Biografi Al-Mauṣily Al-Hanafy
a.
Kelahiran dan kondisi lingkungan
Lahir di kota Mosul, Irak pada hari Jum’at akhir bulan Syawal tahun 599
Hijriyah, dan wafat pada Sabtu pagi tanggal 19 Muharrom tahun 683 Hijriyah di
Baghdad. Masyhur sebagai begawan fiqih dan hadits, ia memiliki nama lengkap Syaikh
al-Islam Abdullah bin Mahmud bin Maudud bin Mahmud bin Baldijiy Al-Mauṣily
Al-Hanafy.[1]
Al-Mauṣily adalah sebutan yang dinisbatkan kepada kota kelahirannya, Mosul.
Sebuah kota besar kuno di utara Irak, yang menurut Yāqūt al-Hamawy (w. 626 H)
dalam kitab Mu’jam al-Buldān[2] merupakan kota
terkenal dan masuk dalam jajaran kota-kota besar Islam pada waktu itu. Sekarang
kota Mosul merupakan ibukota Governorat Ninawa. Kota inibermuara di Sungai Tigris. Terletak 396 km arah utara Baghdad. Padatahun 2002kotainimemilikijumlahpenduduksebanyak
1.739.800 jiwadanmerupakan kota terbesarketiga di Irak setelah Baghdad dan Basra.[3]
Sejak zaman dahulu, kota ini memiliki jumlah penduduk yang besar. Letaknya
juga sangat strategis, yaitu berada pada persimpangan dua kota besar, Naisabur[4] dan Damaskus[5]. Mosul dijuluki
sebagai Bāb al-‘Irōq wa Miftāh Khurosān (Pintu Gerbang Irak dan Kunci
Khurosan) karena menjadi kota persinggahan bagi orang-orang yang ingin
melakukan perjalanan ke berbagai daerah.[6] Dalam banyak
riwayat disebutkan, ada tiga kota besar di dunia pada waktu itu; Pertama adalah
kota Naisabur, karena ia adalah pintu gerbang belahan dunia timur (Bāb
asy-Syarq). Kedua adalah kota Damaskus, karena kota tersebut merupakan
pintu gerbang belahan dunia barat (Bāb al-Ghorb). Dan ketiga adalah kota
Mauṣil, yang berada di persimpangan antara keduanya.[7]
b.
Pendidikan
Lingkungan perkotaan telah membentuk masyarakat yang sadar penuh akan
pentingnya pendidikan, termasuk Al-Mauṣily. Ia lahir dari keluarga terdidik.
Ayahnya, al-‘Allāmah Abi ats-Tsanā’ Mahmud Al-Mauṣily adalah seorang
ulama besar mażhab Ḥanafi yang banyak diakui kapasitas intelektualnya.
Pendidikan awal sang Imam banyak didapatkan dari Ayahnya.
Tak cukup belajar di rumah, Ia juga menambah wawasan keilmuannya di sebuah
sekolah yang didirikan ayahnya di kota Mosul. Ia belajar bersama
saudara-saudaranya, Abd ad-Dāim, Abd al-Karīm, dan Abd al-‘Azīz, yang
kesemuanya pada akhirnya juga menjadi ulama besar pada masanya.
Demi memuaskan dahaga keilmuannya, Al-Mauṣily pindah ke kota Damaskus. Di
sana ia memperdalam penguasaan hadits dan memperluas pandangan fiqihnya.
Damaskus menjadi tujuan pengembaraan ilmunya karena di sana berjibun para
begawan hadist, ahli fiqih, dan para guru besar (syuyūkh). Salah satu
yang menjadi guru beliau di sana adalah seorang ulama besar Ḥanafiyah bernama
Abu al-Mahāmid Mahmūd bin Ahmad al-Haṣīriy (586-636 H).
Diantara yang pernah menjadi guru-guru beliau adalah: (1) Ayahnya sendiri, al-‘Allāmah
Abi ats-Tsanā’ Mahmud Al-Mauṣily (w. 597 H). (2) Abu Hafṣ Muwaffiq ad-Dīn Umar
bin Muhammad bin Mu’ammar al-Baghdadiy, terkenal dengan sebutan Ibnu Ṭabrazaż
(516-609 H). (3) Syihabuddin Abu Hafṣ Umar bin Muhammd bin Abdillah al-Qurasyi
at-Taimiy al-Bakriy (536-632 H). (4) Abu Muhammad Abdul Qodir bin Abdullah
Ar-Rohawiy al-Hanbaliy (536-612 H). (5) Abu al-Hasan ‘Ali bin Abi Bakr bin
Ruwazbah al-Baghdadiy al-Qolanisy (540 an – 633 H), dan masih banyak yang
lainnya.[8]
c.
Pengakuan terhadap Al-Mauṣily
Dari ketekunannya, Al-Mauṣily menjadi ilmwan yang banyak diakui kedalaman
dan keluasan ilmunya, diantara yang memberikan kesaksian akan kedalaman ilmu
Al-Mauṣily adalah Abu Al-‘Alā` yang juga merupakan ulama besar pada masa Al-Mauṣily
masih hidup. Ia mengungkapkan:
Artinya: telah berkata Abu al-‘Ala`: beliau (Imam Abdullah bin Mahmud Al-Mauṣily) adalah seorang begawan
fiqih, ilmuwan, luhur budi pekertinya, beliau juga seorang pendidik, ia
menguasai betul mażhabnya.
d. Murid dan karya Al-Mauṣily
Diantara murid-murid yang pernah menimba ilmu dengan Al-Mauṣily adalah: (1)
Abdul Mu`min bin Khalaf Ad-Dimyāṭi Asy-Syafi’i (613-705 H). (2) Ibrohim bin
Ahmad bin Barakah Al-Mauṣily. (3) Abu Muhammad Abdul Karim bin Abd an-Nūr
al-Hanbali. (4) Abi Hayyan al-Andalusi, pengarang kita al-Bahr al-Muhīṭ.
Beliau juga termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Tulisan-tulisan beliau terekam dalam beberapa kitab yang beliau karang sendiri, diantaranya yaitu: (1) Syarh al-Jāmi’ al-Kabīr li Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani fī al-Furū’. (2) Al-Musytamil ‘ala Masāil al-Mukhtaṣor. (3) Kitāb al-Fawāid. (4) Al-Mukhtār li al-Fatāwa. (5) Al-Ikhtiyār li Ta’līl al-Mukhtār
Beliau juga termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Tulisan-tulisan beliau terekam dalam beberapa kitab yang beliau karang sendiri, diantaranya yaitu: (1) Syarh al-Jāmi’ al-Kabīr li Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani fī al-Furū’. (2) Al-Musytamil ‘ala Masāil al-Mukhtaṣor. (3) Kitāb al-Fawāid. (4) Al-Mukhtār li al-Fatāwa. (5) Al-Ikhtiyār li Ta’līl al-Mukhtār
[1] Abdul Qodir Al-Qorsyi, Al-Jawāhir al-Mudliyyah fī Ṭbaqāt al-Hanafiyyah,
Jīah: Hajar, Juz II, cet. Ke-2, 1413 H/ 1993 M, hlm. 349. Syu’aib al-Arna`uṭ,
dalam Abdullah bin Mahmud Al-Mauṣily, al-Ikhtiyār lita’līl al-Mukhtār, Beirut:
Dirāsah al-‘Ālamiyah, Juz I, Cet. Ke-1, 1430 H/2009 M, hlm. 5.
[2]Mu'jām al-Buldān (bahasa Arab: معجم البلدان; Ensiklopedia
Negeri-negeri) adalah sebuah buku geografi yang ditulis oleh Yaqut al-Hamawi,
seorang ilmuwan muslim yang dikenal dengan karya-karya ensiklopedianya. Yaqutmulaimengerjakannyapadatahun
1224 danselesaisetahunsebelumiameninggalpadatahun 1228.
Bukuinilebihtepatdikategorikansebagaikaryasastragerografikarenajugamencakupsisisejarah, etnografi danlegenda
yang berkaitandengantempat yang sedangdibahas. Sumberdari id.wikipedia.org, diakses padatanggal
31-03-2016, pukul11.00wib.
[3]Sumber dari id.wikipedia.org, diakses pada
tanggal 31-03-2016, pukul 11.00 wib.
[4]Naisabur atau Nisyapur , dari bahasa Persia: نیشابور, juga Nīṣāpūr, Nīṣābūr,
and Neyṣābūr. New-Syabuhr berarti "Kota Syapur baru", adalah sebuah kota di
Provinsi Razavi Khorasan, ibu kota dari Sahrestani Niṣapur dan bekas ibukota
dari Khurasan, di timur laut Iran, terletak di dataran subur di
kaki Gunung Binalud. Naisabur,
bersama dengan Marw, Herat dan Balkh adalah salah satu dari empat kota besar
dari Khurasan Raya dan juga merupakan salah satu kota terbesar pada
abad pertengahan, sebagai pusat pemerintahan kekhilafahan Islam di timur,
tempat tinggal bagi beragam kelompok etnis dan agama, sebagai jalur perdagangan
pada rute komersial dari Transoxiana dan Tiongkok, Irak dan Mesir. Kota ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-10 M
hingga dihancurkan oleh invasi pasukan Mongol pada tahun 1221 M, juga gempa
besar pada abad ke-13 M. Sumber dari id.wikipedia.org, diakses pada tanggal
31-03-2016, pukul 11.00 wib.
[5]Damaskus atau Damsyik (bahasa Arab: دمشق, Dimasyiq,
atau الشام, asy-Syām) sekarang
adalah ibu kota dan kota terbesar di Suriah. Sumber dari id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 31-03-2016, pukul
20.56 wib.
[6]Khorasan Raya (bahasa Persia: خراسان بزرگ) (dieja Khorasaan,
Khurasan, dan Khurasaan) adalah istilah modern untuk wilayah timur Persiakuno sejak abad ke-3. Khorasan Raya meliputiwilayah yang
kinimerupakanbagiandari Iran,
Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Khorasan Raya
meliputi Niṣapur, Tus (kini di Iran), Herat, Balkh, Kabul
dan Gazni (kini Afganistan), Merv (kini di Turkmenistan), Samarqand,Bukhara dan Khiva (kini di Uzbekistan), Khujand dan Panjaken (kini di
Tajikistan). Lihat
di J. Lorentz, Historical
Dictionary of Iran. 1995. Sumberdari id.wikipedia.org, diakses padatanggal 31-03-2016, pukul 10.39 wib.
[7]Syu’aib al-Arna`uṭ, dalam Abdullah bin Mahmud Al-Mauṣily, al-Ikhtiyār...,
Juz I,hlm. 6.
[8]Syu’aib al-Arna`uṭ, dalam Abdullah bin Mahmud Al-Mauṣily, al-Ikhtiyār
...., Juz I,hlm. 8-13.
[9]Abdul Qodir Al-Qorsyi, Al-Jawāhir al-Mudliyyah ......., hlm. 350.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar