Biografi Imam
Ahmad Bin Hanbal
1. riwayat Hidup Imam Ahmad Bin Hanbal
Imam
Ahmad bin Hanbal dilahirkan pada tahun 164 H. di kota Baghdad. Ibundanya
mengandungnya ketika kembali dari kota Maro, Asia Tengah dan kemudian menetap
di Baghdad.[1] Imam
Ahmad bin Hanbal, baik dari ayah ataupun ibunya, berasal dari suku Arab,
kabilah Syaiban. Keluarga Syaiban memiliki sebuah masjid di Basrah, yaitu
masjid “Mazin”. Imam Ahmad bin Hanbal selalu melakukan shalat disana setiap
kali pergi ke Basrah dan berkata kepada setiap orang yang menanyakan
tindakannya tersebut, “Ini adalah masjid yang dibangun nenek moyangku”. Ayahandanya
ialah Hanbal bin Hilal. Dia beserta keluarganya pindah ke Khurasan ketika
diangkat menjadi gubernur di wilayah Sarkhas pada masa pemerintahan Bani
Umayyah.[2]
Selain
itu, dari kabilah Syaibah lahir pula nenek moyang Imam Ahmad bin Hanbal yang
bernama Nazar bin Ma’ad bin Adnan, yang mana dari nenek moyang inilah terdapat
pertemuan sanad Imam Ahmad bin Hanbal dengan Rasulullah. Kabilah ini terkenal
dengan kabilah yang pemberani dan berjiwa patriot. Dari kabilah ini lahir
Matsna bin Haritsah yang mana ia menjadi panglima perang Islam disaat penaklukan
Irak pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq dan ia pula yang menjadi panglima perang
dalam penaklukan persia pertama kali oleh pasukan muslim.[3]
Imam
Ahmad bin Hanbal dilahirkan sebagai anak yatim seperti gurunya, Imam asy-Sya>fi’i.
Ia seumur hidupnya tidak pernah melihat langsung ayah dan kakeknya. Namun beruntungnya ia masih mendapatkan sedikit harta
dari ayahnya berupa sebuah rumah yang ia tempati bersama ibunya.[4]
Semenjak
kecil dalam diri Ahmad bin Hanbal terdapat sifat kesabaran, ketekunan,
kemampuan luar biasa untuk menghadapi semua cobaan, ketajaman berfikir dalam
mempertimbangkan apa yang ia lakukan serta ketaqwaannya pada tuhan yang Maha
Esa yang amat tinggi dan murni. Hal
inilah yang mendorong Haitsam Ibnu Jamil mengatakan tentang Ahmad bin Hanbal
kecil: “Jika pemuda ini ditakdirkan hidup hingga dewasa, kelak ia pasti menjadi
hujjah bagi orang-orang zamannya”[5]
Imam
Ahmad bin Hanbal dalam usia kanak-kanak sudah mampu menghafal al-Qur’an dan
sibuk dengan kegiatan mencari ilmu. Imam Ahmad bin Hanbal menginginkan
kepergiannya hanya murni untuk mencari ilmu. Seperti halnya Imam Abu Hanifah,
ia tidak mengizinkan dirinya menjadi hakim. Beliau tidak mau menerima harta
kecuali bebas dari syubhat. Imam Ahmad bin Hanbal adalah termasuk
orang-orang zuhud yang menolak harta ketika didalamnya terdapat syubhat
demi membebaskan jiwa dari keraguan.[6]
2.
Pendidikan Imam
Ahmad Bin Hanbal
Imam
Ahmad bin Hanbal memulai pencarian ilmunya di kota kelahirannya, Baghdad sampai
tahun 183 H.[7]
Pada saat itu Baghdad merupakan mercusuar berbagai macam ilmu seperti ilmu
agama, ilmu sastra, ilmu eksakta, ilmu tasawuf dan tidak ketinggalan ilmu fiqh.
Dari berbagai kemajuan bidang keilmuan pada saat itu Imam Ahmad bin Hanbal
memilih mempelajari ilmu Hadis sebagai ilmu pertama yang ia dalami kemudian
disusul dengan ilmu fiqh. Guru yang ia pilih untuk mendalami ilmu tersebut alah
Imam Abu Yusuf. Abu Yusuf adalah
seorang hakim agung pada pemerintahan Harun
ar-Rasyid.[8]
Gurunya,
Abu Yusuf, adalah seorang ahli hadis dan ahli fiqh. Sehingga dari berbagai
majlis ilmu yang ia datangi, ia lebih mengutamakan majlis ilmu yang dibimbing
oleh Abu Yusuf. Adapun tentang keilmuan fiqhnya, ia mempelajari fiqh ar-ra’yu
di Irak dan kemudian fiqh hadis di Hijaz.[9]
Tahun
183 H. Imam Ahmad berangkat ke Kufah. Tahun 186 H. ke Basrah kemudian ke Makkah
tahun 197 H. Negara-negara dan kota-kota lain yang pernah disinggahinya adalah
Syam (Siria), Yaman, Maroko, Al-jazair, Persia, Khurasan dan lain-lain.
Semuanya dilakukan dalam rangka menuntut ilmu. Adapun sosok-sosok yang pernah
menjadi guru Imam ahmad adalah Sufyan bin Uyaynah, Ibrahim bin Sa’ad, Yahya bin
Sa’id al Qattan, Husyaim bin Basyir, Mu’tamar bin Sulaiman, Ismail bin Aliyah,
Waqi’ bin al Jarrah, ‘Abd al Rahman al Mahdi dan Imam asy-Sya>fi’i. Guru yang
disebut terakhir inilah yang berperan besar dalam pembentukan keilmuan Ahmad
bin Hanbal. Ia selalu mengikuti majlis keilmuan Imam asy-Sya>fi’i dalam
kajian fiqh dan ushul fiqh sejak tahun 195 H sampai 197 H.[10]
Imam
Ahmad mengadakan banyak perjalanan guna mencari hadis-hadis dari para ulama’ hadis, kemudian menulisnya dan menyusunnya dalam
sebuah kitab kumpulan hadis yang diberi nama Musnad yang menghimpun hadis-hadis
Irak, Hijaz, Syam, Basrah dan Kufah. Perjalanan ini dimulai dari Baghdad antara
tahun 179 H. hingga 186 H. Imam yang ia datangi pertama kali dalam perjalanan
ini adalah Hasyim bin Basyir Ibnu Abi Khazim al-Wasithi (W. 183 H). Imam Ahmad
bin Hanbal menulis sebanyak tiga ribu dari berbagai bab fiqh hadis darinya.[11]
3.
Karangan Imam
Ahmad Bin Hanbal
Imam
Ahmad bin Hanbal adalah orang yang gigih dalam mencari dan mendalami ilmu.
Dengan demikian tidak mengherankan jika ia meninggalkan banyak warisan berharga
berupa buku-buku yang menjadi pedoman para ulama’ terkhusus ahli hadis dan ahli
fiqh di masa-masa berikutnya.
Karyanya
yang amat fenomenal adalah kitab dalam bidang hadis yang diberi nama Musnad.Adapun
buku-buku yang disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Hanabalah sebagai
karya Imam Ahmad bin Hanbal antara lain : Musnad, at-Tafsir, Naskh wa al-Mansukh,
Hadis Syu’bah, al-Muqaddam wa al-Mu’akhkhar fi Kitabillah, Jawabat al-Qur’an, al-Manasik al-Kabir, al-Manasik ash-Shaghir dan buku-buku lainnya.[12]
Sementara,
buku-buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang telah dicetak antara lain: Musnad,
Kitab ash-Shalat (yang merupakan buku kecil), Kitab Masail Sunnah, Kitab
al-Wara’i, Kitab az-Zuhdi, Kitab Masail al-Imam Ahmad yang dihimpun
oleh Abu Daud sajastani, dan Kitab ar-Rass ‘ala al-Jahmiyyah wa
az-Zanadiqah.[13]
Adapun kitab
karya Imam Ahmad bin Hanbal yang digunakan karya tulis kali ini adalah kitab Musnad,
yang mana kitab tersebut sebenarnya adalah hadis-hadis pilihan dari 750.000 hadis
dan diriwayatkan oleh lebih dari 700 sahabat. Imam Ahmad merasakan perlu adanya
penyusunan Hadis-Hadis Rasulullah SAW. Dan akhirnya penyusunan tersebut ia
lakukan dengan penuh rasa amanah dan teliti yang kemudian hadis-hadis tersebut
didiktekan kepada orang-orang kepercayaannya terkhusus kepada putranya sendiri
yang bernama Abdullah.[14]
Imam Ahmad bin Hanbal sepanjang perjalanan menuntut ilmu, disamping mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah SAW. juga mengumpulkan fatwa-fatwa para sahabatnya. Buku Musnad-nya menghimpun banyak sekali fiqh, fatwa dan hukum hasil ijtihad para sahabat. Dengan demikian, bertemulah hadis dan fiqh dalam pribadi Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad dan madzhabnya.[15]
Imam Ahmad bin Hanbal sepanjang perjalanan menuntut ilmu, disamping mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah SAW. juga mengumpulkan fatwa-fatwa para sahabatnya. Buku Musnad-nya menghimpun banyak sekali fiqh, fatwa dan hukum hasil ijtihad para sahabat. Dengan demikian, bertemulah hadis dan fiqh dalam pribadi Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad dan madzhabnya.[15]
[1] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad
Imam Besar dan Teladan Bagi Umat Pendiri Madzhab Hanafi, (Tanggerang:
Lentera Hati 2013), hlm. 2
[2]Abdul Aziz asy-Syanawi, Biografi imam Ahmad
(Kehidupan, Sikap dan Pendapatnya), Terj. Umar Mujtahid, (Solo : Aqwam
Media Profetika 2013), hlm. 10
[3]Abdul Aziz asy-Syanawi, Biografi imam Ahmad …., hlm.
10
[4] Abdurrahman asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh,
(Bandung: Pustaka Hidayah Cet. 1, 2000), hlm. 445-446
[5] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad
Imam Besar…., hlm. 16
[6] Abdurrahman asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh,
hlm. 447
[7] Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Manhal al-Lathif, (Jeddah : Haramain t.t), hlm. 156
[8] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad
Imam Besar…., hlm. 16
[9] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad
Imam Besar…., hlm. 16-17
[10] Abdullah Mustofa al-Maghribi, Pakar-Pakar
Fiqh Sepanjang Sejarah, Terj. Husein Muhammad, (Yogyakarta : LKPSM 2001),
hlm. 105
[11] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad
Imam Besar…., hlm. 17
[12] Abdullah Mustofa al-Maghribi,
Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109 lihat juga Muchlis M
Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar…., hlm. 163
[13] Abdullah Mustofa al-Maghribi,
Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109 lihat juga Muchlis M
Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar…., hlm. 164
[14] Abdullah Mustofa al-Maghribi,
Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109
[15]
Abdul Aziz asy-Syinawi, Biografi
Imam Ahmad….., hlm. 114
Tidak ada komentar:
Posting Komentar