­an, tukang tenun, tukang pewarna, penjahit, dll.
c.      Manfaat yang berasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor, pembantu rumah tangga, dll.
d.     Sementara itu, menyewakan pohon untuk dimanfaatkan buahnya, menyewakan makanan untuk dimakan, dll bukan termasuk kategori ijarah karena barang-barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali barang-barang tersebut akan habis dikonsumsi.

Landasan Hukum
a.      Al- Qur’an (al-baqarah  : 233)
 Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
·       QS. Al-Kahfi: 77
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْ‌يَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارً‌ا يُرِ‌يدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرً‌ا ﴿٧٧
                       Artinya:
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (Qs. Al-Kahfi: 77)
b.     Al- Hadits
·       Hadist (H.R. Bukhari dan Muslim)
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال حجم أبو طيبة رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمر له بصاع من تمر وأمر أهله أن يخففوا من خراجه (رواه البخاري ومسلم وأحمد)
                        Artinya:
"Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah SAW berbekam dengan Abu Thayyibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha' gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari beban kharaj". (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”, (H.R. Bukhari dan Muslim)
·       Hadist (H.R. Ibnu Majjah)
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
·       Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.yang artinya :”Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” (HR. Abu Dawud)
c.      Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa / Ijarah.
·       Kaidah fiqh
Artinya :Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalilyang mengharamkannya.
·       Kaidah fiqh
Artinya :Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harusdidahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
d.     Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :
Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga disewakan.Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah dikonsumsi menjadi hilang atau habis.
e.      Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah
§  Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
§  Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebutmu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah.

B.    Syarat dan Rukun Ijarah
Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai berikut :
  • Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
  • Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.
  • Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
  • Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila asset akan dijual harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.
Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah :[5]
·       Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa aset dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.
·       Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
·       Sighat yaitu ijab dan qabul.

C.    Pembatalan akad Ijarah
Di dalam ijarah, akad tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang di wajibkan fasakh (batal).
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:
(a)   Terjadi cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa;
(b)  Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya
(c)   Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan;
(d)   Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan 
(e)   Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewakan toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.


[1] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 185
[2]Rahmat Syafi’I, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2004 hlm. 121
[3]Abd. Al-Rahman al-Jaziri, Fiqh ‘Ala madzahibil Arba’ah Juz III, Maktabah Tijariyah al-Kubro, Mesir, 1969, hlm. 94-97
[4]Muhammad Asy-Sarbini, Mughni al-Muhtaj Juz II, hlm. 332

Tidak ada komentar:

Posting Komentar