A. Tinjauan Khuluk
1.
Pengertian
Khuluk
Khuluk menurut
bahasa, kata khuluk dibaca dhammah huruf kha’ yang bertitik dan
sukun lam dari kata khila’ dengan dibaca fathah artinya
naza’a (mencabut), karena masing-masing dari suami-istri mencabut pakaian.[1]Khuluk berasal
dari kata khala'as sauba (خلع
الثوب ) yang
berarti menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian laki-laki, dan
laki-laki juga sebagai pakaian perempuan.[2]
Sedangkan secara
istilah menurut al-Shon’any dalam kitabnya Subul al-Salamkhuluk yaitu:
“Dicerarikannya
istri dengan adanya harta sebagai penggantinya”
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari mendefinisikan khuluk demikian:
“Khuluk adalah istri yang menebus dirinya sendiri
dengan harta yang diberikan pada suami atau pisahnya istri dengan membayar
sejumlah harta”
Khuluk adalah
mashdar dari khala'a seperti khata'a, artinya menanggalkan;
“Laki-laki
menanggalkan pakaiannya, atau dia melepaskan pakaiannya dari badannya”.
Titik temu
persamaanya antara pakaian dan laki-laki serta perempuan masing-masing bertemu
dengan pasanganya mengandung makna memeluk dan tidur bersama. Demikian juga
selimut atau pakaian bertemu pada pemiliknya dan mengandung perlakuan yang
sama. Sebagian pendapat mengatakan, sebab pernikahan masing-masing menutup
teman pasanganya dari perbuatan jahat yang dibenci, sebagaimana pakaian menutup
aurat. Pakaian dalam arti yang pertama menutup secara materi, sedangkan pakaian
yang kedua secara maknawi.[6]
Sebagaimana firman Allah SWT:
هُنَّ
لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ (البقرة: 187)
Artinya: "mereka
itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka."[7] (Q.S.
Al-Baqarah: 187).
Fuqaha’ mendifinisikankhuluk sebagai
perceraian antara suami istri, dengan harta ganti rugi yang diberikan istri
kepada suami.[8]Khulukterkadang
dimaksudkan makna yang umum, yakni perceraian dengan disertai sejumlah harta
sebagai ‘iwad yang diberikan oleh istri kepada suami untuk menebus diri
agar terlepas dari ikatan perkawinan, baik dengan khuluk, mubara’ah
maupun talak. Terkadang juga dimaksudkan makna yang khusus, yaitu talak atas
dasar ‘iwad sebagai tebusan dari istri dengan kata-kata khuluk
(pelepasan) atau yang semakna seperti mubara’ah (pembahasan)[9].
Pengertian ini banyak digunakan oleh ulama kontemporer. Adapun khuluk dalam
arti khas adalah talak tebus dengan lafazh khuluk, pendapat ini banyak
digunakan oleh ulama salaf.
Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya Fiqh Ala
Madzahibil Arba’ah menjelaskan definisi Khuluk menurut para Ulama’ Madzhab:
1.
Madzhab Hanafi mengatakan :
الخلعازالةملكالنّكاحالمتوقّفةعلىقبولالمرأةبلفظالخلعاوما
فىمعناة
Artinya: “Khuluk
ialah menanggalkan ikatan pernikahan yang diterima oleh istri dengan lafadz
khulu' atau yang semakna dengan itu”
2.
Golongan Malikiyah mengatakan:
الخلعشرعاهوالطلاقبعوض
Artinya: Khuluk menurut syara' adalah talak dengan
tebusan.
3.
Golongan Syafi’iyah mengatakan:
الخلع
شرعا هو اللفظ الدّال على الفراق بين الزّوجين بعوض متوفّرةٍ فيه الشّروطالآتي
بيانها في شروط العوض فكل لفظ يدل على الطلاق صريحا كان أو كناية يكون خلعا يقع به
الطلاق البائن وسيأتي بيان ألفاظ الطلاق في الصيغة وشروطها
Artinya: “Khuluk secara syara’ adalah kata yang menunjukkan atas putusnya
hubungan perkawinan antara suami istri dengan tebusan [dari istri] yang
memenuhi syarat-syarat tertentu. Setiap kata yang menunjukkan pada talak, baik
sharih atau kinayah, maka sah khulu-nya dan terjadi talak ba’in”
4.
Golongan Hanabilah mengatakan:
الخلع هو
فراق الزّوجِ إمرأته بعوضٍ يأخذه الزّوج من مرأتهِ او غيرها بألفاظٍ محصوصةٍ.
Artinya: Khuluk
adalah suami menceraikan istrinya dengan tebusan yang diambil oleh suami dan
istrinya atau dari lainnya dengan lafazd tertentu.[10]
Sedangkan gugatan perceraian menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, dilakukan oleh suami maupun istri kepada Pengadilan Agama,
sebagaimana dikatakan, bahwa “Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.”[11] Karena suami sudah mempunyai hak cerai, maka
bagi yang beragama Islam penggugatnya adalah istri, sebagaimana dikatakan dalam
penjelasan sebagai berikut:
“Gugatan
perceraian dimaksud dapat dilakukan oleh seorang istri yang melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang
melangsungkan perkawinanya menurut agama dan kepercayaanya itu selain agama
Islam.”[12]
Dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia dengan tegas dikatakan bahwa,
“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasnya pada Pengadilan Agama,
yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri
meninggalkan tempat bersama tanpa izin suami.”[13] Jadi dalam pasangan suami istri yang beragama Islam hanya istri yang
dapat menggugat. Secara agak rincikhulukdipaparkan di Kompilasi Hukum Islam
Indonesia. Gugatan perceraian dengan jalan khuluk disampaikan oleh seorang
istri kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertia
alasan-alasanya.[14] Kemudian Pengadilan memanggil istri dan suaminya selambat-lambatnya
satu bulan untuk didengar keteranganya masing-masing.[15]
Dari beberapa pengertian
diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian Khuluk adalah perceraian yang
diminta oleh istri kepada suami dengan adanya ‘iwad (pengganti) di
dalamnya yang telah di sepakati oleh keduanya.
2.
Dasar Hukum
Khulu’
Ada beberapa
ayat Al-Qur’an dan juga Hadits yang menjadi dasar hukum Khuluk. Diantaranya :
1.
Ayat al-Qur’an
Artinya: “jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” [QS. Al-Baqarah :
229]
Artinya:
“Kemudian jika mereka menyerahkan sebagian maskawin dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap dan baik”[ QS.
Al-Baqarah: 4]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ
لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ
مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا[18]
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”[QS. Al-Nisa’: 19]
Artinya “Dan
jika kamu ingin menggantikan istrimu dengan istri yang lain, sedangkan kamu
telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka
janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun darinya”. (QS. An-Nisa’: 20)
2.
Hadits
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ اِلَى
النَّبِيّ ص فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى مَا اَعْتِبُ عَلَيْهِ فِى
خُلُقٍ وَ لاَ دِيْنٍ، وَ لَكِنّى اَكْرَهُ اْلكُفْرَ فِى اْلاِسْلاَمِ. فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: اَتَرُدّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: اِقْبَلِ اْلحَدِيْقَةَ وَ طَلّقْهَا تَطْلِيْقَة[20]
Artinya: Dari
Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi
SAW, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mencela dia
(suamiku) tentang akhlaq dan agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran
dalam Islam”. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Maukah kamu mengembalikan
kebunmu kepadanya ?”. Ia menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda (kepada
Tsabit), “Terimalah kebunmu itu dan thalaqlah dia sekali”(HR. Bukhari dan Nasai )
Sedangkan yang menjadi ijmak dari kebolehan khulukini adalah para ulama
sepakat membolehkan khuluk atau isteri minta cerai dari suaminya.Khulu ini
dapat dilakukan apabila kedua belah pihak takut tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah atau isteri membenci suami baik itu rupanya, akhlaknya atau
karena didzalimi oleh suaminya.[21]
3.
Syarat, Rukun Khulu’
Di dalam khuluk terdapat beberapa unsur
yang merupakan rukun yang menjadi karakteristik dari khulukitu dan di dalam
setiap rukun terdapat beberapa syarat yang hampir keseluruhannya menjadi
perbincangan di kalangan Ulama.
Khulukterjadi bila memenuhi syarat dan rukunnya, Abdur Rahman al-Jaziri
dalam Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah mengatakan rukun khulukada
5 yaitu :
1.
Seseorang yang wajib baginya tebusan
(menebus)
Yaitu seseorang yang wajib harta atasnya, adapun seseorang tersebut
istri atau selain istri.
2.
Kemaluan
Yaitu kemaluan istri yang dimiliki suami untuk bersenang-senang dengan
kemaluan itu, yaitu kemaluan istri jika suami men talaq istrinya dengan talaq
bain maka hilanglah kepemilikan suami atas kemaluan istri.
3.
’Iwad
Yaitu harta yang dikembalikan kepada suami sebagai pemeliharaan.
4.
Suami
5.
Sighat
Adapun syarat khulukmenurut Abdur Rahman al-Jazairi ada 3, yaitu:
1.
Disyaratkan pada tiap-tiap orang yang wajib atasnya ’iwad, yaitu
orang yang ahli menasarufkannya, adapun orang yang wajib atasnya ’iwad harus
tergolong orang yang memiliki hak untuk menjatuhkan talak, dan orang tersebut
berakal, mukallaf, rasyid. Tidak sah bagi kanak-kanak wanita,
gila, atau safihmengkhulu’ suaminya dengan harta.
2.
’Iwad khuluk, ada beberapa
syarat, diantaranya ’iwad adalah harta yang berharga, maka tidak sah khulukdengan
sesuatu yang tidak ada harganya, seperti sebiji dari gandum. Dan barang harus
barang yang suci yang dapat dimanfaatkan, maka tidak sah (’iwad) dengan khamar,
babi, bangkai dan darah. Sah khulukdengan harta, baik berupa uang, tunai atau
hasil pertanian, atau mahar. Atau dengan memberi nafkah, atau upah menyusui,
atau mengasuh anak.
3.
Tidak dapat khuluktanpa sighat, tidak sah khulukdengan cara
pemberian, seperti ucapan : khuluklah saya dengan itu, maka suami berkata
kepada istri saya khulukengkau atas itu, maka ijab dan qabul tidak menyertai
hal itu, adapun perbuatan demikian tidaklah jatuh khulukdan perbuatan tersebut
tergolong talak.[22]
Hanafiah mengatakan
khulu boleh dilakukan dengan menggunakan redaksi al-bai (jual beli), misalnya
suami mengatakan kepada isterinya “saya jual dirimu kepadamu dengan harga
sekian” lalu isterinya menjawab “saya beli itu” demikian pula Syafi’i
berpendapat bahwa boleh melakukan khulu dengan redaksi al-bai (jual beli).[23]
khulu dan talak
adalah sah tanpa lafazh bahasa Arab menurut kesepakatan ulama. Telah menjadi
maklum bahwa tidak ada di dalam bahasa asing lafazh perceraian dengan tebusan
antara khulu dan talak. Akan tetapi yang membedakan keduanya adalah yang khusus
bagi khulu yaitu menyertakan tebusan dan permintaan perempuan untuk talak.[24]
Imam Malik
berpendapat bahwa syarat sighat khuluk itu ada 3 yaitu:
a.
Harus diucapkan, menggunakan kalimat yang menunjukan atas talak baik
kata-kata sharih atau kinayah, apabila hanya perbuatan yang menunjukan atas
talak tanpa diucapkan maka tidak jatuh khulu atasnya.
b.
Qabul dalam satu majelis
c.
Mengucapkan ijab dan qabul harus sesuai dengan kadar hartanya, “aku
talak kamu dengan 300” kemudian dijawab saya, “terima 300 itu.”[25]
4.
Sebab-Sebab
Khuluk
Dalam kitab
al-Majmu’ imam Al-Nawawi menjelaskan :
إذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظر،
أو سوء عشرة وخافت أن لا تؤدى حقه، جاز أن تخالعه على عوض، لقوله عز وجل "
فإن خفتم ألا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به
"[26]
“jika seorang wanita membenci
suaminya karena jeleknya pergaulan, dan jika takut suami tidak bis melaksanakan
haknya sebagai suami, maka boleh istri mengajukan khulu’ pada suaminya dengan
iwa.berdasarkan firman Allah:
Imam Ibnu
Qudamah dalam kitabnya al-Mughni menyatakan:
و المرأة إذا كانت مبغضة للرجل وتكره أن تمنعه ما تكون عاصية
بمنعه فلا بأس أن تفتدي نفسها منه وجمله
الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك
وخشيت أن لا تؤدي
Artinya: Ketika seorang perempuan membenci suaminya dan istri
tersebut benci atas larangan suaminya maka dia telah bermaksiat dengan sebab
dia tidak patuh pada suaminya. Maka boleh mengganti dirinya. Dan jika perempuan
benci pada suaminya dikarenakan bentuk fisik dan akhlaknya atau agamanya atau
kekuatannya atau kelemahannya atau khawatir tidakbisa melaksanakan haknya
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa seorang istri boleh meminta khuluk jika suami tidak bisa melaksanakan
tugasnya sebagai suami dan jika khawatir suami tidak dapat menegakkan hak hak
Allah SWT. Begitupun jika istri tersebut tidak suka pada suaminya dikarenakan
fisik dan juga wajahnya diperbolehkan bagi istriuntukmengajukan khuluk.
Berikut
beberapa kasus yang membolehkan sang istri melakukan gugat cerai,
- Jika
sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami
sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti
wanita yang tergantung.
- Akhlak
suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka
memukulnya.
- Agama
sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan
dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan
sholat, suka mendengar musik, dll
- Jika
sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan
nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan
primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.
- Jika
sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya
jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau
tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang
memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain.
- Jika
sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita
khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak
bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta
agar suaminya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam
dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.
- Jika
sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga
bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa
mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau
buruknya suami.[27]
5.
Hukum Khuluk
Adapun hukum
asal dari gugat cerai adalah boleh. Imam Nawawi menyatakan:
وأصل
الخلع مجمع على جوازه ، وسواء في جوازه خالع على الصداق أو بعضه ، أو مال آخر أقل
من الصداق ، أو أكثر ، ويصح في حالتي الشقاق والوفاق[28]
Artinya:”Hukum
asal dari khulu’ adalah boleh menurut ijma’ ulama. Baik tebusannya berupa
seluruh mahar atau sebagian mahar atau harta lain yang lebih sedikit atau lebih
banyak. Khulu’ sah dalam keadaan konflik atau damai”.
Al-Jaziri
membagi hukum khuluk menjadi boleh, wajib, haram, dan makruh:
الخلع نوع من الطلاق لأن الطلاق
تارة يكون بدون عوض وتارة يكون بعوض والثاني هو الخلع وقد عرفت أن الطلاق يوصف
بالجواز عند الحاجة التي تقضي الفرقة بين الزوجين وقد يوصف بالوجوب عند عجز الرجل
عن الإنفاق والاتيان وقد يوصف بالتحريم إذا ترتب عليه ظلم المرأة والأولاد وقد
يوصف بغير ذلك من الأحكام المتقدم ذكرها هناك على أن الأصل فيه المنع وهو الكراهة
عند بعضهم والحرمة عند بعضهم ما لم تفض الضرورة إلى الفراق[29]
Artinya:“Khuluk
itu setipe dengan talak. Karena, talak itu terkadang tanpa tebusan dan
terkadang dengan tebusan. Yang kedua disebut khuluk. Seperti diketahui bahwa
talak itu boleh apabila diperlukan. Terkadang wajib apabila suami tidak mampu
memberi nafkah. Bisa juga haram apabila menimbulkan kezaliman pada istri dan
anak. Hukum asal adalah makruh menurut sebagian ulama dan haram menurut
sebagian yang lain selagi tidak ada kedaruratan untuk melakukannya”.
6. Tujuan dan Hikmah Khuluk
Tujuan
dibolehkanya khuluk adalah untuk menghindarkan istri dari kesulitan dan ke-madharat-an
yang dirasakan bila perkawinan dilanjutkankan tanpa merugikan pihak si suami
karean ia sudah mendapat ‘iwad dari istrinya atas permintaan cerai dari
istrinya tersebut. Sedangkan hikmahnya adalah tampaknya keadilan Allah SWT
sehubungan dengan hubungan suami istri. Bilamana suami berhak melepaskan diri
dari hubungan istrinya menggunakan cara talak, istri juga mempunyai hak dan
kesempatan bercerai dari suaminya dengan menggunakan cara khuluk. Hak ini
didasarkan pandangan fiqh bahwa perceraian itu adalah hak mutlak seorang suami
yang tidak dimiliki oleh istrinya, kecuali dengan cara lain.[30]
Khulukdisyariatkan
sebagai kebijakan preventif guna menghindari tindakan pelanggaran ketentuan
hukum-hukum Allah SWT bagi suami istri, berupa kewajiaban saling menggauli
dengan baik, melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing terhadap pasanganya,
disertai penegasan serupa pada hak-hak dan kewajiban melaksanakan apa yang
dituntut oleh kepimpinan laki-laki (suami) atas perempuan (istri), beserta
konsekuensinya yang mengharuskan istri untuk mengurus urusan rumah, merawat dan
mengasuh anak, serta tidak mempersulit suami (dengan segala macam beban dan
tuntutan).[31]
Dengan
demikian khulukdisyariatkan untuk menghilangkan dharar (bahaya/ketidak
nyamanan) dari istri ketika harus mempertahankan hubungan perkawinanya dengan
suami, sementara ia membencinya. Kemudian pada tingkatan selanjutnya khulukmemberikan
maslahat bagi suami dan upaya menghilangkan dharar darinya.[32]
7.
Akibat Hukum
Khuluk
Khuluk
yang dijatuhkan suami berakibat sebagai berikut:
a.
Terhadap
bilangan talak
Ulama yang berpendapat bahwa khulukadalah
bilangan talak, maka berakibat berkurangnya bilangan talak suami. Hal ini
disebabkan karena khuluksatu kali talak ba’in dan mengakibatkan
berkurangnya jumlah sisa talak yang dimilki suami.[33]
Ketika suami mengkhulukisterinya sekali, maka jatuh untuk mentalak isterinya
hanya tinggal dua kali. Bilamana suami telah menjatuhkan talak dua kali kepada
isterinya, kemudian suami mengkhuluknya, maka suami tidak boleh kembali kepada
isterinya sebelum isterinya tersebut menikah lagi dengan laki-laki lain,
bergaul dan cerai dengan suaminya yang kedua, karena dengan khuluk itu telah
sempurnalah talaknya yang ketiga kalinya.
b.
Terhadap masa ‘Iddah
Para ulama yang menganggap khulukadalah talak
ba’in, maka masa ‘iddahnya adalah tiga kali quru’. ‘Iddah
tersebut sesuai dengan ‘iddah wanita yang ditalak, Imam Turmidzi
menyatakan para ulama dari kalangan sahabat dan juga yang lainnya berpendapat
bahwa ‘iddah wanita yang melakukan khuluk sama dengan ‘iddah wanita
yang di talak, yaitu tiga kali quru’.[34]
c.
Suami tidak
boleh rujuk pada masa ‘Iddah
Menurut nash al-Qur’an, Hadis dan Ijma’ tidak
ada rujuk dalam khuluk.[35]
Hal ini ditetapkan baik dalam anggapannya sebagai fasakh maupun talak,
demikian pendapat mayoritas ulama diantaranya alasan al-Bashri, Atha, Thawus,
Nakha’i, Auza’i, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Abu Tsaur berkata. Jika khulukitu
disampaikan denagn lafaz talak, maka suami memiliki hak rujuk, karena rujuk
merupakan suatu hak dalam talak, sehingga ia tidak gugur oleh tebusan.[36]
Adapun jika kedua belah pihak ingin kembali maka dapat ditempuh dengan cara
mengulang kembali akad nikah baru.
d.
Hak isteri
dalam masa ‘Iddah
Wanita yang melakukan khuluk tidak berhak
mendapatkan nafkah ‘iddah kecuali jika dia sedang hamil.[37]
Hal ini berdasarkan firman Allah:
أَسۡكِنُوهُنَّ مِنۡ
حَيۡثُ سَكَنتُم مِّن وُجۡدِكُمۡ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ
عَلَيۡهِنَّۚ وَإِن كُنَّ أُوْلَٰاتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ
يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ.
Artinya:“Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin….”(Q.S. Ath-Thalaq:6)[38]
8.
Khuluk Dalam
Perspektif Hukum di Indonesia
Baik dalam
fiqh ataupun dalam Kompilasi Hukum Islam menempatkan khuluk sebagai salah satu
jalan yang ditempuh untuk melakukan perceraian dari pihak isteri. Khuluk bukan
alasan bagi seorang isteri untuk menanggalkan ikatan perkawinan, tetapi khuluk
sebagai suatu jalan keluar yang ditetapkan syariatbagi seorang isteri,
sebagaimanasyariat menetapkan talak bagi suami. Perceraian dengan jalan khuluk
dalam perundang-undangan di Indonesia baru ada setelah diberlakukanya Kompilasi
Hukum Islam (KHI) yang diperlakukan dengan instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991
yang sebelumnya tidak ditemukan dalam Undang-undang atau peraturan lainnya.
Sebelumnya seorang istri jika ingin memutuskan ikatan perkawinanya dengan
suami, ia bisa menggugat suaminya melalui Pengadilan yang akan memutuskan
perkawinan keduanya, maka di dalam Kompilasi Hukum Islam seorang istri juga
bisa mengajukan perceraian dengan jalan khuluk.[39]
Perceraian
dengan jalan khulu’ menjadi bagian dari perkara cerai gugat dengan tambahan
putusan mengenai tebusan yang harus dibayar oleh istri dan perceraian terjadi
dengan jatuhnya talak khuluk dari suami.[40] Akan tetapi, perceraian dengan jalan khulu’ tidak
mempermudah seorang istri untuk memutuskan hubungan perkawinanya dengan
suaminya, karena seorang istri harus tetap memiliki
alasan-alasan sebagaimana yang harus dibuktikan sama dengan halnya cerai gugat
biasa, bahkan konsekuensinya harus membayar tebusan kepada suami dan tidak
berhak atas nafkah selama ‘iddah yang dijalaninya.[41]
Putusnya
pernikahan dalam kompilasi hukum islam ada tiga macam yaitu cerai talak, cerai
gugat, dan khuluk. Ini adalah khas Indonesia yang populer dengan sebutan “Fiqih
Indonesia” yang tidak tidak ditemukan dalam hukum Islam maupun yang lainya,
dalam perceraian yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dipastikan
berdasar pada syariat Islam dan hukum-hukum fikih, baik klasik maupun menurut
kearifan lokal. Secara garis besarnya perceraian yang diatur oleh KHI sebagai
hukum materil Peradilan Agama di Indonesia adalah cerai talak, cerai gugat, dan
khulu'. Dalam pasal 117 disebutkan, talak adalah ikrar suami di hadapan sidang
Pengadilan Agama yang terjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131[42]. Dalam pasal
132 disebutkan, gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada
Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat
kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin. Pada pasal 133,
134, 145 menerangkan terkait alasan-alasan tertentu yang mana juga termasuk
dalam alasan perceraian ayat 116.
Ada satu jenis
perceraian berdasarkan potensi perempuan yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam
yaitu khulu'. Setidaknya ada 3 pasal yang mengaturnya, yaitu pasal 119, pasal
124 dan pasal 148. Dalam pasal 119 dinyatakan bahwa khulu' adalah talak bain
sugra,yaitu tidak boleh dirujuk namun dapat dilakukan perkwinan baru.
Selanjutnya, dalam pasal 124 dinyatakan bahwa khulu' terjadi karena
alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam pasal 116. Sedangkan pasal
148 menerangkan secara rinci prosedur dan ketentuan khuluk.
Dari beberapa
uraian diatas penulis menemukan beberapa fakta terkait cerai gugat dan khuluk. yaitu
terdapat beberapa perbedaan antara cerai gugat dan khuluk. pertama
antara cerai gugat dan khuluk diatur dalam beberapa pasal yang berbeda.
Kedua khuluk termasuk talak ba’in sughra sedangkan gugat cerai adalah talak
raj’i. Ketiga khuluk wajib menyertakan iwadz sebagai tebusan yang telah
disepekati oleh kedua pihak. Keempat wanita yang meminta khuluk tidak boleh
dirujuk kembali kecuali dengan akad yang baru, sedangkan gugat cerai boleh
dirujuk. Kelima wanita yang meminta khuluk tidak berhak mendapatkan mut’ah
sedangkan gugat cerai mendapatkan nafkah mut’ah.
Terdapat satu lagi perbedaan antara gugat cerai
khuluk. Yaitu didalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, disana
tidak penulis temukan pasal yang mengatur tentang putusnya perkawinan dengan
jalan khuluk. Akan tetapi disana hanya
ditemukan tentang gugatan pada pasal 34 yang berbunyi “Jika suami atau isteri
melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan”.
[3]Imam Muhamad
bin Ismail As-Shan’ani, Subulussalam, Juz III, (Beirut: Darul Kutub,
t.th.), hlm. 166
[20]Imam Bukhori, Shahih al-Bukhari, (Darul Fikr: Beirut, juz V) hlm.
170
[25]Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah,, (Beirut:Darul Fikr, 2008, Juz IV) hlm.325
[27] Silahkan lihat Roudhotut Toolibiin 7:374, dan
juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin rahimahullah di http://islamqa.info/ar/ref/1859)
[29] Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah,
juz IV (Darul Fikr, 2008), Hlm. 305
[35]Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, pnj. Ali Nursyidi dan Thahir
Makmun… h, 61.
[42]Abdurrahman,
Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Cetakan pertama, Jakarta: Akademika
Pressindo, 1992), hlm.144
Tidak ada komentar:
Posting Komentar