Biografi Imam
Ibnu Hazm
a.
Kelahiran
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibnu Hazm Ibn Ghalib Ibn Shalih Ibnu Khalaf Ibn Ma’dan Ibn Sufyan Ibnu Yazid, mawla Amir
Yazid bin Abi Sufyan bin Sakhr bin Harb bin Umayyah bin
Abd Syams al Umawi. Keluarganya berasal dari Persia.
Kakeknya Khalaf, merupakan orang pertama yang memasuki Andalusia menyertai Raja
Andalusia, Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam yang dikenal dengan ad-Dakhil.[1]
Beliau
berasal dari keluarga bangsawan Arab yang berkedudukan sebagai menteri kerajaan
Arab-Islam, kelanjutan dari kedaulatan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus,
setelah daulat itu runtuh dalam menghadapi perlawanan orang-orang Bani Abbas
dan kaum ‘Alawiyyin. Nama Ibnu Hazm merupakan nama yang tertulis di
berbagai karangannya sehingga dengan nama inilah Ibnu Hazm lebih dikenal. Imam
Ibnu Hazm dan ayahnya tinggal di
Kordoba. Ayahnya merupakan seorang menteri dari Khalifah al-Manshur yakni
Muhammad bin Abi Amir dan juga masih menjadi menteri di pemerintahan anaknya,
al-Muzhaffar. Ayahnya lah orang yang mengatur jalannya pemerintahan keduanya.
Imam Ibnu Hazm sendiri kemudian juga menjadi menteri pada kekhalifahan Abdur
Rahman bin Hisyam bin Abdul Jabbar bin al-Nashir yang dijuluki al-Mustaz}ir Billa>h. Kemudian beliau meninggalkan
status menterinya secara sukarela untuk menekuni ilmu-ilmu. [2]
Ibnu H}azm
lahir di Kordoba,[3] di sebelah timur, di
komplek Maniyyah al-Mughirah, di istana ayahnya yang dekat dari kota al-Manshur
bin Abu Amir (az-Zahirah) yang dikhususkan baginya dan para pembantunya dalam
pemerintahan, serta dijadikan sebagai markas pemerintahan, yang menghimpun antara
kekuatan bersenjata dengan simbol kebesaran dan kedudukan. Beliau lahir pada
hari Rabu sebelum terbit matahari bulan Ramadan, tahun 384 H yang bertepatan
dengan tanggal 07 Nopember 994 M.[4]
Pada
masa kelahiran Imam Ibnu Hazm, negeri Andalus bukan lagi Andalus yang kuat dan
bersatu seperti selama kurun waktu tiga abad sebelumnya. Kekhalifahan di
Andalus ketika itu berada di tangan Hisyam al-Muayyad, salah seorang khalifah
terakhir di negeri itu. Pada masa itu, Negara Andalus sudah terkoyak-koyak
menjadi kepingan negara-negara atau kesultanan-kesultanan kecil yang saling
jegal-menjegal berebut kekuasaan atas negara kecil tetangganya. Bahkan untuk
itu, ada yang meminta bantuan pasukan asing (Eropa) agar dapat menghancurkan
negara-negara kecil yang berdekatan.[5] Negeri
Andalus tidak hanya dilanda dekadensi (kemerosotan) politik, tetapi juga
dekadensi sosial, moral, dan bahkan juga di bidang penghayatan agama. Jauh
sekali dari keadaaan yang semestinya sebagai masyarakat Islam.[6]
b. Pendidikan
Imam Ibnu Hazm mula-mula belajar sesuatu yang
memang telah biasa diajarkan kepada anak-anak para pembesar negara seperti
menghafal syair, menghafal al-Qur’an dan menulis. Masa pengajaran seperti ini
berlangsung di bawah bimbingan pengasuh wanita. Ayahnya tidak begitu saja
merasa puas terhadap perkembangan intelektual Imam Ibnu Hazm. Ayahnya kemudian
mencarikan Imam Ibnu Hazm seorang guru yang bernama Abu al-Hasan bin Ali
al-Farisi. Pada saat itu Imam Ibnu Hazm bertemu juga dengan Ahmad bin al-Jasur.[7]
Imam Ibnu Hazm berteman dengan Syekh Abi Umar
bin Abdil Bar al-Namiri dan berlawanan dengan Syekh Abi al-Walid Sulaiman bin
Khalaf al-Baji. Imam Ibnu Hazm termasuk ulama yang paling banyak mengajak
berdebat dengan ulama lain baik dengan lisannya maupun dengan penanya. Sikap
Imam Ibnu Hazm yang seperti itu akhirnya menimbulkan kedengkian di hati
orang-orang sezamannya.
Salah satu hal yang menakjubkan dari Imam Ibnu
Hazm adalah meskipun ia termasuk mazhab Ẓaḥiri yang tidak menggunakan
qiyas, namun dalam masalah furu’ Imam Ibnu Hazm bisa menjelaskan panjang
lebar argumennya. Hal ini
dikarenakan Imam Ibnu Hazm termasuk orang yang pertama kali menggunakan ilmu
mantiq yang dipelajarinya dari Muhammad bin al-Hasan al-Mazhijji al-Kinani,
al-Qurthubi.[8]
Imam Ibnu Hazm mendengar hadis dari Abi Umar
Ahmad al-Hasur, Yahya bin Mas’ud bin Wajh al-Jannah, Yusuf bin Abdullah bin
Yusuf bin Nami, Abu Abdillah al-Humaidi, Abu Hasan Syarih bin Muhammad.[9]
Selain guru-guru yang telah disebutkan di
atas, Imam Ibnu Hazm masih mempunyai beberapa guru lagi yaitu:
1)
Abu al-Qasim Abd al-Rahman bin Abi Yazid
alAzdi. Beliau merupakan guru Ibn Hazm dalam bidang hadis, nahwu, cara menyusun
kamus, logika dan ilmu kalam.
2)
Abū al-Khiyār al-Lughawi adalah gurunya dalam ilmu fiqih dan peradilan.
3)
Abū Sa’id al-Fata al-Ja’fari adalah gurunya mengenai
komentar atau ulasan sya’ir.
4)
Ahmad
bin Muhammad ibn al-Jasur adalah
gurunya dalam bidang hadiş.
5)
Abī Abd Rahmān Baqiy ibn Mukhalid,
adalah gurunya dalam bidang
tafsir.
6)
Abū Abd Allah Muhammad
ibn al-Haruan al-Madhiji, adalah gurunya dalam bidang filsafat dan ilmu kepurbakalaan.[10]
c. Pengakuan terhadap Imam
Ibnu Hazm
Imam Ibnu Hazm adalah seorang yang
ahli di bidang hadis (Hafiz) dan fiqh. Hukum-hukum yang dikeluarkan oleh
Imam Ibnu Hazm berasal dari al-Kitab dan al-Sunnah. Beberapa komentar terhadap Imam Ibnu Hazm:
قال أبو حامد الغزالي :
وجدت في أسماء الله
تعالى كتابًا ألفه أبو محمد بن حزم يدل على عظم حفظه وسيلان ذهنه. وقال صاعد بن أحمد : كان ابن حزم أجمع أهل الأندلس قاطبة لعلوم الإسلام، وأوسعهم معرفة مع توسعه في
علم اللسان، ووفور حظه من البلاغة والشعر، ومعرفته بالسنن والآثار والأخبار[11]
Artinya: “Abu Hamid al-Ghazali
berkata “Aku menemukan nama-nama Allah ta’ala berupa kitab yang dikarang oleh
Abu Muhammad bin Hazm menunjukkan atas keagungan hafalannya dan pikiran yang
mengalir”. Sha’id bin Ahmad berkata “Ibnu Hazm merupakan penduduk al-Andalusi
yang paling banyak mengumpulkan ilmu keislaman, paling luas pengetahuan dan
memperluaskannya lagi dengan ilmu lisan, paling kaya dalam hal sastra dan
syair, serta paling banyak pengetahuannya tentang sunnah, atsar, dan
akhbar.”
d.
Murid dan karya Imam Ibnu Hazm
Sikap
Imam Imam Ibnu Hazm adalah keras, sehingga hanya sedikit orang yang mau belajar
padanya. Mereka adalah para mahasiswa yang berani menghadapi serangan para
ulama, seperti sejarawan Muhammad bin Futūh
bin Humaid dan Abū
‘Abdillah al-Humaidi al-Andalusi, seorang yang mengkhususkan diri pada kajian Imam
Ibnu Hazm dan yang mempublikasikan pikiran-pikirannya.[12]
Beliau juga penghimpun dua kitab hadis Sahih Bukhari-Muslim. Meskipun demikian,
masih ada orang yang setia belajar dengan beliau. Mereka adalah putranya Abu Rafi’ al-Fadhl, Abu Usamah Ya’qub dan Abu Sulaiman
al-Mus’ab. Mereka inilah yang menyebarkan dan mengembangkan ilmu orangtuanya ke
berbagai penjuru.[13]
Adapun karya Imam Imam Hazm terdapat di berbagai bidang,
yaitu bidang fiqh, hadis, ushul, al-milal wa an-nihal (agama-agama dan aliran-alran), sejarah, nasab,
kitab-kitab adab, dan bantahan terhadap para penentang mencapai 400 jilid, yang
berisikan hampir 80.000 lembar kertas.
Adapun karyanya yang
paling popular antara lain Masa>il Us}u>l al-Fiqh,
al Ih}}ka>m fi Us}u>l al Ah}ka>m, dan al
Muh}alla> bi al-A|sa>r fi Syarh} al-Mujalla> bi al-Intizar. Ketiga karangan tersebut adalah bidang ushul
fiqh dan fiqh. Dalam tafsir ia menulis al-Naskh wa al Mansu>kh. Dalam bidang mantiq adalah kitab al-Taqri>b
fi H}udu>d al-Mantiq.
Dalam bidang akhlaq adalah kitab Mudawat al-Nufus fi Tahzib al-Akhlaq
dan al-Zuhd fi al-Raza’il. Dalam bidang akidah adalah al Fasl fi al
Milal wa al Nihal dan Izhar Tabdil al Yahud wa al Nasara li al Taurat wa
al Injil. Dalam bidang sastra Tuq al Hamamah fi al Ulfah wa al-Alaf.
[1]
Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah al-Hafiz, Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1998, juz 3, h. 227.
[2]
Abdul Wahid bin Ali al-Tamimi, al-Mu’jab fi Talkhish Akhbar al-Maghrib min
Ladun Fath al-Andalus ila Akhir Ashr al-Muwahidin, Beirut: al-Maktabah
al-Ishriyyah, juz 1, h. 43.
[3]
Cyril Glasse, The Concise Encyclopaedia of Islam, terj Ghufron A.
Mas’adi dengan judul “Ensiklopedia Islam (Ringkas)”, cet ke-2, Jakarta:
RajaGrafindo, 1999, h. 150.
[5]
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan
Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN Jakarta, 1993, h. 391.
[6]
Abdurrahman al-Syarqawi, a’immah al-Fiqh al-Tis’ah, terj. H.M.H.
al-Hamid al-Husaini, Bandung: Pustaka Hidayah, 2000, h. 569.
[8] Muhammad bin Ahmad al-Zahabi, Tazkirah
al-Hafiz, Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1998, Juz 3, h. 228.
[10] Departemen Agama RI., Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Ditjen Bimbaga
Islam, 1992, Juz. 2, h. 391.
[13]
Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam as-Salaf, terj Ahmad Syaikhu dengan judul
“ Biografi 60 Ulama Ahlussunnah yang
Paling Berpengaruh & Fenomenal dalam Sejarah Islam”, Jakarta: Darul Haq,
2013, Cet. II, h. 750.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar