Minggu, 08 April 2018

Biografi Imam Ibnu Hazm

Biografi Imam Ibnu Hazm
a.      Kelahiran
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibnu Hazm Ibn Ghalib Ibn Shalih Ibnu Khalaf Ibn Ma’dan Ibn Sufyan Ibnu Yazid, mawla Amir Yazid bin Abi Sufyan bin Sakhr bin Harb bin Umayyah bin Abd Syams al Umawi. Keluarganya berasal dari Persia. Kakeknya Khalaf, merupakan orang pertama yang memasuki Andalusia menyertai Raja Andalusia, Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam yang dikenal dengan ad-Dakhil.[1]
Beliau berasal dari keluarga bangsawan Arab yang berkedudukan sebagai menteri kerajaan Arab-Islam, kelanjutan dari kedaulatan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, setelah daulat itu runtuh dalam menghadapi perlawanan orang-orang Bani Abbas dan kaum ‘Alawiyyin. Nama Ibnu Hazm merupakan nama yang tertulis di berbagai karangannya sehingga dengan nama inilah Ibnu Hazm lebih dikenal. Imam Ibnu Hazm dan ayahnya  tinggal di Kordoba. Ayahnya merupakan seorang menteri dari Khalifah al-Manshur yakni Muhammad bin Abi Amir dan juga masih menjadi menteri di pemerintahan anaknya, al-Muzhaffar. Ayahnya lah orang yang mengatur jalannya pemerintahan keduanya. Imam Ibnu Hazm sendiri kemudian juga menjadi menteri pada kekhalifahan Abdur Rahman bin Hisyam bin Abdul Jabbar bin al-Nashir yang dijuluki al-Mustaz}ir Billa>h. Kemudian beliau meninggalkan status menterinya secara sukarela untuk menekuni ilmu-ilmu. [2]
Ibnu H}azm lahir di Kordoba,[3] di sebelah timur, di komplek Maniyyah al-Mughirah, di istana ayahnya yang dekat dari kota al-Manshur bin Abu Amir (az-Zahirah) yang dikhususkan baginya dan para pembantunya dalam pemerintahan, serta dijadikan sebagai markas pemerintahan, yang menghimpun antara kekuatan bersenjata dengan simbol kebesaran dan kedudukan. Beliau lahir pada hari Rabu sebelum terbit matahari bulan Ramadan, tahun 384 H yang bertepatan dengan tanggal 07 Nopember 994 M.[4]
Pada masa kelahiran Imam Ibnu Hazm, negeri Andalus bukan lagi Andalus yang kuat dan bersatu seperti selama kurun waktu tiga abad sebelumnya. Kekhalifahan di Andalus ketika itu berada di tangan Hisyam al-Muayyad, salah seorang khalifah terakhir di negeri itu. Pada masa itu, Negara Andalus sudah terkoyak-koyak menjadi kepingan negara-negara atau kesultanan-kesultanan kecil yang saling jegal-menjegal berebut kekuasaan atas negara kecil tetangganya. Bahkan untuk itu, ada yang meminta bantuan pasukan asing (Eropa) agar dapat menghancurkan negara-negara kecil yang berdekatan.[5] Negeri Andalus tidak hanya dilanda dekadensi (kemerosotan) politik, tetapi juga dekadensi sosial, moral, dan bahkan juga di bidang penghayatan agama. Jauh sekali dari keadaaan yang semestinya sebagai masyarakat Islam.[6]

b.      Pendidikan
Imam Ibnu Hazm mula-mula belajar sesuatu yang memang telah biasa diajarkan kepada anak-anak para pembesar negara seperti menghafal syair, menghafal al-Qur’an dan menulis. Masa pengajaran seperti ini berlangsung di bawah bimbingan pengasuh wanita. Ayahnya tidak begitu saja merasa puas terhadap perkembangan intelektual Imam Ibnu Hazm. Ayahnya kemudian mencarikan Imam Ibnu Hazm seorang guru yang bernama Abu al-Hasan bin Ali al-Farisi. Pada saat itu Imam Ibnu Hazm bertemu juga dengan Ahmad bin al-Jasur.[7]
Imam Ibnu Hazm berteman dengan Syekh Abi Umar bin Abdil Bar al-Namiri dan berlawanan dengan Syekh Abi al-Walid Sulaiman bin Khalaf al-Baji. Imam Ibnu Hazm termasuk ulama yang paling banyak mengajak berdebat dengan ulama lain baik dengan lisannya maupun dengan penanya. Sikap Imam Ibnu Hazm yang seperti itu akhirnya menimbulkan kedengkian di hati orang-orang sezamannya.
Salah satu hal yang menakjubkan dari Imam Ibnu Hazm adalah meskipun ia termasuk mazhab Ẓaḥiri yang tidak menggunakan qiyas, namun dalam masalah furu’ Imam Ibnu Hazm bisa menjelaskan panjang lebar argumennya. Hal ini dikarenakan Imam Ibnu Hazm termasuk orang yang pertama kali menggunakan ilmu mantiq yang dipelajarinya dari Muhammad bin al-Hasan al-Mazhijji al-Kinani, al-Qurthubi.[8]
Imam Ibnu Hazm mendengar hadis dari Abi Umar Ahmad al-Hasur, Yahya bin Mas’ud bin Wajh al-Jannah, Yusuf bin Abdullah bin Yusuf bin Nami, Abu Abdillah al-Humaidi, Abu Hasan Syarih bin Muhammad.[9]
Selain guru-guru yang telah disebutkan di atas, Imam Ibnu Hazm masih mempunyai beberapa guru lagi yaitu:
1)      Abu al-Qasim Abd al-Rahman bin Abi Yazid alAzdi. Beliau merupakan guru Ibn Hazm dalam bidang hadis, nahwu, cara menyusun kamus, logika dan ilmu kalam.
2)      Abū al-Khiyār al-Lughawi adalah gurunya dalam ilmu fiqih dan peradilan.
3)      A Sa’id al-Fata al-Ja’fari adalah gurunya mengenai komentar atau ulasan sya’ir.
4)      Ahmad bin Muhammad ibn al-Jasur adalah gurunya dalam bidang hadiş.
5)      A Abd Rahmān Baqiy ibn Mukhalid, adalah gurunya dalam bidang tafsir.
6)      A Abd Allah Muhammad ibn al-Haruan al-Madhiji, adalah gurunya dalam bidang filsafat dan ilmu kepurbakalaan.[10]

c.       Pengakuan terhadap Imam Ibnu Hazm
Imam Ibnu Hazm adalah seorang yang ahli di bidang hadis (Hafiz) dan fiqh. Hukum-hukum yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hazm berasal dari al-Kitab dan al-Sunnah.  Beberapa komentar terhadap Imam Ibnu Hazm:
قال أبو حامد الغزالي : وجدت في أسماء الله تعالى كتابًا ألفه أبو محمد بن حزم يدل على عظم حفظه وسيلان ذهنه. وقال صاعد بن أحمد : كان ابن حزم أجمع أهل الأندلس قاطبة لعلوم الإسلام، وأوسعهم معرفة مع توسعه في علم اللسان، ووفور حظه من البلاغة والشعر، ومعرفته بالسنن والآثار والأخبار[11]

Artinya: “Abu Hamid al-Ghazali berkata “Aku menemukan nama-nama Allah ta’ala berupa kitab yang dikarang oleh Abu Muhammad bin Hazm menunjukkan atas keagungan hafalannya dan pikiran yang mengalir”. Sha’id bin Ahmad berkata “Ibnu Hazm merupakan penduduk al-Andalusi yang paling banyak mengumpulkan ilmu keislaman, paling luas pengetahuan dan memperluaskannya lagi dengan ilmu lisan, paling kaya dalam hal sastra dan syair, serta paling banyak pengetahuannya tentang sunnah, atsar, dan akhbar.”

d.        Murid dan karya Imam Ibnu Hazm
Sikap Imam Imam Ibnu Hazm adalah keras, sehingga hanya sedikit orang yang mau belajar padanya. Mereka adalah para mahasiswa yang berani menghadapi serangan para ulama, seperti sejarawan Muhammad bin Futūh bin Humaid dan Abū ‘Abdillah al-Humaidi al-Andalusi, seorang yang mengkhususkan diri pada kajian Imam Ibnu Hazm dan yang mempublikasikan pikiran-pikirannya.[12] Beliau juga penghimpun dua kitab hadis Sahih Bukhari-Muslim. Meskipun demikian, masih ada orang yang setia belajar dengan beliau. Mereka adalah putranya Abu Rafi’ al-Fadhl, Abu Usamah Ya’qub dan Abu Sulaiman al-Mus’ab. Mereka inilah yang menyebarkan dan mengembangkan ilmu orangtuanya ke berbagai penjuru.[13]
Adapun karya Imam Imam Hazm terdapat di berbagai bidang, yaitu bidang fiqh, hadis, ushul, al-milal wa an-nihal (agama-agama dan aliran-alran), sejarah, nasab, kitab-kitab adab, dan bantahan terhadap para penentang mencapai 400 jilid, yang berisikan hampir 80.000 lembar kertas. 
Adapun karyanya yang paling popular antara lain Masa>il Us}u>l al-Fiqh, al Ih}}ka>m fi Us}u>l al Ah}ka>m, dan al Muh}alla> bi al-A|sa>r fi Syarh} al-Mujalla> bi al-Intizar. Ketiga karangan tersebut adalah bidang ushul fiqh dan fiqh. Dalam tafsir ia menulis al-Naskh wa al Mansu>kh. Dalam bidang mantiq adalah kitab al-Taqri>b fi H}udu>d al-Mantiq. Dalam bidang akhlaq adalah kitab Mudawat al-Nufus fi Tahzib al-Akhlaq dan al-Zuhd fi al-Raza’il. Dalam bidang akidah adalah al Fasl fi al Milal wa al Nihal dan Izhar Tabdil al Yahud wa al Nasara li al Taurat wa al Injil. Dalam bidang sastra Tuq al Hamamah fi al Ulfah wa al-Alaf.



[1] Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah al-Hafiz, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1998, juz 3, h. 227.
[2] Abdul Wahid bin Ali al-Tamimi, al-Mu’jab fi Talkhish Akhbar al-Maghrib min Ladun Fath al-Andalus ila Akhir Ashr al-Muwahidin, Beirut: al-Maktabah al-Ishriyyah, juz 1, h. 43.
[3] Cyril Glasse, The Concise Encyclopaedia of Islam, terj Ghufron A. Mas’adi dengan judul “Ensiklopedia Islam (Ringkas)”, cet ke-2, Jakarta: RajaGrafindo, 1999, h. 150.
[4]  Abdul Wahid bin Ali al-Tamimi, al-Mu’jab fi Talkhish ..., h. 46.
[5] Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN Jakarta, 1993, h. 391.
[6] Abdurrahman al-Syarqawi, a’immah al-Fiqh al-Tis’ah, terj. H.M.H. al-Hamid al-Husaini, Bandung: Pustaka Hidayah, 2000, h. 569.
[7] Abu Zahrah,Ibn Hazm Hayatuhu wa Asruhu, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi,  h. 25.
[8] Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah al-Hafiz, Beirut:  Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1998, Juz 3, h. 228.
[9] Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah al-Hafiz, h. 227.
[10] Departemen Agama RI., Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Ditjen Bimbaga Islam, 1992, Juz. 2, h. 391.
[11]Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah al-Hafiz , h. 228.
[12] Aris Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, Bandung: Mizan Pustaka, 2010, h. 460.
[13] Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam as-Salaf, terj Ahmad Syaikhu dengan judul “ Biografi 60 Ulama Ahlussunnah  yang Paling Berpengaruh & Fenomenal dalam Sejarah Islam”, Jakarta: Darul Haq, 2013, Cet. II, h. 750. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar