Jumat, 30 Maret 2018

Biografi Imam Madzhab (imam Ahmad Bin Hanbal)



 Biografi Imam Ahmad Bin Hanbal
1. riwayat Hidup Imam Ahmad Bin Hanbal 
     Imam Ahmad bin Hanbal dilahirkan pada tahun 164 H. di kota Baghdad. Ibundanya mengandungnya ketika kembali dari kota Maro, Asia Tengah dan kemudian menetap di Baghdad.[1] Imam Ahmad bin Hanbal, baik dari ayah ataupun ibunya, berasal dari suku Arab, kabilah Syaiban. Keluarga Syaiban memiliki sebuah masjid di Basrah, yaitu masjid “Mazin”. Imam Ahmad bin Hanbal selalu melakukan shalat disana setiap kali pergi ke Basrah dan berkata kepada setiap orang yang menanyakan tindakannya tersebut, “Ini adalah masjid yang dibangun nenek moyangku”. Ayahandanya ialah Hanbal bin Hilal. Dia beserta keluarganya pindah ke Khurasan ketika diangkat menjadi gubernur di wilayah Sarkhas pada masa pemerintahan Bani Umayyah.[2]
Selain itu, dari kabilah Syaibah lahir pula nenek moyang Imam Ahmad bin Hanbal yang bernama Nazar bin Ma’ad bin Adnan, yang mana dari nenek moyang inilah terdapat pertemuan sanad Imam Ahmad bin Hanbal dengan Rasulullah. Kabilah ini terkenal dengan kabilah yang pemberani dan berjiwa patriot. Dari kabilah ini lahir Matsna bin Haritsah yang mana ia menjadi panglima perang Islam disaat penaklukan Irak pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq dan ia pula yang menjadi panglima perang dalam penaklukan persia pertama kali oleh pasukan muslim.[3]
Imam Ahmad bin Hanbal dilahirkan sebagai anak yatim seperti gurunya, Imam asy-Sya>fi’i. Ia seumur hidupnya tidak pernah melihat langsung ayah dan kakeknya. Namun beruntungnya ia masih mendapatkan sedikit harta dari ayahnya berupa sebuah rumah yang ia tempati bersama ibunya.[4]
Semenjak kecil dalam diri Ahmad bin Hanbal terdapat sifat kesabaran, ketekunan, kemampuan luar biasa untuk menghadapi semua cobaan, ketajaman berfikir dalam mempertimbangkan apa yang ia lakukan serta ketaqwaannya pada tuhan yang Maha Esa  yang amat tinggi dan murni. Hal inilah yang mendorong Haitsam Ibnu Jamil mengatakan tentang Ahmad bin Hanbal kecil: “Jika pemuda ini ditakdirkan hidup hingga dewasa, kelak ia pasti menjadi hujjah bagi orang-orang zamannya”[5]
Imam Ahmad bin Hanbal dalam usia kanak-kanak sudah mampu menghafal al-Qur’an dan sibuk dengan kegiatan mencari ilmu. Imam Ahmad bin Hanbal menginginkan kepergiannya hanya murni untuk mencari ilmu. Seperti halnya Imam Abu Hanifah, ia tidak mengizinkan dirinya menjadi hakim. Beliau tidak mau menerima harta kecuali bebas dari syubhat. Imam Ahmad bin Hanbal adalah termasuk orang-orang zuhud yang menolak harta ketika didalamnya terdapat syubhat demi membebaskan jiwa dari keraguan.[6]

2.     Pendidikan Imam Ahmad Bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal memulai pencarian ilmunya di kota kelahirannya, Baghdad sampai tahun 183 H.[7] Pada saat itu Baghdad merupakan mercusuar berbagai macam ilmu seperti ilmu agama, ilmu sastra, ilmu eksakta, ilmu tasawuf dan tidak ketinggalan ilmu fiqh. Dari berbagai kemajuan bidang keilmuan pada saat itu Imam Ahmad bin Hanbal memilih mempelajari ilmu Hadis sebagai ilmu pertama yang ia dalami kemudian disusul dengan ilmu fiqh. Guru yang ia pilih untuk mendalami ilmu tersebut alah Imam Abu Yusuf. Abu Yusuf adalah seorang hakim agung pada pemerintahan Harun ar-Rasyid.[8]
Gurunya, Abu Yusuf, adalah seorang ahli hadis dan ahli fiqh. Sehingga dari berbagai majlis ilmu yang ia datangi, ia lebih mengutamakan majlis ilmu yang dibimbing oleh Abu Yusuf. Adapun tentang keilmuan fiqhnya, ia mempelajari fiqh ar-ra’yu di Irak dan kemudian fiqh hadis di Hijaz.[9]
Tahun 183 H. Imam Ahmad berangkat ke Kufah. Tahun 186 H. ke Basrah kemudian ke Makkah tahun 197 H. Negara-negara dan kota-kota lain yang pernah disinggahinya adalah Syam (Siria), Yaman, Maroko, Al-jazair, Persia, Khurasan dan lain-lain. Semuanya dilakukan dalam rangka menuntut ilmu. Adapun sosok-sosok yang pernah menjadi guru Imam ahmad adalah Sufyan bin Uyaynah, Ibrahim bin Sa’ad, Yahya bin Sa’id al Qattan, Husyaim bin Basyir, Mu’tamar bin Sulaiman, Ismail bin Aliyah, Waqi’ bin al Jarrah, ‘Abd al Rahman al Mahdi dan Imam asy-Sya>fi’i. Guru yang disebut terakhir inilah yang berperan besar dalam pembentukan keilmuan Ahmad bin Hanbal. Ia selalu mengikuti majlis keilmuan Imam asy-Sya>fi’i dalam kajian fiqh dan ushul fiqh sejak tahun 195 H sampai 197 H.[10]
Imam Ahmad mengadakan banyak perjalanan guna mencari hadis-hadis dari para ulama’ hadis,  kemudian menulisnya dan menyusunnya dalam sebuah kitab kumpulan hadis yang diberi nama Musnad yang menghimpun hadis-hadis Irak, Hijaz, Syam, Basrah dan Kufah. Perjalanan ini dimulai dari Baghdad antara tahun 179 H. hingga 186 H. Imam yang ia datangi pertama kali dalam perjalanan ini adalah Hasyim bin Basyir Ibnu Abi Khazim al-Wasithi (W. 183 H). Imam Ahmad bin Hanbal menulis sebanyak tiga ribu dari berbagai bab fiqh hadis darinya.[11]
3.     Karangan Imam Ahmad Bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal adalah orang yang gigih dalam mencari dan mendalami ilmu. Dengan demikian tidak mengherankan jika ia meninggalkan banyak warisan berharga berupa buku-buku yang menjadi pedoman para ulama’ terkhusus ahli hadis dan ahli fiqh di masa-masa berikutnya.
Karyanya yang amat fenomenal adalah kitab dalam bidang hadis yang diberi nama Musnad.Adapun buku-buku yang disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Hanabalah sebagai karya Imam Ahmad bin Hanbal antara lain : Musnad, at-Tafsir, Naskh wa al-Mansukh, Hadis Syu’bah, al-Muqaddam wa al-Mu’akhkhar fi Kitabillah, Jawabat  al-Qur’an, al-Manasik al-Kabir, al-Manasik    ash-Shaghir dan buku-buku lainnya.[12]
Sementara, buku-buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang telah dicetak antara lain: Musnad, Kitab ash-Shalat (yang merupakan buku kecil), Kitab Masail Sunnah, Kitab al-Wara’i, Kitab az-Zuhdi, Kitab Masail al-Imam Ahmad yang dihimpun oleh Abu Daud sajastani, dan Kitab ar-Rass ‘ala al-Jahmiyyah wa az-Zanadiqah.[13]
Adapun kitab karya Imam Ahmad bin Hanbal yang digunakan karya tulis kali ini adalah kitab Musnad, yang mana kitab tersebut sebenarnya adalah hadis-hadis pilihan dari 750.000 hadis dan diriwayatkan oleh lebih dari 700 sahabat. Imam Ahmad merasakan perlu adanya penyusunan Hadis-Hadis Rasulullah SAW. Dan akhirnya penyusunan tersebut ia lakukan dengan penuh rasa amanah dan teliti yang kemudian hadis-hadis tersebut didiktekan kepada orang-orang kepercayaannya terkhusus kepada putranya sendiri yang bernama Abdullah.[14] 
Imam Ahmad bin Hanbal sepanjang perjalanan menuntut ilmu, disamping mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah SAW. juga mengumpulkan fatwa-fatwa para sahabatnya. Buku Musnad-nya menghimpun banyak sekali fiqh, fatwa dan hukum hasil ijtihad para sahabat. Dengan demikian, bertemulah hadis dan fiqh dalam pribadi Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad dan madzhabnya.[15]



[1] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar dan Teladan Bagi Umat Pendiri Madzhab Hanafi, (Tanggerang: Lentera Hati 2013), hlm. 2
[2]Abdul Aziz  asy-Syanawi, Biografi imam Ahmad (Kehidupan, Sikap dan Pendapatnya), Terj. Umar Mujtahid, (Solo : Aqwam Media Profetika 2013), hlm. 10 
[3]Abdul Aziz  asy-Syanawi, Biografi imam Ahmad …., hlm. 10
[4] Abdurrahman  asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh, (Bandung: Pustaka Hidayah Cet. 1, 2000), hlm. 445-446
[5] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 16
[6] Abdurrahman  asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh, hlm. 447

[7] Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki,  Manhal al-Lathif, (Jeddah : Haramain t.t), hlm. 156

[8] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 16
[9] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 16-17
[10] Abdullah Mustofa al-Maghribi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Terj. Husein Muhammad, (Yogyakarta : LKPSM 2001), hlm. 105
[11] Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 17
[12] Abdullah Mustofa al-Maghribi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109 lihat juga Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 163
[13] Abdullah Mustofa al-Maghribi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109 lihat juga Muchlis M Hanafi, Imam Ahmad Imam Besar….,  hlm. 164
[14] Abdullah Mustofa al-Maghribi, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, hlm. 109
[15]  Abdul Aziz  asy-Syinawi, Biografi Imam Ahmad….., hlm. 114

Tidak ada komentar:

Posting Komentar